Puisi: Reformasi Jam 1 Siang dan Telur Asin (Karya Afrizal Malna)

Puisi "Reformasi Jam 1 Siang dan Telur Asin" merupakan potret puitis tentang dinamika reformasi yang digambarkan dengan bahasa yang padat makna, ...
Reformasi Jam 1 Siang dan Telur Asin

Jam 4 siang nanti, Mono, Mogan, Budi, tenda-tenda perubahan, kesenian yang terbongkar mendengar teriakannya sendiri. Jam 11 siang, Andre, Lili, Bunda, Panggung untuk cinta dan kemarahan, Mualim, Labbes, Ibau, Tamba. Jam 6 sore, kemana Garin pergi, kemana Sitok pergi. 
Busro, Lulu, Indra, Romi, ada isu dari telpon, teror lima ratus perak, paranoia-paranoia yang terus membuat politik dari singkong goreng, seni, seni yang hidup di dalam bacot.

Jam 9 malam nanti, kemana Jabo pergi, Fahmi membuat Padamu Negeri di sana. De Rantau berteriak taik. Wahyu, Ikra, Gallis membuat topeng-topeng tiga ratus ribu perak, mereka kirim nasi untuk makan kita. Jam 11 malam, di kantong tinggal 1000 perak, demo terus bergerak, membuat politik dari kepalan tangan, kita buat juga cinta, bunga kertas untuk reformasi, panggung yang gugup menerima kebebasan, Anas, ini buku-buku hanya dijual di sini.

Jam 1 siang nanti, kita hidup dari sedikit humor, segelas kopi sedikit lebih manis. Zamzam, Dindon, Azuzan, ini kompor untukmu, bongkar semua tempat tidur untuk kesenian, kuburan. Jam 7 malam untuk tombol-tombol politik masa lalu, digali lagi dalam mulut-mulut yang penuh meja, foto copy, fax, rekaman mayat-mayat dibakar, arang yang terus membara pada tubuh-tubuh.

Jam 12 malam, mana nomor telponmu Jolly, bangkrut, wawancara lagi. Kamil mengirim surat untuk Tuan Presiden, dan panggung miring mengirim kapal ke dasar laut, beri aku sikat gigi dan mandi pagi, di sana ada gudang beras, pabrik duit, hutan ketakutan yang ditanam telah terbakar, apinya menyambar seperti tangan-tangan sibuk mencari pegangan, Cikini, reformasi di sini, ketika kendang mulai ditabuh, puisi dibacakan, pidato yang penuh batu, dan kucing lahir dalam kardus di Minggu pagi, aku di sini menjaga kata dalam sebuah gerobak, melihat dongeng dalam mikrofon.

Nanti jam 9 malam, hantu-hantu politik akan membuat sebuah demokrasi dari sapu tangan dan gergaji, nanti Firman, ketika burung-burung datang mengirim kesenian dalam kantong-kantong plastik, truk-truk kosong jam 12 malam nanti embun mulai turun di pipi kami.

1998

Sumber: Dalam Rahim Ibuku Tak Ada Anjing (2002)

Analisis Puisi:

Puisi "Reformasi Jam 1 Siang dan Telur Asin" Karya Afrizal Malna merupakan salah satu karya sastra yang merefleksikan dinamika sosial dan politik di Indonesia, khususnya pada masa reformasi. Puisi ini ditulis dengan gaya khas Afrizal Malna yang penuh dengan imaji, potongan-potongan naratif yang bersifat fragmentaris, serta penggunaan bahasa yang eksploratif.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah perubahan sosial dan politik, khususnya yang berkaitan dengan gerakan reformasi di Indonesia. Afrizal Malna menggambarkan atmosfer reformasi dengan menyelipkan nama-nama tokoh, momen-momen penting, serta situasi yang mencerminkan ketidakpastian, perjuangan, dan harapan dalam gerakan perubahan.

Makna Tersirat

Puisi ini memiliki makna tersirat yang menggambarkan kompleksitas gerakan reformasi. Afrizal Malna tidak menyajikan narasi yang linier, tetapi lebih pada potongan-potongan peristiwa yang mengesankan kegelisahan, keberanian, serta absurditas dari situasi yang ada. Dengan menyebut berbagai nama dan momen dalam puisi ini, penyair ingin menunjukkan bahwa reformasi bukan hanya sekadar peristiwa politik, tetapi juga melibatkan kehidupan sehari-hari, seni, dan budaya.

Makna lain yang dapat ditafsirkan adalah bagaimana reformasi bukan sekadar perubahan dalam sistem pemerintahan, tetapi juga perubahan dalam cara berpikir dan bertindak. Ada unsur humor, ketakutan, kemiskinan, dan harapan yang semuanya menyatu dalam realitas kehidupan saat itu.

Puisi ini bercerita tentang dinamika gerakan reformasi dengan menampilkan potongan-potongan peristiwa dari sudut pandang individu-individu yang terlibat di dalamnya. Penyebutan waktu dalam puisi—seperti "jam 4 siang nanti," "jam 9 malam nanti," hingga "jam 12 malam"—menunjukkan perjalanan waktu dalam perjuangan reformasi. Nama-nama yang disebutkan bisa merujuk pada tokoh nyata ataupun fiktif yang berperan dalam pergerakan tersebut. Ada juga penyebutan elemen-elemen keseharian seperti kopi, singkong goreng, dan sapu tangan yang mencerminkan bagaimana reformasi bukan hanya terjadi di level elite politik, tetapi juga menyentuh kehidupan rakyat biasa.

Majas

Afrizal Malna menggunakan berbagai majas dalam puisinya, termasuk:
  • Metafora – Misalnya, "hantu-hantu politik akan membuat sebuah demokrasi dari sapu tangan dan gergaji" yang menggambarkan bagaimana demokrasi terbentuk dengan cara yang tidak selalu bersih atau ideal.
  • Personifikasi – "Apinya menyambar seperti tangan-tangan sibuk mencari pegangan" yang memberi kesan bahwa api (kemarahan, perlawanan) memiliki sifat manusiawi.
  • Ironi – Ada unsur sindiran dalam beberapa baris puisi, misalnya "politik dari singkong goreng," yang mungkin ingin menunjukkan bagaimana politik di Indonesia sering kali bersentuhan dengan hal-hal remeh namun berdampak besar.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji visual, auditif, dan taktil yang membantu pembaca membayangkan situasi yang terjadi:
  • Imaji visual: "panggung yang gugup menerima kebebasan," "foto copy, fax, rekaman mayat-mayat dibakar."
  • Imaji auditif: "pidato yang penuh batu," "kendang mulai ditabuh."
  • Imaji taktil: "segelas kopi sedikit lebih manis," "arang yang terus membara pada tubuh-tubuh."
Puisi "Reformasi Jam 1 Siang dan Telur Asin" merupakan potret puitis tentang dinamika reformasi yang digambarkan dengan bahasa yang padat makna, kaya akan simbol, serta menyajikan suasana yang beragam dari absurditas hingga keseriusan. Afrizal Malna tidak memberikan jawaban atau kesimpulan konkret dalam puisinya, tetapi lebih pada menggambarkan realitas dengan gaya yang khas, menuntut pembaca untuk merenung dan menafsirkan sendiri maknanya.

Puisi Afrizal Malna
Puisi: Reformasi Jam 1 Siang dan Telur Asin
Karya: Afrizal Malna

Biodata Afrizal Malna:
  • Afrizal Malna lahir pada tanggal 7 Juni 1957 di Jakarta.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Menolak Jarak: kawan (hawa) satu angkatanIni hari macam ditikam sunyiBunyi-bunyi istirahat lebih dulu dari mukimAda segala suara yang terpinggir di kepalakuAda suara-suara matamu m…
  • Astagfirullah astagfirullah penuh sadar astagfirullah sepenuh istigfar maka sudah remuk-redamlah aku dari debu kembali sezarrah debu walau debu sudah fitrahnya hanya kelu…
  • Perempuan Yang membentang sajadah di belakang suaminya Yang memberi air hidup darah dagingnya Yang mengalunkan dendang dalam tangis anak anaknya Yang membisikkan dongeng sebe…
  • Berlagu Hatiku Bertangkai bunga kusunting kujunjung kupuja, kurenung berlagu hatiku bagai seruling kukira sekalini menyecap untung. Dalam hatiku kuikat istana k…
  • Dukaku adalah Dukamu: Untuk yang teristimewa batch 33Sampai sekarang aku masih mati-matian mengakhiri dendam terhadap kenangan antara kitaMemberi jeda air mata seperti menolak huja…
  • Hamba BuruhAku menimbang-nimbang mungkin,        Kita berdua menjadi satu;Gaji dihitung-hitung.        Cukup tidak untuk berdua.Hati ingin s…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.