Puisi: Guru Belia yang Tertidur di Buku Sejarah (Karya Acep Syahril)

Puisi "Guru Belia yang Tertidur di Buku Sejarah" karya Acep Syahril adalah kritik sosial yang tajam terhadap generasi muda, khususnya kaum ...
Guru Belia yang Tertidur di Buku Sejarah

Guru-guru belia itu hidup dan tertidur di buku-buku sejarah
bangsa lain yang kadang bermimpi dan mabuk lalu keluar dari
ruh sejarahnya sendiri berjingkrakan di antara erangan musik
yang mengeluarkan bau bangkai gibson tapi aneh guru-guru
belia itu bangga menghisapnya padahal di paru-paru mereka
tidak hanya ada saman kunaun tortor atau krinok yang sejak lama
menidurkan Puncak-Puncak Merapi Sabang dan Bukit Siguntang namun
lucunya guru-guru belia itu kian hari semakin bertambah angkuh
dan bangga menciumi pantat babi sambil menari-nari dengan
mengibarkan keyakinannya dan berucap bangga
kami juga sama pandainya dengan mereka meski hanya dengan
menciplak meniru dan mencuri kehebatan mereka
koplok.
Guru-guru belia yang hanya bisa menghitung jumlah kancing baju
tapi tak pandai berfikir bagaimana kebudayaan bisa tercipta pada saat
kencing dan buang tinja meniduri bayi atau saat bersenggama.
Guru-guru muda yang hanya bisa menarik dan menurunkan resleting
tapi tak pandai berfikir bagaimana ranjang bisa menerangi jagad
raya ah guru-guru belia yang hanya bisa memindahkan tumpukan
batu-bata tapi tak pandai mengasamkan tanah mencetak kembali
kepala Syailendra atau jari-jari Mpu Gandring yang lama membusuk
di paru-parunya.
Ah guru-guru belia yang silau pada bau bangkai aku tak mau terjebak
seperti kamu yang tak pernah mau menyelami ruh bangsamu.

2012

Analisis Puisi:

Puisi "Guru Belia yang Tertidur di Buku Sejarah" karya Acep Syahril adalah kritik sosial yang tajam terhadap generasi muda, khususnya kaum intelektual yang kehilangan jati diri dan terjebak dalam budaya asing tanpa memahami sejarah serta kebudayaan bangsanya sendiri.

Tema Puisi

Puisi ini mengangkat tema keterasingan budaya, hilangnya identitas nasional, dan kritik terhadap kaum muda, khususnya mereka yang berperan sebagai pendidik tetapi justru lupa akan akar sejarahnya. Puisi ini juga menyoroti bagaimana generasi muda lebih bangga meniru budaya asing daripada menggali dan melestarikan budaya sendiri.

Makna Puisi

Secara eksplisit, puisi ini menggambarkan generasi guru belia yang hanya memahami sejarah dari buku-buku tanpa menyelaminya secara mendalam. Mereka justru lebih tertarik pada budaya asing dan kehilangan identitas mereka sendiri.

Sang penyair menggunakan diksi yang kuat dan metafora yang tajam untuk menunjukkan betapa ironisnya sikap generasi muda. Frasa seperti "guru-guru belia itu hidup dan tertidur di buku-buku sejarah bangsa lain" menegaskan bahwa mereka lebih mengenal sejarah bangsa lain dibanding sejarah bangsanya sendiri.

Selain itu, frasa "kami juga sama pandainya dengan mereka meski hanya dengan menciplak meniru dan mencuri kehebatan mereka" memperlihatkan bagaimana generasi muda tidak berusaha menciptakan sesuatu yang orisinal, tetapi lebih senang meniru tanpa memahami esensi dari kebudayaan yang mereka serap.

Makna Tersirat

Secara tersirat, puisi ini mengkritik mentalitas generasi muda yang tidak memiliki kesadaran terhadap akar budayanya sendiri. Penggunaan metafora seperti "mengibarkan keyakinannya dan berucap bangga" menunjukkan bahwa mereka merasa unggul, padahal hanya meniru budaya asing tanpa memahami esensinya.

Selain itu, puisi ini juga mencerminkan bagaimana pendidikan modern terkadang hanya berorientasi pada hafalan tanpa pemahaman mendalam. Guru-guru muda yang "hanya bisa menghitung jumlah kancing baju tapi tak pandai berpikir bagaimana kebudayaan bisa tercipta" adalah sindiran bahwa mereka hanya memahami hal-hal teknis, tetapi tidak mampu menggali makna sejarah dan budaya.

Puisi ini bercerita tentang generasi muda, terutama para pendidik, yang kehilangan arah dan identitas budaya mereka. Mereka lebih tertarik pada budaya asing, bahkan hingga menirunya secara membabi buta, daripada memahami sejarah serta kebudayaan bangsa sendiri.

Dengan gaya bahasa yang satir dan kritik yang tajam, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kembali peran pendidikan dalam membentuk kesadaran sejarah dan budaya, serta pentingnya mempertahankan jati diri di tengah arus globalisasi.

Puisi: Guru Belia yang Tertidur di Buku Sejarah
Puisi: Guru Belia yang Tertidur di Buku Sejarah
Karya: Acep Syahril

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.