Analisis Puisi:
Puisi "Kesaksian Anak Lanang bagi Ibu Bumi" mengangkat tema kerusakan lingkungan dan kritik terhadap keserakahan manusia. Puisi ini menggambarkan bagaimana manusia telah menyakiti bumi melalui eksploitasi yang berlebihan, sehingga alam membalas dengan berbagai bencana.
Makna Tersirat
Puisi ini menyiratkan bahwa alam memiliki keseimbangan yang harus dijaga. Ketika manusia serakah dan angkuh, mengeksploitasi sumber daya tanpa peduli akibatnya, alam akan memberikan perlawanan. Ibu Bumi yang terluka akan melahirkan bencana sebagai bentuk kemarahan dan peringatan.
Frasa seperti "ibu luka lahirkan lava dendam", "ibu luka muntahkan gugur tanah", dan "ibu luka bangkitkan murka badai" menunjukkan bagaimana alam merespons ketidakpedulian manusia dengan cara yang destruktif.
Namun, pada bagian akhir puisi, terdapat harapan untuk perubahan. Anak lanang (anak lelaki) diharapkan menjadi saksi dan bertobat, memulihkan hubungan dengan alam serta menghormati bumi sebagai ibu kehidupan.
Puisi ini bercerita tentang kerusakan alam akibat ulah manusia dan bagaimana bumi yang terluka akhirnya "membalas" dengan berbagai bencana.
- Di awal, puisi menyebutkan bahwa bumi memiliki rahmat dan pahala, tetapi juga dendam dan dosa, yang berarti bumi bisa memberikan kehidupan sekaligus kehancuran.
- Lalu, puisi menggambarkan eksploitasi lingkungan, seperti "beton-beton melukai jadi cadar", yang menunjukkan bahwa pembangunan masif telah menggantikan alam hijau dengan material buatan.
- Pada bagian klimaks, puisi menggambarkan kemarahan bumi melalui letusan gunung berapi, longsor, dan badai sebagai akibat dari keserakahan manusia.
- Akhirnya, ada harapan untuk perbaikan, di mana "anak lanang" berjanji untuk berubah dan menghormati alam.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini sangat muram, penuh kemarahan, dan sekaligus menyiratkan penyesalan. Ada nuansa ketegangan yang menggambarkan bagaimana manusia telah menyakiti alam, serta peringatan akan konsekuensi yang akan datang. Namun, di bagian akhir, ada harapan untuk perbaikan dan kesadaran manusia dalam menjaga keseimbangan dengan alam.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan utama puisi ini adalah bahwa manusia harus menjaga keseimbangan dengan alam dan tidak serakah dalam mengeksploitasi sumber daya bumi. Jika tidak, alam akan memberikan perlawanan dalam bentuk bencana. Namun, masih ada harapan bagi manusia untuk bertobat, menghormati bumi, dan hidup dalam harmoni dengan alam.
Imaji
Puisi ini memiliki imaji yang kuat, terutama imaji visual dan kinetik, seperti:
- "Pohon-pohon hijau tumbuh di kawasan harap" → memberikan gambaran alam yang subur dan asri.
- "Sungai-sungai jernih ngalir di belahan angan" → menghadirkan bayangan sungai yang mengalir dengan jernih, melambangkan harapan.
- "Ibu luka lahirkan lava dendam" → menciptakan gambaran gunung berapi yang meletus sebagai bentuk kemarahan bumi.
- "Ibu luka bangkitkan murka badai" → menghadirkan citra badai yang mengamuk akibat eksploitasi manusia.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
- Personifikasi → Bumi digambarkan sebagai seorang ibu yang bisa luka, dendam, muntah, dan murka, seolah memiliki perasaan dan reaksi terhadap perbuatan manusia.
- Metafora → Frasa "ibu luka lahirkan lava dendam" menggambarkan gunung berapi yang meletus akibat kerusakan lingkungan.
- Repetisi → Kata "ibu luka" diulang-ulang untuk menegaskan penderitaan bumi akibat ulah manusia.
- Paradoks → Kontras antara "rahmat dan pahala" dengan "dosa dan kuwalat", menunjukkan bahwa bumi bisa menjadi sumber kehidupan atau kehancuran, tergantung bagaimana manusia memperlakukannya.
Puisi "Kesaksian Anak Lanang bagi Ibu Bumi" adalah kritik tajam terhadap eksploitasi alam yang dilakukan manusia. Puisi ini menggambarkan bagaimana kerakusan manusia telah menyakiti bumi, hingga akhirnya alam membalas dengan bencana. Namun, di sisi lain, puisi ini juga membawa pesan bahwa manusia masih bisa berubah, bertobat, dan hidup berdampingan dengan alam jika mereka menyadari kesalahannya.
Melalui penggunaan imaji yang kuat, majas yang kaya, dan suasana yang penuh ketegangan, puisi ini berhasil menggugah kesadaran pembaca akan pentingnya menjaga kelestarian alam.

Puisi: Kesaksian Anak Lanang bagi Ibu Bumi
Karya: Diah Hadaning