Analisis Puisi:
Puisi "Malam Getsemane" karya Gunoto Saparie menggambarkan kisah malam di Taman Getsemani, tempat Yesus Kristus berdoa sebelum ditangkap untuk disalibkan. Dengan bahasa yang puitis dan penuh metafora, penyair menghadirkan suasana kesedihan, pengkhianatan, dan ketabahan dalam menghadapi penderitaan.
Tema Puisi
Puisi ini mengangkat beberapa tema utama, yaitu:
- Penderitaan dan Pengorbanan – Puisi ini menggambarkan penderitaan Yesus Kristus di Taman Getsemani sebelum penyaliban, di mana Ia merasakan kesedihan yang mendalam dan ketakutan akan penderitaan yang akan datang.
- Kesepian dan Pengkhianatan – Yesus mengalami kesepian dalam penderitaannya, bahkan dikhianati oleh murid yang dikasihi.
- Ketabahan dan Kepasrahan kepada Tuhan – Meskipun dalam penderitaan, Yesus tetap menyerahkan dirinya pada kehendak Tuhan sebagai bentuk kepasrahan dan ketaatan.
- Keimanan dan Penebusan – Puisi ini juga menekankan makna pengorbanan Kristus yang harus dijalani demi menebus dosa umat manusia.
Makna Puisi
Puisi ini menyajikan refleksi mendalam tentang penderitaan dan pengorbanan.
"malam terus merayap di bukit zaitun / dan bulan memucat di atas taman getsemane"
Suasana malam yang sunyi dan bulan yang pucat mencerminkan kesedihan dan kehampaan yang dirasakan Yesus saat berdoa di Getsemani.
"siapakah tersedu meratap dalam sunyi? / siapakah mengiba sendu kepada Tuhan?"
Ini menggambarkan Yesus yang berdoa dengan penuh kesedihan, meminta kekuatan kepada Tuhan di saat-saat genting.
"siapakah kecewa dikhianati siswa tercinta? / o, dua matanya mengucurkan darah"
Mengacu pada pengkhianatan Yudas Iskariot dan penderitaan batin Yesus yang begitu mendalam, hingga digambarkan bahwa air matanya seperti darah.
"bapa, bapa, kalau saja berkenan / piala derita ini, enyahkanlah, enyahkan"
Kalimat ini berasal dari doa Yesus dalam Alkitab, di mana Ia meminta agar penderitaan ini dijauhkan, tetapi tetap menyerahkan segalanya kepada kehendak Tuhan.
"meski sakit karya penyaliban dan penebusan"
Mengacu pada peristiwa penyaliban yang menjadi simbol pengorbanan terbesar bagi keselamatan umat manusia.
Makna Tersirat
Di balik kisah religius yang digambarkan, terdapat beberapa pesan tersirat dalam puisi ini:
- Kesabaran dalam Menghadapi Cobaan – Seperti Yesus yang menerima penderitaannya dengan ketabahan, manusia juga diajak untuk bersabar dalam menghadapi ujian hidup.
- Pengorbanan untuk Kepentingan yang Lebih Besar – Kadang, seseorang harus mengalami penderitaan demi kebaikan banyak orang, sebagaimana Yesus menerima penyaliban demi menebus dosa umat manusia.
- Kesepian dalam Perjuangan – Dalam hidup, seseorang sering kali harus menghadapi kesulitan seorang diri, seperti Yesus yang mengalami kesepian di Taman Getsemani.
- Kepasrahan kepada Tuhan – Meskipun memiliki keinginan untuk menghindari penderitaan, pada akhirnya manusia harus berserah kepada kehendak Tuhan.
Puisi ini bercerita tentang momen Yesus di Taman Getsemani sebelum penyaliban, di mana Ia mengalami penderitaan batin yang mendalam, kesepian, dan pengkhianatan. Puisi ini menggambarkan bagaimana Yesus berdoa kepada Tuhan, berharap agar penderitaan itu dijauhkan, tetapi tetap menerima takdirnya dengan kepasrahan.
Dengan bahasa yang emosional dan simbolis, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan arti pengorbanan, kesabaran dalam menghadapi cobaan, serta kepasrahan kepada kehendak Tuhan.
Karya: Gunoto Saparie
BIODATA GUNOTO SAPARIE
Gunoto Saparie lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.
Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, dan kolom, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019). Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004). Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.
Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain. Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya.
Ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta).
Selain di bidang pers, ia pernah bekerja di bidang pendidikan, yaitu guru di SMP Yasbumi Cepiring, SMP PGRI Patebon, SMP Muhammadiyah Kendal, dan SMA Al-Farabi Pegandon. Ia pernah pula bekerja di CV Sido Luhur Kendal dan PT Aryacipta Adibrata Semarang.
Saat ini ia menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.
Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Indonesia, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah.
Gunoto Saparie juga sering diundang sebagai pembicara dalam kongres, simposium, dan seminar kesastraan. Ia pun sering membaca puisi di berbagai tempat dan juri lomba literasi yang diadakan lembaga pemerintah maupun swasta.