Puisi: Masih Adakah Bayang-Bayang Itu (Karya Faisal Baraas)

Puisi "Masih Adakah Bayang-Bayang Itu" karya Faisal Baraas menyajikan perenungan tentang kehidupan, kesendirian, keberadaan, dan takdir manusia ...
Masih Adakah Bayang-Bayang Itu

masih adakah bayang-bayang itu sampai di sini
taman yang baru saja ditinggalkan?
di sekitar sini
waktu pun berangkat, dalam rahasia
dan sejumlah kata
telah disusunkan dengan rela:
- atas nama-Mu, ya Tuhan
  kuterima kodrat yang telah disahkan
  sebagai khalifah yang merdeka
  mengisi bumi yang fana

dan angin pun, mengayun pelan
langit tersapu, biru dan temaram
tapi sepi yang sempat serta
melengkapi semua yang kini tiba
sebab apa yang bernama sendiri
bersiap setia, melangkah ke setiap penjuru
sebab apa yang telah diselesaikan
antara kita, ya Tuhan
sebuah janji dengan harga ditangguhkan
bagi pengakuan yang rela
dan amal setia

ketika musim pun melanda, dan gunung yang angkuh
juga di sini: siapakah yang bernama sepi
yang menyilangkan duka dalam tatapan mata
yang mengucapkan selamat tinggal
yang menggetar di ujung rumputan
pasrah yang telah lama dikenal
turun temurun, diwariskan
bermula pada kami

maka mengapa akan terlena
ketika mengusir putus asa
keberanian pun tak pernah rapuh
ketika kecewa beruntun jatuh
sementara biarkan
malam mempersiapkan diri ke pembaringan
sementara selesaikan
sisa-sisa siang hari
sementara lipatkan
semua yang bernama sepi

detik dan sejarah pun berangkat
menumpas kecewa, adalah gurun
mengering dimakan waktu
adalah ombak, yang selalu ada
adalah malam, gaib dalam beribu rahasia
tapi kami yang sedia
setelah dosa pertama diteteskan
terciptalah jarak lurus pertama
antara-Mu, Tuhan, dan kami
dan wajah-Mu sunyi

sebab kemerdekaan yang Engkau hadiahkan
adalah kemerdekaan yang mencemaskan
maka waktu pun bakal lelah menulis
terbaca di hari penghabisan
ketika perjanjian jual beli diselesaikan

mengeluh karang dalam diam yang abadi
ombak yang terbantun teluk di pulau-pulau sepi
apakah yang tinggal kini, selain rasa
jauh di dasar hati tak teraba
sejumlah kata
telah disusunkan dengan rela:
— atas nama-Mu, ya Tuhan
  kuterima kodrat yang telah disahkan
  sebagai khalifah yang merdeka
  mengisi bumi yang fana

kami pun tahu
abad-abad yang panjang, jarak waktu
merupakan kesempatan yang bisu
maka kami pun bicara
dengan hati yang pekat, hati yang papa
sebab hubungan yang gaib ini
antara-Mu, Tuhan, dan kami
tak boleh berhenti, di sini

maka kami pun menyebut Nama-Mu
pada saat-saat yang hilang, apa lagikah yang berlaku
mempersegar apa yang pernah alpa
memupus dosa yang pernah ada

masih adakah bayang-bayang itu kini
selain wajah-Mu
dalam sunyi

Sumber: Horison (April, 1971)

Analisis Puisi:

Puisi "Masih Adakah Bayang-Bayang Itu" karya Faisal Baraas merupakan sebuah karya yang sarat dengan refleksi spiritual, perenungan eksistensial, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Puisi ini menyajikan perenungan tentang kehidupan, kesendirian, keberadaan, dan takdir manusia sebagai khalifah di bumi.

Dengan bahasa yang puitis dan penuh makna, puisi ini menggambarkan bagaimana manusia terus mencari bayangan kehadiran Tuhan di tengah perjalanan hidup yang penuh misteri dan ketidakpastian.

Pertanyaan tentang Kehadiran Tuhan

Puisi diawali dengan pertanyaan reflektif:

masih adakah bayang-bayang itu sampai di sini
taman yang baru saja ditinggalkan?

Pertanyaan ini mencerminkan kegelisahan manusia tentang eksistensi Tuhan di kehidupan mereka. "Bayang-bayang" dalam konteks ini bisa diartikan sebagai tanda keberadaan Tuhan yang mungkin terasa jauh atau samar.

di sekitar sini
waktu pun berangkat, dalam rahasia

Waktu digambarkan sebagai sesuatu yang terus berjalan dalam "rahasia," menandakan bahwa kehidupan manusia penuh dengan misteri yang hanya bisa dijawab oleh Tuhan.

Keikhlasan sebagai Khalifah di Bumi

Bagian berikutnya menampilkan pengakuan manusia terhadap takdirnya sebagai khalifah di bumi:

- atas nama-Mu, ya Tuhan
kuterima kodrat yang telah disahkan
sebagai khalifah yang merdeka
mengisi bumi yang fana

Manusia menerima tugasnya sebagai khalifah, yaitu pemimpin di dunia, tetapi dunia ini bersifat sementara (fana). Ada ketidakpastian yang menyertai tanggung jawab ini, menimbulkan perasaan cemas dan keraguan.

Kesepian dan Keberanian dalam Menghadapi Takdir

Sepanjang puisi, kesepian menjadi tema yang dominan:

tapi sepi yang sempat serta
melengkapi semua yang kini tiba

Sepi dalam puisi ini menggambarkan kesendirian manusia dalam menghadapi kehidupannya. Namun, ada pesan ketabahan dalam menghadapi takdir:

ketika musim pun melanda, dan gunung yang angkuh
juga di sini: siapakah yang bernama sepi
yang menyilangkan duka dalam tatapan mata

Gunung yang "angkuh" bisa menjadi metafora dari kehidupan yang kokoh tetapi tetap bisa runtuh oleh waktu. Kesedihan dan sepi hadir dalam tatapan mata, tetapi manusia tetap harus bertahan.

Waktu, Dosa, dan Pengakuan

Puisi ini juga berbicara tentang perjalanan waktu dan dosa manusia:

detik dan sejarah pun berangkat
menumpas kecewa, adalah gurun
mengering dimakan waktu

Dosa pertama yang dilakukan manusia menciptakan jarak antara Tuhan dan umat-Nya:

setelah dosa pertama diteteskan
terciptalah jarak lurus pertama
antara-Mu, Tuhan, dan kami
dan wajah-Mu sunyi

Bagian ini merujuk pada kisah kejatuhan manusia pertama (Adam dan Hawa) yang menyebabkan keterpisahan dari Tuhan. "Wajah-Mu sunyi" bisa diartikan sebagai perasaan kehilangan kedekatan dengan Tuhan akibat dosa.

Kemerdekaan yang Mencemaskan

Salah satu bagian terkuat dalam puisi ini adalah refleksi tentang kemerdekaan:

sebab kemerdekaan yang Engkau hadiahkan
adalah kemerdekaan yang mencemaskan

Manusia diberikan kebebasan, tetapi kebebasan itu bisa menjadi beban karena manusia harus bertanggung jawab atas pilihannya.

Harapan dan Penebusan Dosa

Di akhir puisi, ada seruan untuk kembali kepada Tuhan:

maka kami pun menyebut Nama-Mu
pada saat-saat yang hilang, apa lagikah yang berlaku
mempersegar apa yang pernah alpa
memupus dosa yang pernah ada

Bagian ini menunjukkan harapan akan pengampunan Tuhan dan keinginan manusia untuk memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan.

masih adakah bayang-bayang itu kini
selain wajah-Mu
dalam sunyi

Puisi diakhiri dengan pertanyaan reflektif: apakah di tengah kesepian dan kebingungan hidup, manusia masih bisa menemukan kehadiran Tuhan?

Pesan dan Nilai dalam Puisi

Puisi "Masih Adakah Bayang-Bayang Itu" mengandung beberapa pesan utama:
  • Pencarian Spiritual – Manusia terus mencari makna dan tanda keberadaan Tuhan dalam hidupnya.
  • Keikhlasan dalam Menjalani Takdir – Manusia harus menerima perannya sebagai khalifah di bumi, meskipun dunia ini penuh dengan ketidakpastian.
  • Kesepian dan Keberanian – Kesepian adalah bagian dari perjalanan hidup, tetapi manusia harus tetap berani menghadapinya.
  • Refleksi Dosa dan Pengampunan – Manusia menyadari bahwa dosa menciptakan jarak dengan Tuhan, tetapi ada harapan untuk kembali kepada-Nya.
  • Kemerdekaan sebagai Ujian – Kebebasan yang diberikan Tuhan bukan sekadar hak, tetapi juga tanggung jawab yang berat.
Puisi "Masih Adakah Bayang-Bayang Itu" karya Faisal Baraas adalah sebuah renungan mendalam tentang eksistensi manusia, hubungan dengan Tuhan, dan perjalanan spiritual yang penuh tantangan. Dengan bahasa yang indah dan penuh makna, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan keberadaan mereka di dunia, menghadapi kesepian dengan keberanian, dan kembali kepada Tuhan dalam setiap langkah kehidupan.

Puisi ini bukan sekadar kumpulan kata, tetapi sebuah refleksi mendalam yang relevan bagi siapa saja yang mencari makna dalam hidup.

Puisi: Masih Adakah Bayang-Bayang Itu
Puisi: Masih Adakah Bayang-Bayang Itu
Karya: Faisal Baraas

Biodata Faisal Baraas:
  • Faisal Baraas lahir pada tanggal 16 Agustus 1947 di desa Loloan Barat, Negara, Jembrana, Bali.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.