Musnahlah Kekayaan-Kekayaan Itu
Dengan perkataan lain
kaum modal partikelir mempunyai
kepentingan atas rendahnya tenaga produksi
dan rendahnya tingkat pergaulan hidup kami
imperialisme-modern
menghalang-halangi kemajuan
pergaulan hidup kami
imperialisme-modern
membikin rakyat bumiputra
menjadi bangsa yang terdiri
dari kaum buruh belaka
dan membikin Hindia menjadi
si buruh di dalam pergaulan bangsa-bangsa
Dan si buruh yang bagaimana
Tuan-tuan Hakim!
si buruh yang loonen-nya minimum loonen
si buruh yang wirtschaft-nya minimum wirschaft!
si buruh yang upahnya upah kokro
Hati-Nasional tentu berontak
atas kejahatan imperialisme-modern
yang demikian itu
Lagi pula
siapakah nanti yang bisa
mengembalikan lagi kekayaan-kekayaan Indonesia
yang diambil oleh mijnberdrijven partikelir
yakni perusahaan-perusahaan tambang partikelir
sebagai timah, arang batu, minyak
Siapakah nanti yang bisa
mengembalikan lagi kekayaan-kekayaan tambang itu?
Musnah
musnahlah kekayaan-kekayaan itu
buat selama-lamanya bagi kami
Musnah
musnahlah buat selama-lamanya
bagi pergaulan hidup Indonesia
masuk ke dalam kantong beberapa pemegang andil belaka
Sumber: Puisi-Puisi Revolusi Bung Karno (2002)
Catatan:
Buku Puisi-Puisi Revolusi Bung Karno (2002) dihimpun oleh Maman S. Tegeg. Maman merangkai tulisan-tulisan (termasuk pidato) karya Bung Karno (yang dikutip dari berbagai sumber) menjadi bentuk sajak/puisi.
Analisis Puisi:
Puisi "Musnahlah Kekayaan-Kekayaan Itu" karya Bung Karno merupakan bentuk kritik sosial dan politik terhadap imperialisme yang merampas kekayaan Indonesia. Puisi ini mencerminkan perjuangan Bung Karno melawan kolonialisme serta ketimpangan ekonomi yang terjadi akibat eksploitasi sumber daya alam oleh pihak asing.
Tema Puisi
Puisi ini mengangkat beberapa tema utama, yaitu:
- Imperialisme dan Eksploitasi – Puisi ini mengkritik bagaimana imperialisme modern mengekang perkembangan bangsa Indonesia dan menghambat kemajuan rakyatnya.
- Ketimpangan Sosial dan Ekonomi – Bung Karno menggambarkan penderitaan rakyat akibat sistem ekonomi yang menindas, di mana buruh mendapatkan upah minimum sementara kekayaan alam Indonesia justru mengalir ke kantong para pemodal asing.
- Nasionalisme dan Perlawanan – Terdapat seruan untuk membangkitkan kesadaran nasional terhadap ketidakadilan yang terjadi akibat penjajahan ekonomi.
- Kerugian yang Tidak Tergantikan – Puisi ini menyoroti bahwa sumber daya alam yang telah dirampas tidak bisa dikembalikan lagi kepada bangsa Indonesia, sehingga merugikan generasi mendatang.
Makna Puisi
Secara garis besar, puisi ini merupakan kritik tajam terhadap imperialisme yang menghisap kekayaan alam Indonesia dan menempatkan rakyatnya dalam kondisi ekonomi yang memprihatinkan. Bung Karno menggambarkan bagaimana rakyat Indonesia hanya dijadikan buruh dalam sistem kapitalisme global, dengan upah yang minim dan kesejahteraan yang jauh dari layak.
Selain itu, puisi ini juga menunjukkan kekhawatiran terhadap masa depan bangsa Indonesia. Kekayaan tambang seperti minyak, timah, dan batu bara yang dieksploitasi oleh perusahaan asing tidak hanya menghilangkan sumber daya negara, tetapi juga mengancam kesejahteraan generasi berikutnya.
Makna Tersirat
Di balik kata-kata yang tegas dan eksplisit, puisi ini juga menyimpan makna tersirat yang lebih mendalam:
- Seruan untuk Kesadaran Nasional – Bung Karno ingin membangkitkan rasa nasionalisme di kalangan rakyat agar mereka menyadari ketidakadilan yang terjadi dan tidak tinggal diam menghadapi eksploitasi oleh asing.
- Peringatan akan Bahaya Kapitalisme – Sistem ekonomi yang hanya menguntungkan segelintir pemodal asing dianggap Bung Karno sebagai bentuk penjajahan modern yang lebih halus tetapi tetap merugikan bangsa Indonesia.
- Keprihatinan terhadap Kehancuran Sumber Daya Alam – Selain menyoroti aspek ekonomi, puisi ini juga mengingatkan bahwa eksploitasi sumber daya yang tidak terkendali akan menyebabkan kehancuran yang tidak bisa diperbaiki.
Puisi ini bercerita tentang penindasan ekonomi yang dialami rakyat Indonesia akibat imperialisme modern. Bung Karno menyoroti bagaimana kapitalisme global telah mengubah rakyat Indonesia menjadi buruh dengan upah rendah, sementara kekayaan alam Indonesia justru dinikmati oleh segelintir pemodal asing.
Melalui puisinya, Bung Karno menyampaikan bahwa eksploitasi ini tidak hanya menyebabkan penderitaan ekonomi bagi rakyat, tetapi juga merampas hak mereka untuk menikmati kekayaan negaranya sendiri. Bahkan, ia menekankan bahwa banyak dari kekayaan alam tersebut telah musnah dan tidak bisa dikembalikan lagi kepada bangsa Indonesia.
Dengan gaya yang berapi-api, puisi ini tidak sekadar menjadi refleksi atas kondisi yang terjadi saat itu, tetapi juga menjadi seruan perjuangan bagi rakyat Indonesia agar bangkit melawan penjajahan dalam bentuk baru. Bung Karno ingin menanamkan kesadaran bahwa kemerdekaan sejati bukan hanya soal lepas dari penjajahan politik, tetapi juga harus bebas dari dominasi ekonomi oleh asing.
Karya: Bung Karno
Biodata Bung Karno/Ir. Soekarno:
- Ir. Soekarno (EYD: Sukarno) merupakan Presiden Indonesia (1945-1967).
- Ir. Soekarno, sering disapa Bung Karno, lahir pada tanggal 6 Juni 1901 di Soerabaja, Oost Java, Hindia Belanda.
- Ir. Soekarno meninggal dunia karena gangguan ginjal pada tanggal 21 Juni 1970 di Jakarta, Indonesia.