Inilah Saatnya
Inilah saatnya
melepas sepatu yang penuh kisah
meletakkan ransel yang penuh masalah
dan mandi mengusir rasa gerah
menenangkan jiwa yang gelisah.
Amarah dan duka
menjadi jeladri dendam
bola-bola api tak terkendali
yang membentur diri sendiri
dan memperlemah perlawanan.
Sebab seharusnya perlawanan
membuahkan perbaikan,
bukan sekadar penghancuran.
Inilah saatnya
meletakkan kelewang dan senapan,
makan sayur urap
mengolah pencernaan,
minum teh poci,
menatap pohon-pohon
dari jendela yang terbuka.
Segala macam salah ucap
bisa dibetulkan dan diterangkan.
Tetapi kalau senjata salah bicara
luka yang timbul panjang buntutnya.
Dan bila akibatnya hilang nyawa
bagaimana akan membetulkannya?
Inilah saatnya
duduk bersama dan bicara.
Saling menghargai nyawa manusia.
Sadar akan rekaman perbuatan
di dalam buku kalbu
dan ingatan alam akhirat.
Ahimsa,
tanpa kekerasan menjaga martabat bersama.
Anekanta,
memahami dan menghayati
keanekaan dalam kehidupan
bagaikan keanekaan di dalam alam.
Menerima hidup bersama
dengan golongan-golongan yang berbeda.
Lalu duduk berunding
tidak untuk berseragam
tetapi untuk membuat agenda bersama.
Aparigraha,
masing-masing pihak menanggalkan pakaian
menanggalkan lencana golongan
lalu duduk bersama.
Masing-masing pihak hanya memihak
kepada kebenaran.
Inilah saatnya
menyadari keindahan kupu-kupu beterbangan.
Bunga-bunga di padang belantara
Lembutnya daging dan susu ibu
dan para cucu masa depan
mencari Ilham.
Inilah saatnya,
Inilah saatnya.
Ya, saudara-saudariku.
Inilah saatnya bagi kita.
Di antara tiga gunung
melekuk rembulan.
Cipayung Jaya, November 2001
Sumber: Doa untuk Anak Cucu (2013)Analisis Puisi:
Puisi "Inilah Saatnya" karya W.S. Rendra menghadirkan serangkaian gagasan yang menginspirasi tentang perdamaian, kerjasama, dan penghormatan terhadap kehidupan manusia dan alam. Puisi ini mengekspresikan nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian di dalam suatu konteks yang penuh perubahan dan ketidakpastian.
Tema Sentral: Tema sentral puisi ini adalah panggilan untuk perdamaian, pemahaman, dan kerjasama di tengah situasi konflik dan kekerasan. Puisi ini menggambarkan saatnya untuk melepaskan senjata, amarah, dan dendam, serta untuk duduk bersama, berbicara, dan mencari pemecahan masalah secara damai.
Pembersihan Diri: Penyair menggambarkan proses pemurnian diri dengan melepas sepatu yang "penuh kisah," meletakkan ransel "penuh masalah," dan mandi untuk "menenangkan jiwa yang gelisah." Ini menciptakan gambaran tentang pentingnya mengatasi dan melepaskan beban pribadi sebelum mencari solusi bersama.
Kekerasan dan Perdamaian: Puisi ini menggambarkan betapa kekerasan dan amarah dapat menghambat perubahan positif. Penyair mengingatkan kita bahwa perlawanan seharusnya bukan tentang penghancuran, tetapi untuk menciptakan perbaikan. Kekerasan, dalam segala bentuknya, hanya memperlemah perlawanan.
Keanekaan dan Kesatuan: Penyair memperkenalkan konsep "Ahimsa" dan "Anekanta" yang berasal dari ajaran Jain. "Ahimsa" berarti tidak melakukan kekerasan, sementara "Anekanta" berarti menghormati keragaman dan memahami bahwa kebenaran memiliki banyak sisi. Puisi ini mengajak kita untuk menerima kehidupan bersama dengan golongan yang berbeda.
Perundingan dan Keharmonisan: Puisi ini menekankan pentingnya duduk bersama dan berunding, tidak untuk menciptakan keseragaman, tetapi untuk membuat agenda bersama. Ini adalah panggilan untuk menghargai keberagaman pandangan dan pengalaman, sambil tetap mengutamakan kebenaran dan kemanusiaan.
Simbolisme Alam: Penyair menggunakan simbolisme alam, seperti kupu-kupu dan bunga-bunga di padang belantara, untuk menggambarkan keindahan dan harmoni alam. Ini adalah pengingat akan keelokan dan keajaiban alam yang perlu dijaga.
Penekanan pada Saat Ini: Dengan merentangkan "Inilah saatnya" di seluruh puisi, penyair menyoroti urgensi tindakan sekarang. Dia menekankan bahwa kita tidak dapat menunda tindakan untuk perdamaian dan harmoni di dunia ini.
Penyatuan dan Persatuan: Puisi ini menekankan penyatuan melalui penghormatan terhadap kehidupan, penolakan terhadap konflik, dan keseimbangan dalam pandangan serta tindakan.
Puisi "Inilah Saatnya" karya W.S. Rendra adalah panggilan universal untuk perdamaian, pemahaman, dan kerjasama. Puisi ini mengingatkan kita akan urgensi menjaga harmoni dan kemanusiaan dalam situasi yang penuh ketidakpastian dan konflik. Dalam konteks global yang kompleks, pesan puisi ini tetap relevan dan memberi inspirasi bagi perdamaian dan persatuan.
Karya: W.S. Rendra
Biodata W.S. Rendra:
- W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
- W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.