Membangun Kebanggaan
Manusia tidak hanya cukup untuk makan
Sungguhpun gang-gang di Jakarta penuh lumpur
dan jalanan masih kurang
namun aku telah membangun gedung-gedung bertingkat
sebuah jembatan berbentuk daun semanggi
jalan raya yang hebat yang dikenal dengan Jakarta Bypass
dan menamai jalan dengan nama-nama para pahlawan kami
Jalan Diponegoro, Jalan Thamrin, Jalan Cokroaminoto dan lain-lain
Banyak orang berhati katak
dengan mentalitas warung kopi
menghitung-hitung pengeluaran itu
dan menuduhkan menghamburkan harta rakyat
ini semua bukan untuk kejayaanku
semua ini dibangun demi kejayaan bangsa
supaya bangsaku dihargai oleh seluruh dunia
Tulang punggung tanah airku membeku
ketika mendengar pertandingan Asian Games 1963
akan diadakan di ibukotanya
Kami lalu mendirikan stadion dengan atap melingkar
yang tak ada duanya di dunia
Kota-kota lain mempunyai stadion yang lebih besar
tapi tak satu pun yang mempunyai
atap melingkar seperti kepunyaan kami
Yah, memberantas kelaparan memang penting
akan tetapi memberi makan jiwa yang
telah diinjak-injak dengan sesuatu
yang dapat membangkitkan kebanggaan mereka
ini pun penting
Sumber: Puisi-Puisi Revolusi Bung Karno (2002)
Catatan:
Buku Puisi-Puisi Revolusi Bung Karno (2002) dihimpun oleh Maman S. Tegeg. Maman merangkai tulisan-tulisan (termasuk pidato) karya Bung Karno (yang dikutip dari berbagai sumber) menjadi bentuk sajak/puisi.
Analisis Puisi:
Puisi "Membangun Kebanggaan" karya Bung Karno menyoroti pentingnya pembangunan fisik dan mental dalam membangun kejayaan bangsa. Bung Karno menyampaikan gagasannya tentang nasionalisme, harga diri bangsa, dan pembangunan yang tidak hanya berorientasi pada kebutuhan dasar, tetapi juga kebanggaan dan martabat.
Tema Puisi
Puisi ini mengangkat beberapa tema utama, di antaranya:
- Nasionalisme dan Kebanggaan Bangsa – Bung Karno menegaskan bahwa pembangunan bukan hanya untuk kepentingan fisik, tetapi juga untuk membangun kebanggaan nasional.
- Pembangunan sebagai Upaya Meningkatkan Martabat Bangsa – Pembangunan infrastruktur seperti jalan, gedung, stadion, dan jembatan tidak hanya bersifat material, tetapi juga sebagai simbol kemajuan bangsa.
- Kritik terhadap Mentalitas Pesimis dan Rendah Diri – Bung Karno mengecam orang-orang yang hanya berfokus pada pengeluaran tanpa memahami nilai strategis dari pembangunan.
- Pentingnya Memenuhi Kebutuhan Spiritual dan Moral Bangsa – Selain kebutuhan makan, bangsa juga membutuhkan kebanggaan dan semangat untuk bangkit dari keterpurukan.
Makna Puisi
Puisi ini menggambarkan bagaimana Bung Karno melihat pembangunan sebagai cara untuk membangkitkan kebanggaan rakyat Indonesia.
"Manusia tidak hanya cukup untuk makan"
Menunjukkan bahwa kebutuhan manusia tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga mencakup kebanggaan, identitas, dan harga diri.
"Namun aku telah membangun gedung-gedung bertingkat / sebuah jembatan berbentuk daun semanggi / jalan raya yang hebat yang dikenal dengan Jakarta Bypass"
Bung Karno menyoroti pembangunan infrastruktur sebagai simbol kemajuan Indonesia di mata dunia.
"Banyak orang berhati katak / dengan mentalitas warung kopi / menghitung-hitung pengeluaran itu"
Kritik terhadap mereka yang hanya melihat pembangunan dari sisi biaya tanpa memahami manfaat jangka panjangnya bagi bangsa.
"Tulang punggung tanah airku membeku / ketika mendengar pertandingan Asian Games 1963 / akan diadakan di ibukotanya"
Ajang internasional seperti Asian Games menjadi pemicu semangat untuk membangun infrastruktur yang membanggakan Indonesia.
"Yah, memberantas kelaparan memang penting / akan tetapi memberi makan jiwa yang telah diinjak-injak"
Bung Karno menegaskan bahwa kebanggaan dan martabat bangsa sama pentingnya dengan kebutuhan fisik.
Makna Tersirat
Di balik kata-kata eksplisitnya, puisi ini juga memiliki pesan-pesan tersirat yang dalam:
- Pembangunan Bukan Sekadar Fisik, tetapi Mental dan Kebudayaan – Infrastruktur yang megah bukan hanya untuk kepentingan ekonomi, tetapi juga untuk menanamkan rasa bangga dalam diri rakyat.
- Menolak Sikap Pesimis dan Rendah Diri – Bung Karno mengkritik mereka yang selalu meragukan upaya besar bangsa dan lebih memilih untuk berpikir kecil.
- Indonesia Harus Dihormati di Mata Dunia – Dengan membangun sesuatu yang unik dan berkelas dunia, bangsa Indonesia bisa mendapatkan pengakuan internasional.
- Menghubungkan Masa Lalu dan Masa Depan – Dengan menamai jalan-jalan sesuai nama pahlawan, Bung Karno menunjukkan bahwa pembangunan tidak melupakan sejarah, tetapi justru meneruskan perjuangan para pendahulu.
Puisi ini bercerita tentang bagaimana pembangunan infrastruktur bukan hanya untuk kebutuhan ekonomi dan fisik, tetapi juga untuk menumbuhkan kebanggaan dan martabat nasional. Bung Karno menyampaikan visinya bahwa pembangunan adalah bagian dari perjuangan bangsa untuk dihormati dan diakui oleh dunia.
Melalui puisi ini, Bung Karno ingin menyampaikan bahwa kemajuan bangsa tidak hanya diukur dari pemenuhan kebutuhan dasar, tetapi juga dari sejauh mana bangsa itu bisa berdiri tegak dengan penuh kebanggaan di hadapan dunia.
Karya: Bung Karno
Biodata Bung Karno/Ir. Soekarno:
- Ir. Soekarno (EYD: Sukarno) merupakan Presiden Indonesia (1945-1967).
- Ir. Soekarno, sering disapa Bung Karno, lahir pada tanggal 6 Juni 1901 di Soerabaja, Oost Java, Hindia Belanda.
- Ir. Soekarno meninggal dunia karena gangguan ginjal pada tanggal 21 Juni 1970 di Jakarta, Indonesia.