Puisi: Rahim (Karya Oka Rusmini)

Puisi "Rahim" menyoroti bagaimana tubuh perempuan dan rahimnya menjadi simbol kesuburan sekaligus arena eksploitasi, di tengah dunia yang keras, ...
Rahim

maka menggelombanglah tanah
memecah akar pohon
remahnya digiring nelayan ke laut

perempuan-perempuan
datang dengan dada terbuka
segenggam pasir
dan air laut yang enggan jadi garam
satu demi satu menenggelamkan tubuhnya
butir pasir leluasa menerobos liang miliknya

kuinginkan anak-anak 
yang menyusu pada ikan hiu

orang-orang datang
tubuhnya berdaun pedang
mulut mereka terbuka
sambil menabur tambur
memanggil seluruh pendeta

para perempuan mengurai rambut
helai demi helai
menjelma perahu

kuhanyutkan rahim penuh bibit
kuinginkan pulau penuh rumput
sesekali burung meneteskan bibit telurnya

pulanglah,
selagi matahari tak mampu membakar urat kulitmu
orang-orang bertubuh pedang melempar jangkar

jangan sentuh tubuhku
aku ingin menari
tak akan kubuka mata
untuk daging-daging berdenyut yang dihanyutkan
dalam keranjang-keranjang plastik

ketika perempuan tidak lagi bisa mengalirkan susu
ke dalam tempurung tulang anaknya

diletakkannya dagingnya
di kandang sapi

1998

Sumber: Patiwangi (2003)

Analisis Puisi:

Puisi "Rahim" mengangkat tema perempuan, tubuh, dan kesuburan yang dihadapkan pada kekerasan sosial dan ekologis. Puisi ini menyoroti bagaimana tubuh perempuan dan rahimnya menjadi simbol kesuburan sekaligus arena eksploitasi, di tengah dunia yang keras, penuh luka, dan dipenuhi pengabaian terhadap tubuh dan alam.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini sangat kaya. Melalui simbol rahim, Oka Rusmini menyuarakan bagaimana tubuh perempuan sering kali diperlakukan seperti tanah yang digarap tanpa peduli pada luka-lukanya. Rahim yang mestinya sakral, tempat lahirnya kehidupan, justru dihubungkan dengan kekerasan, eksploitasi, dan keterasingan.

Lebih dalam, puisi ini juga menyinggung hubungan antara perempuan, alam, dan tradisi. Alam yang rusak, rahim yang tercederai, dan perempuan yang kehilangan hak atas tubuhnya sendiri — semua ini membentuk kritik terhadap budaya patriarki yang menindas perempuan melalui tubuh dan fungsi biologisnya.

Puisi ini bercerita tentang perjalanan perempuan dalam mempertahankan rahimnya, tubuhnya, dan identitasnya di tengah dunia yang keras dan patriarkal. Perempuan dalam puisi ini bukan sekadar sosok biologis, melainkan simbol alam yang digali, diambil hasilnya, kemudian dibiarkan rusak.

Rahim perempuan diibaratkan sebagai ruang subur yang terus-menerus diperebutkan dan direbut paksa, sementara tubuhnya tak lebih dari alat produksi yang dipandang sebatas fungsi melahirkan. Puisi ini menggambarkan kesakitan, pemberontakan, sekaligus harapan perempuan untuk tetap memiliki kendali atas rahim dan tubuhnya sendiri.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa penuh luka, getir, mistis, sekaligus memberontak. Ada aura kesedihan yang samar bercampur dengan kemarahan perempuan-perempuan yang dipaksa tunduk pada tradisi dan kekuasaan yang menindas. Namun di balik itu semua, terselip ketegaran dan keberanian perempuan yang menolak tunduk sepenuhnya.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Melalui puisi ini, Oka Rusmini menyampaikan pesan bahwa perempuan harus berani mengambil alih kuasa atas tubuhnya sendiri. Rahim bukanlah sekadar ruang biologis yang fungsinya ditentukan oleh tradisi, agama, atau kekuasaan, melainkan ruang spiritual dan identitas perempuan yang mesti dihormati.

Puisi ini juga mengajak kita merenungkan hubungan antara perempuan, alam, dan budaya. Jika perempuan terus-menerus dianggap sebatas alat reproduksi, dan alam terus dieksploitasi tanpa batas, maka yang lahir bukan kehidupan baru, melainkan kematian yang sunyi.

Imaji

Puisi ini sarat dengan imaji visual, imaji sensorik, dan imaji simbolik:
  • Tanah yang menggelombang dan memecah akar pohon menciptakan imaji visual tentang kehancuran alam yang terjadi beriringan dengan luka-luka perempuan.
  • Perempuan datang dengan dada terbuka dan menenggelamkan tubuhnya ke laut menciptakan imaji sensorik yang menyakitkan sekaligus penuh ketakutan.
  • Rahim yang dihanyutkan penuh bibit melahirkan imaji simbolik tentang kesuburan yang dipaksa pergi oleh kekuasaan yang rakus.

Majas

Beberapa majas yang hadir dalam puisi ini:
  • Metafora: Rahim sebagai simbol kesuburan, kehidupan, sekaligus medan konflik tubuh perempuan. Perempuan yang menjelma perahu menunjukkan perempuan sebagai kendaraan sejarah yang terombang-ambing di lautan patriarki.
  • Personifikasi: Pasir yang menerobos liang milik perempuan, memberi kesan bahwa alam pun ikut merenggut privasi tubuh perempuan.
  • Simbolisme: "Orang-orang bertubuh pedang" melambangkan kekuasaan patriarki yang mengancam tubuh perempuan. "Burung yang meneteskan bibit telurnya" menjadi simbol harapan bahwa kehidupan bisa tetap lahir meski di tengah kehancuran.
Puisi "Rahim" karya Oka Rusmini adalah puisi yang menggugah kesadaran kita tentang bagaimana tubuh perempuan dan alam sama-sama menjadi korban eksploitasi budaya patriarki. Rahim yang seharusnya menjadi ruang sakral justru menjadi objek rebutan dan pengendalian, sama seperti tanah yang terus dieksploitasi tanpa henti.

Oka Rusmini dengan cerdas menyusun simbol, metafora, dan imaji untuk meramu kritik sosial yang puitis namun tajam. Ini bukan sekadar puisi tentang tubuh perempuan, tetapi juga narasi panjang tentang bagaimana perempuan, tanah air, dan tradisi saling berkelindan dalam luka sejarah yang panjang.

Oka Rusmini
Puisi: Rahim
Karya: Oka Rusmini

Biodata Oka Rusmini:
  • Oka Rusmini lahir di Jakarta pada tanggal 11 Juli 1967.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Potret (1) Aku telah tumpahkan tetes darah paling hitam pada secangkir kertas putih kunikmati wajahku dengan rumbai yang melintang menarik gurat tersendiri pada sud…
  • Pulanginilah perjalanan terakhirkucium setiap telapak kaki yang kaukuburbunga-bunga kuciptakan dari berpuluh tahun impianyang kutanam sejak kanak-kanaksering kubertanya pada tumpuk…
  • Minggu, 26-12-04 Pukul berapa ini? Langit terlihat lebih jernih. Bau apa yang datang? Begitu dingin, bukan bau bunga jeumpa. Juga tidak suara daun kelapa disentuh sapuan buih l…
  • Bajang-Bajang (1) Kau bisa memandang dengan matamu yang hitam? Lalu kautelanjangi satu demi satu rangkaian yang bertengger di Kuri Gede Kau diam ketika semburat warna dan tan…
  • Pengembara Rimba Laut Biar kulukis setiap Rahim buih laut Toreh tubuhmu Lahirkan daun dan bunga karang Dari kepucatan warna waktumu Dengan taksu, awan mewarnai laut Pasi…
  • Mencari Sketsa Wajah Tuhan (?) bau dupa, lawar anyir, sesaji busuk kupas nyawa dalam nyali jiwa melompong melahirkan jerih yang makin menggelepar nafas kerauhan dan wajah-w…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.