Kisah dalam Cerita Perjalanan
Jika terdengar keluh penyerahannya menjalani
— antara noktah langkah pertama
sampai ke ujung gunung harapan —
aku rasa, lagi aku rasa meruyak pedih
luka dulu yang pernah kubunuh mati.
Dulu berbesar nafsu berlari aku, berlari
mencapai ujung gunung harapan
tersesat tenggelam ke laut galian
air mata pilu aku kembalikan ke lubuk hati.
Tahulah aku besar rahmat-Mu melimpahi diri
kiranya air asin laut pengobat luka
sadar aku gunung harapan bukan diburu hanya
harus ditunggu sampai waktunya tiba.
Ah, tidak,
harapanku telah mati bersama luka-luka
aku akan kejar
tunggu lagi ke
dari siapa-siapa.
Tuhan, kenapa aku tidak pulangkan semua
ke haribaan-Mu, Tuhannya dan Tuhanku jua?
Kenapa kepala batuku
lembut luluh jika di hadapan-Mu?
Dan aku, dan aku
aku tidak akan berlari mendaki gunung harapan
Biar, biarkan mauku dalam ridha-Mu
hanyut tenggelam di laut galian
Karena di sana....
ada air asin pengobat luka derita.
15 Januari 1951
Analisis Puisi:
Puisi "Kisah dalam Cerita Perjalanan" karya A.A. Navis menciptakan narasi perjalanan pribadi yang penuh dengan keputusasaan, perjuangan, dan akhirnya, harapan yang kembali menghampiri. Puisi ini memperlihatkan kekompleksan batin manusia, serta refleksi spiritual yang mendalam.
Keluh Kesah dan Penyerahan: Puisi ini dibuka dengan ekspresi keluh kesah dan penyerahan diri dalam menghadapi perjalanan hidup. Penyair merasakan pedih dan meruyak ketika mendengar keluhan penyerahan diri yang terdengar dari langkah pertama hingga mencapai gunung harapan.
Luka yang Terbangkitkan Kembali: Penyair menyampaikan bahwa keluhan tersebut membangkitkan kembali luka yang pernah dibunuh mati. Hal ini mencerminkan bagaimana kenangan dan rasa sakit masa lalu dapat kembali menghantui seseorang, bahkan dalam upaya mencapai harapan.
Tersesat dan Tenggelam: Penyair menggambarkan masa lalu di mana hasratnya untuk mencapai gunung harapan membuatnya berlari tanpa henti. Namun, ia tersesat dan tenggelam ke dalam laut galian air mata pilu. Ini dapat diartikan sebagai perjalanan yang penuh dengan rintangan dan kegagalan yang menyakitkan.
Air Asin Laut sebagai Pengobat Luka: Meskipun mengalami kesulitan, penyair menyadari bahwa rahmat Tuhan melimpah, dan air asin laut menjadi pengobat luka. Ini bisa diartikan sebagai keyakinan bahwa setiap penderitaan dan kegagalan memiliki makna dan penyembuhan tersendiri.
Harapan yang Mati: Pada bagian selanjutnya, penyair mengakui bahwa harapannya telah mati bersamaan dengan luka-luka yang dialaminya. Namun, ia berkomitmen untuk terus mengejar harapan tersebut, walaupun harus menunggu dan tidak lagi berlari mendaki gunung harapan.
Kembali kepada Tuhan: Puisi mencapai puncaknya dengan penyair mempertanyakan Tuhan tentang kelemahannya dan mengakui bahwa di hadapan Tuhan, ia merasa luluh lembut. Kemudian, ia menunjukkan keputusan untuk tidak lagi berlari mencapai gunung harapan, melainkan berserah diri dan hanyut tenggelam di laut galian.
Melalui puisi ini, A.A. Navis berhasil menyajikan perjalanan emosional dan spiritual yang kompleks. Dari keputusasaan dan kegagalan hingga kembali kepada Tuhan, puisi ini menggambarkan perjalanan manusia yang penuh dengan liku-liku dan bagaimana harapan bisa muncul kembali melalui penerimaan dan penyerahan diri kepada kehendak Tuhan. Puisi ini menjadi cermin bagi pembaca untuk merenung tentang arti perjalanan hidup dan hubungan dengan Tuhan dalam menghadapi cobaan dan keputusasaan.
Puisi: Kisah dalam Cerita Perjalanan
Karya: A.A. Navis
Biodata A.A. Navis:
- A.A. Navis (Haji Ali Akbar Navis) lahir di Kampung Jawa, Padang Panjang, Sumatra Barat, pada tanggal 17 November 1924.
- A.A. Navis meninggal dunia di Padang, Sumatra Barat, pada tanggal 22 Maret 2003 (pada usia 78 tahun).
- A.A. Navis adalah salah satu sastrawan angkatan 1950–1960-an.