Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Ibunda Martijah (Karya Abdul Hadi WM)

Puisi "Ibunda Martijah" karya Abdul Hadi WM menawarkan gambaran mendalam tentang kerinduan, kasih sayang, dan perasaan kehilangan terhadap seorang ...
Ibunda Martijah
(kepada anaknya Abdul Hadi)

Syukurlah malam. Bulan telah di puncak perbukitan
Kupetik tali kecapinya, dalam tembang megatruh
Yang perlahan, gelisah di badan
Menggetarkan diriku dalam sepi yang jauh

Kemudian tak ada lagi, suara laut dalam gelombang
Di sisimu pasir pantai, pelabuhan riuh dan air pasang
Kau tarik tali, kau bongkar sauh, kau lempar ke jauh
Bandar benua, badai, arus dan tentu rindumu teduh

Musim adalah camar ketika senja, duka
Pada layar, sebelum berangkat, sudah kutulis sajak
Seperti mimpi, kemudian kian tiada lagi, sisa jejak
Syukurlah, aku pun, ketika bulan memetik tali kecapinya
Pada malam, aku khayalkan semua ada
Agar kau dengar, nak. Langit harus kau bajak

Analisis Puisi:

Puisi "Ibunda Martijah" karya Abdul Hadi WM memuat gambaran yang mendalam tentang perasaan seorang anak terhadap ibunya, diiringi dengan nuansa alam yang puitis dan simbolis. Penyair menggambarkan perasaan tersebut dengan cara yang lembut dan penuh refleksi, mengajak pembaca untuk meresapi hubungan antara manusia dan alam, serta memikirkan tentang kasih sayang dan kehilangan. Melalui puisi ini, Abdul Hadi WM menggabungkan unsur-unsur alam, perasaan pribadi, dan kenangan untuk menyampaikan makna yang dalam dan penuh emosi.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah kerinduan, kasih sayang ibu, dan kehilangan. Penyair menggambarkan hubungan antara ibu dan anak, serta perasaan rindu yang menyelimutinya. Dalam suasana alam yang penuh dengan simbolisme, puisi ini menciptakan gambar seorang anak yang mengenang ibunya, dan pada saat yang sama, mengungkapkan kesunyian dan keterasingan yang datang setelah kehilangan.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini mengandung kerinduan yang mendalam terhadap seorang ibu yang telah tiada. Dalam gambaran alam yang hadir—seperti bulan yang terbit di puncak perbukitan dan suara laut yang mereda—puisi ini menunjukkan proses pencarian kedamaian setelah perpisahan, di mana alam menjadi saksi dari perasaan yang tidak terucapkan. Bagian yang menyebutkan "syukurlah malam" juga menggambarkan penerimaan terhadap kenyataan bahwa meskipun ibu tidak lagi ada, anak tetap merasa dekat dengan ibu melalui kenangan dan alam yang menyelimuti mereka.

Puisi ini bercerita tentang perasaan seorang anak yang mengenang ibunya dengan penuh kasih sayang dan kerinduan. Dalam puisi ini, sang penyair menggambarkan suasana malam yang hening, bulan yang terbit, dan perasaan melankolis yang datang ketika mengenang masa lalu. Penyair menggambarkan betapa ibu adalah sosok yang tak terpisahkan dari anak, bahkan setelah perpisahan atau kehilangan terjadi. Dalam gambar-gambar alam yang ada—seperti laut, pasir pantai, dan angin—puisi ini mengungkapkan kedalaman perasaan anak terhadap ibunya.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa melankolis dan kontemplatif. Penyair membawa pembaca ke dalam suasana malam yang sunyi dan hening, di mana bulan terbit di puncak perbukitan, menciptakan atmosfer yang penuh perenungan. Gelombang laut yang mereda dan suara angin di pasir pantai menambah kesan bahwa kehidupan dan kenangan akan selalu berputar, meskipun perasaan yang mendalam tetap ada. Suasana ini juga memperlihatkan ketenangan yang datang setelah kegelisahan, menggambarkan bagaimana kenangan seorang ibu tetap hidup di dalam pikiran dan hati anaknya meskipun sudah terpisah oleh waktu.

Imaji

Puisi ini dipenuhi dengan imaji alam yang mendalam, seperti bulan di puncak perbukitan, gelombang laut, dan pasir pantai. Imaji ini memperkaya puisi dengan keterhubungan antara manusia dan alam, serta menambah kedalaman perasaan yang ingin disampaikan. Beberapa imaji yang menonjol dalam puisi ini adalah:
  • Bulan di puncak perbukitan: "Bulan telah di puncak perbukitan"—menunjukkan simbol kesendirian dan kerinduan, serta keindahan yang bisa muncul dari malam yang sunyi.
  • Gelombang laut: "Kemudian tak ada lagi, suara laut dalam gelombang"—menggambarkan ketenangan setelah kegelisahan, serta simbol perpisahan yang tak terhindarkan.
  • Pasir pantai dan pelabuhan: "Di sisimu pasir pantai, pelabuhan riuh dan air pasang"—simbol perjalanan hidup dan perpisahan, serta ketidakkekalan waktu yang berlalu.

Majas

Puisi ini menggunakan beberapa majas untuk memperkaya makna dan memberikan kedalaman emosional dalam menyampaikan pesan. Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
  • Personifikasi: "Bulan telah di puncak perbukitan"—Bulan digambarkan seolah-olah memiliki peran dalam proses pencarian kedamaian.
  • Metafora: "Musim adalah camar ketika senja, duka"—Musim diibaratkan sebagai camar yang membawa duka, menggambarkan perasaan kehilangan yang datang dengan waktu dan perubahan.
  • Simbolisme: "Pada layar, sebelum berangkat, sudah kutulis sajak"—Sajak ini bisa diartikan sebagai simbol dari kenangan yang akan selalu ditulis dan dikenang, meskipun telah berlalu.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini menyampaikan pesan tentang keberadaan kenangan dan kerinduan yang tak pernah padam terhadap seseorang yang telah pergi, khususnya seorang ibu. Penyair mengajak pembaca untuk merenung tentang hubungan manusia dengan alam sebagai tempat untuk mencari ketenangan dan penerimaan, meskipun perpisahan yang mendalam telah terjadi. Pesan penting dari puisi ini adalah bahwa meskipun seseorang telah tiada, kenangan dan kasih sayang tetap akan hidup dan terjaga dalam hati yang mengingat.

Puisi "Ibunda Martijah" karya Abdul Hadi WM menawarkan gambaran mendalam tentang kerinduan, kasih sayang, dan perasaan kehilangan terhadap seorang ibu. Dengan menggunakan imaji alam yang puitis dan majas yang kaya, puisi ini menggambarkan bagaimana kenangan tetap hidup meskipun orang yang kita cintai telah tiada. Kehilangan itu bisa diterima dengan cara yang lebih tenang melalui kenangan yang terjaga dalam hati, di mana alam dan bulan menjadi simbol dari kedamaian yang datang setelah perpisahan. Puisi ini mengajak kita untuk merenungkan tentang hubungan dengan orang yang kita cintai, serta kesediaan untuk menerima kenyataan hidup dan kematian.

Puisi: Ibunda Martijah
Puisi: Ibunda Martijah
Karya: Abdul Hadi WM

Biodata Abdul Hadi WM:
  • Abdul Hadi WM (Abdul Hadi Widji Muthari) lahir di kota Sumenep, Madura, pada tanggal 24 Juni 1946.
  • Abdul Hadi WM adalah salah satu tokoh Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.