Analisis Puisi:
Puisi "Pelajaran Biologi" karya F. Rahardi adalah salah satu karya sastra yang mengemas kritik sosial dengan cara yang unik dan jenaka. Melalui dialog antara ibu guru dan murid-muridnya, puisi ini menghadirkan pelajaran biologi tentang tikus. Namun, di balik pembahasan ilmiah yang ringan itu, terselip makna yang jauh lebih dalam tentang fenomena sosial dan realitas di masyarakat.
Tema
Tema utama dalam puisi "Pelajaran Biologi" adalah kritik sosial terhadap korupsi dan perilaku para pejabat atau penguasa yang diibaratkan seperti tikus. F. Rahardi dengan cerdas menggunakan metafora tikus sebagai simbol yang mewakili koruptor dan perilaku culas yang merugikan masyarakat.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini mengacu pada sindiran tajam terhadap sifat serakah, rakus, dan kebiasaan mencuri yang dilekatkan pada tikus, yang pada dasarnya juga mencerminkan perilaku sebagian oknum penguasa di Indonesia. Tikus di kelas biologi bukan sekadar binatang pengerat, melainkan simbol manusia yang tak bermoral, gemar mencuri, dan merugikan rakyat.
Bahkan, ketika ibu guru bertanya mengapa tikus suka mencuri, para murid menjawab spontan: “Memang sudah diatur dari sononya, Bu.” Jawaban ini mengandung kritik bahwa perilaku koruptif sudah dianggap lumrah dan diwariskan secara turun-temurun di negeri ini.
Puisi ini bercerita tentang suasana di kelas saat pelajaran biologi berlangsung. Sang ibu guru menerangkan tentang tikus dengan bahasa ilmiah, menjelaskan ciri-ciri fisik, habitat, hingga siklus reproduksinya. Namun, perlahan pelajaran itu berubah menjadi kritik sosial yang menyindir fenomena korupsi melalui perumpamaan tikus berdasi.
Tikus berdasi tentu merujuk pada pejabat atau penguasa yang kelihatannya rapi dan terhormat, namun di balik itu, mereka menjalankan praktik-praktik kotor seperti mencuri uang rakyat.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini terkesan humor, santai, dan penuh kelucuan khas suasana kelas, tetapi di balik humor itu tersembunyi sindiran tajam. F. Rahardi membangun suasana kelas yang hidup, dengan percakapan yang terasa sangat alami, seperti kelas anak SD yang polos, namun justru menyuarakan kejujuran yang pedas tentang realitas sosial.
Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi
Pesan yang disampaikan puisi ini cukup jelas, yaitu kritik terhadap budaya korupsi yang sudah mengakar di masyarakat, bahkan dianggap sebagai hal yang wajar dan diwariskan secara turun-temurun. Melalui pelajaran biologi tentang tikus, F. Rahardi mengajak pembaca merenung bahwa sifat rakus dan culas bisa melekat di mana saja, baik pada tikus di got maupun tikus berdasi di kantor-kantor pemerintahan.
Puisi ini juga menyampaikan bahwa pendidikan seharusnya tidak hanya sebatas hafalan ilmiah, tetapi juga membentuk kesadaran moral dan sikap kritis terhadap kondisi sosial di sekitarnya.
Imaji
Puisi ini menghadirkan imaji visual dan auditori yang kuat. Pembaca bisa membayangkan suasana kelas dengan ibu guru yang menerangkan pelajaran, murid-murid yang riuh menjawab pertanyaan, hingga gambaran tikus-tikus di rumah, sawah, dan got. Imaji tentang tikus berdasi juga membawa bayangan pejabat yang berjas rapi tapi menyimpan kelicikan di balik tampilannya.
Majas
Puisi Pelajaran Biologi dipenuhi dengan majas metafora dan ironi. Tikus menjadi metafora yang melambangkan koruptor, sementara dialog-dialog jenaka di kelas mengandung ironi yang menyentil realitas sosial.
Contoh majas:
- Tikus berdasi sebagai metafora pejabat korup.
- Kalimat “Memang sudah diatur dari sononya Bu” adalah bentuk ironi sosial, di mana anak-anak yang polos justru menyampaikan fakta menyakitkan tentang kebiasaan korupsi yang dianggap wajar.
Puisi "Pelajaran Biologi" karya F. Rahardi bukan sekadar puisi tentang pelajaran ilmu pengetahuan, tetapi sebuah kritik tajam terhadap fenomena sosial yang terjadi di Indonesia. Dengan gaya bahasa yang ringan, penuh humor, namun sarat sindiran, F. Rahardi berhasil menunjukkan bahwa puisi dapat menjadi cermin yang mengungkap kebobrokan moral masyarakat.
Karya: F. Rahardi
Biodata F. Rahardi:
- F. Rahardi (Floribertus Rahardi) lahir pada tanggal 10 Juni 1950 di Ambarawa, Jawa Tengah.