Puisi: Putra Sang Fajar (Karya Bung Karno)

Puisi "Putra Sang Fajar" bercerita tentang kelahiran dan perjalanan hidup Bung Karno sebagai seorang pemimpin yang ditakdirkan untuk membawa ...

Putra Sang Fajar


Abad ini adalah suatu zaman di mana bangsa-bangsa baru
dan merdeka di benua Asia dan Afrika mulai berkembang
Berkembangnya negara-negara sosialis
yang meliputi seribu juta manusia
Abad ini pun dinamakan abad atom
dan abad ruang angkasa

Dan mereka yang dilahirkan dalam Abad Revolusi kemanusiaan ini
terpikat oleh suatu kewajiban untuk menjalankan
tugas-tugas kepahlawanan

Hari lahirku ditandai oleh angka serba enam
Tanggal enam bulan enam. Adalah menjadi nasibku yang
paling baik untuk dilahirkan dengan bintang Gemini,
lambang kekembaran. Dan memang itulah sesungguhnya
Dua sifat yang berlawanan
Aku bisa lunak dan aku bisa cerewet
Aku bisa keras dan laksana baja
dan aku bisa lembut berirama
Pembawaanku adalah paduan dari pada
pikiran sehat dan getaran perasaan.
Aku seorang yang suka memaafkan,
akan tetapi aku pun seorang yang keras kepala
Aku menjebloskan musuh-musuh negara ke belakang jerajak besi
namun demikian aku tidak sampai hati
membiarkan burung terkurung di dalam sangkar

Aku menjatuhkan hukuman mati
namun aku tak pernah mengangkat tangan
untuk memukul mati seekor nyamuk
sebaliknya aku berbisik kepada binatang itu
"hayo, nyamuk, pergilah
jangan kau gigit aku"

Karena aku terdiri dari dua belahan
aku dapat memperlihatkan segala rupa
aku dapat mengerti segala pihak
aku memimpin semua orang
boleh jadi ini secara kebetulan bersamaan
boleh jadi juga pertanda lain.
Akan tetapi kedua belahan dari watakku itu
menjadikanku seorang yang merangkul semuanya.

Ibu telah memberikan pangestu kepadaku
ketika aku baru berumur beberapa tahun
Di pagi itu ia sudah bangun sebelum matahari terbit
dan duduk di dalam gelap di beranda muka kami yang kecil
tiada bergerak. Ia tidak berbuat apa-apa
ia tiada berkata apa-apa
hanya memandang arah ke timur
dan dengan sabar menantikan hari akan siang

Aku pun bangun dan mendekatinya
diulurkannya kedua belah tangannya
dan meraih badanku yang kecil ke dalam pelukannya
Sambil mendekapkan tubuhku ke dadanya
ia memelukku dengan tenang.
Kemudian dia berbicara dengan suara lunak
"Engkau sedang memandangi fajar, nak.
Ibu katakan kepadamu, kelak engkau akan menjadi
orang yang mulia, engkau akan menjadi
pemimpin dari rakyat kita.
Karena ibu melahirkanmu jam setengah enam pagi
di saat fajar mulai menyingsing
Kita orang jawa mempunyai satu kepercayaan
bahwa orang yang dilahirkan di saat matahari terbit
nasibnya telah ditakdirkan terlebih dahulu
Jangan lupakan itu
Jangan sekali-kali kau lupakan, nak bahwa
engkau ini putra dari Sang Fajar."

Bersamaan dengan kelahiranku
menyingsinglah fajar dari suatu hari yang baru
dan menyingsing pulalah fajar dari satu abad yang baru
Karena aku dilahirkan di tahun 1901

Bagi Bangsa Indonesia abad ke sembilan belas
merupakan zaman yang gelap
sedangkan zaman sekarang baginya adalah
zaman yang terang-benderang dalam menaiknya
pasang revolusi kemanusiaan

Masih ada pertanda lain ketika aku dilahirkan
Gunung Kelud, yang tidak jauh letaknya dari tempat kami, meletus
Orang yang percaya kepada tahyul meramalkan,
"Ini adalah penyambutan terhadap bayi Sukarno"

Sebaliknya orang Bali mempunyai kepercayaan lain
kalau Gunung Agung meletus ini berarti
bahwa rakyat telah melakukan maksiat
Jadi orang pun dapat mengatakan
bahwa Gunung Kelud sebenarnya tidak menyambut bayi Sukarno
Gunung Kelud malah menyatakan kemarahannya
karena anak yang jahat lahir ke muka bumi ini
Berlainan dengan pertanda-pertanda yang
mengiringi kelahiran itu
maka kelahiran itu sendiri sangatlah menyedihkan
Bapak tidak mampu memanggil dukun
untuk menolong anak yang akan lahir

Keadaan kami terlalu ketiadaan
Satu-satunya orang yang menghadapi itu
ialah seorang kawan dari keluarga kami
seorang kakek yang sudah terlalu amat tua
Dialah, dan tak ada orang lain selain orang tua itu
yang menyambutku menginjak dunia ini.

Sumber: Puisi-Puisi Revolusi Bung Karno (2002)

Catatan:
Buku Puisi-Puisi Revolusi Bung Karno (2002) dihimpun oleh Maman S. Tegeg. Maman merangkai tulisan-tulisan (termasuk pidato) karya Bung Karno (yang dikutip dari berbagai sumber) menjadi bentuk sajak/puisi.

Analisis Puisi:

Puisi "Putra Sang Fajar" mencerminkan perjalanan hidup serta makna filosofis di balik kelahiran. Puisi ini tidak hanya menggambarkan biografi pribadi, tetapi juga mengandung pesan historis dan semangat perjuangan bagi bangsa Indonesia.

Tema

Puisi ini mengusung beberapa tema utama, yaitu:
  1. Identitas dan Takdir Seorang Pemimpin – Bung Karno menegaskan bahwa dirinya memiliki takdir besar yang telah ditetapkan sejak kelahirannya.
  2. Perjuangan dan Revolusi – Puisi ini menyoroti perubahan zaman dari kegelapan kolonialisme menuju terang kemerdekaan.
  3. Hubungan dengan Alam dan Pertanda Sejarah – Bung Karno menghubungkan momen kelahirannya dengan berbagai pertanda alam, seperti letusan Gunung Kelud.
  4. Peran Ibu dalam Kehidupan dan Spiritualitas – Ibunya memiliki pengaruh besar dalam membentuk keyakinannya terhadap takdirnya sebagai pemimpin.

Makna

Puisi "Putra Sang Fajar" memiliki makna yang mendalam dalam menggambarkan Bung Karno sebagai pemimpin yang ditakdirkan untuk membawa perubahan. Ia menggambarkan sifat-sifatnya yang kontradiktif namun saling melengkapi:
  1. Kuat dan lembut – Bung Karno menggambarkan dirinya sebagai pribadi yang bisa keras seperti baja tetapi juga memiliki kelembutan hati.
  2. Kepemimpinan yang memahami semua pihak – Ia melihat dirinya sebagai sosok pemimpin yang bisa merangkul semua elemen masyarakat.
  3. Takdir sebagai pembawa perubahan – Bung Karno percaya bahwa kelahirannya bukanlah kebetulan, melainkan bagian dari skenario sejarah yang lebih besar.

Makna Tersirat

Selain makna tersurat, puisi ini juga mengandung makna tersirat yang menggambarkan filosofi kepemimpinan dan perjuangan:
  1. Takdir Tidak Dapat Dihindari – Sejak kecil, Bung Karno telah ditanamkan keyakinan bahwa ia akan menjadi pemimpin besar.
  2. Perjuangan adalah Bagian dari Kehidupan – Dari latar belakang keluarganya yang sederhana hingga letusan Gunung Kelud saat ia lahir, semua mengisyaratkan jalan hidup yang penuh tantangan.
  3. Sejarah dan Alam sebagai Saksi Perjuangan – Bung Karno percaya bahwa peristiwa alam dan tanda-tanda sejarah memiliki makna bagi perjalanannya.
  4. Kepemimpinan yang Berlandaskan Rasa dan Akal – Ia menggambarkan dirinya sebagai pemimpin yang tidak hanya berpikir logis tetapi juga memiliki empati yang besar.
Puisi ini bercerita tentang kelahiran dan perjalanan hidup Bung Karno sebagai seorang pemimpin yang ditakdirkan untuk membawa revolusi bagi bangsanya. Ia merefleksikan pengalaman pribadinya, mulai dari kelahirannya yang diiringi berbagai pertanda, pengaruh ibunya dalam membentuk kepercayaan dirinya, hingga keyakinannya bahwa ia adalah bagian dari sejarah besar bangsa Indonesia.

Puisi ini juga menjadi bentuk narasi personal yang menunjukkan betapa eratnya hubungan antara Bung Karno, sejarah, dan takdir bangsa Indonesia. Ia ingin menegaskan bahwa kemerdekaan dan perjuangan bukanlah kebetulan, melainkan bagian dari proses panjang yang harus terus diperjuangkan oleh setiap generasi.

Dengan gaya bahasa yang kuat dan penuh simbolisme, puisi ini menjadi cerminan dari karakter dan pemikiran Bung Karno sebagai pemimpin revolusioner yang percaya pada sejarah, takdir, dan kebangkitan bangsa.

Ir. Soekarno
Puisi: Putra Sang Fajar
Karya: Bung Karno

Biodata Bung Karno/Ir. Soekarno:
  • Ir. Soekarno (EYD: Sukarno) merupakan Presiden Indonesia (1945-1967).
  • Ir. Soekarno, sering disapa Bung Karno, lahir pada tanggal 6 Juni 1901 di Soerabaja, Oost Java, Hindia Belanda.
  • Ir. Soekarno meninggal dunia karena gangguan ginjal pada tanggal 21 Juni 1970 di Jakarta, Indonesia.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.