Gerbang Kampus
Kita saksikan tukang ojek, penjual penganan, pengemis,
dan pemulung di depan gerbang kampus.
Kita pun paham gerbang kampus adalah batas antara langit biru
dan tanah kering yang membutuhkan gerimis
yang memancar kecil-kecil di atas kepalanya.
Mereka ke sana kemari tanpa tenaga,
seketika udara mulai menggerahkan ruang,
dan dingin menggigilkan waktu.
Tapi kita masih enggan menenteng buku,
mengerubungi perpustakaan,
membuat miniatur di tembok pagar,
dan menulis Kelahiran!
Ledalero, 10/02/2022
Analisis Puisi:
Puisi "Gerbang Kampus" karya Melki Deni adalah sebuah refleksi yang menggambarkan kesenjangan sosial di sekitar dunia akademik. Lewat metafora yang kuat, puisi ini menghadirkan perbedaan mencolok antara kehidupan akademisi di dalam kampus dan realitas sosial di luar gerbangnya.
Makna dan Tema
Puisi ini mengawali dengan deskripsi suasana di depan gerbang kampus, tempat berkumpulnya tukang ojek, penjual makanan, pengemis, dan pemulung. Baris-baris awal ini menyoroti kehidupan masyarakat kelas bawah yang berjuang mencari penghidupan di sekitar institusi pendidikan. Gerbang kampus dalam puisi ini menjadi simbol batas antara dua dunia yang berbeda: dunia akademis yang idealis dan dunia nyata yang penuh perjuangan.
Diksi dalam puisi ini juga mencerminkan suasana kontras. Misalnya, penggunaan frase batas antara langit biru dan tanah kering menggambarkan harapan dan realitas yang bertolak belakang. Langit biru dapat diartikan sebagai cita-cita dan impian yang tinggi, sementara tanah kering melambangkan kehidupan yang sulit dan membutuhkan perhatian, diibaratkan seperti tanah yang membutuhkan hujan.
Kritik Sosial dan Sikap Mahasiswa
Puisi ini juga menyentil sikap mahasiswa yang sering kali abai terhadap lingkungan sekitar. Frasa mereka ke sana kemari tanpa tenaga menggambarkan masyarakat kecil yang terus bergerak dalam perjuangan hidupnya, sementara mahasiswa digambarkan masih enggan menenteng buku, mengerubungi perpustakaan. Hal ini bisa diartikan sebagai kritik terhadap mahasiswa yang kurang memanfaatkan kesempatan mereka dalam menimba ilmu.
Selain itu, bagian akhir puisi menyebutkan tentang membuat miniatur di tembok pagar, dan menulis Kelahiran! yang bisa diinterpretasikan sebagai keinginan mahasiswa untuk berekspresi dan menyuarakan sesuatu. Namun, apakah ekspresi tersebut berdampak bagi masyarakat sekitar? Ini menjadi pertanyaan reflektif yang diajukan oleh puisi ini.
Relevansi dalam Kehidupan Mahasiswa dan Masyarakat
Puisi "Gerbang Kampus" tetap relevan dalam konteks kehidupan mahasiswa saat ini. Banyak mahasiswa yang terlena dengan dunia akademis tanpa menyadari bahwa di luar gerbang kampus, masih banyak masyarakat yang berjuang untuk hidup. Pendidikan seharusnya tidak hanya menjadi alat untuk mencapai kesuksesan individu, tetapi juga sarana untuk memahami dan membantu lingkungan sosial di sekitarnya.
Kesadaran sosial menjadi penting agar mahasiswa tidak hanya sibuk dengan urusan akademik, tetapi juga memiliki kepedulian terhadap realitas yang ada. Puisi ini mengajak kita untuk lebih peka terhadap keadaan di luar gerbang kampus dan merenungkan peran kita sebagai bagian dari masyarakat yang lebih luas.
Melki Deni, melalui puisi "Gerbang Kampus", berhasil menyampaikan pesan yang dalam tentang kesenjangan sosial dan peran mahasiswa dalam masyarakat. Puisi ini mengajak kita untuk tidak hanya menikmati pendidikan sebagai hak istimewa, tetapi juga menggunakannya untuk memberi manfaat bagi sekitar. Lewat metafora dan kritik sosial yang tajam, puisi ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa ilmu dan kesadaran sosial harus berjalan beriringan.
Puisi: Gerbang Kampus
Karya: Melki Deni
Biodata Melki Deni:
- Melki Deni adalah mahasiswa STFK Ledalero, Maumere, Flores, NTT.
- Melki Deni menjuarai beberapa lomba penulisan karya sastra, musikalisasi puisi, dan sayembara karya ilmiah baik lokal maupun tingkat nasional.
- Buku Antologi Puisi pertamanya berjudul TikTok. Aku Tidak Klik Maka Aku Paceklik (Yogyakarta: Moya Zam Zam, 2022).