Analisis Puisi:
Puisi "Dzikir Anak Laut" karya Deny Pasla merupakan karya yang penuh dengan simbolisme dan refleksi mendalam terhadap hubungan manusia dengan alam, khususnya laut. Melalui penggunaan metafora yang kuat, puisi ini menggambarkan kondisi eksistensial manusia di hadapan kekuatan alam yang tak terbendung.
Simbolisme Laut sebagai Entitas Spiritual
Puisi ini menampilkan laut bukan hanya sebagai fenomena alam, tetapi juga sebagai entitas yang memiliki suara dan kuasa. Larik "Aku dengar semalam suntuk derumu yang pilu menyeru anak laut berdzikir" menunjukkan bagaimana laut menjadi saksi dari peristiwa besar yang berkaitan dengan eksistensi manusia. Dzikir anak laut melambangkan hubungan antara manusia dan alam dalam bentuk kepasrahan dan doa.
Kritik terhadap Kesombongan Kota
Penyair menyoroti bagaimana kota-kota di daratan sering kali melupakan hakikat kehidupan dan terlalu angkuh dalam memandang alam. Larik "Tak ubahnya seperti balita terperdaya oleh boneka" mengkritik bagaimana manusia di kota-kota besar terperangkap dalam kehidupan materialistis dan melupakan hubungan spiritual mereka dengan alam dan Tuhan.
Bencana sebagai Pengingat Kekuasaan Alam
Penyair membawa pembaca pada peristiwa tragis di mana bencana alam, seperti tsunami, menjadi bentuk teguran dari alam. Larik "Yang pongah itu tak sanggup menghalangi langkah gaib tsunami kematian" menunjukkan bagaimana manusia, meskipun merasa memiliki kendali, tetap tidak berdaya di hadapan kehendak alam.
Konteks Religius dan Ketidakberdayaan Manusia
Dengan penggunaan kata-kata seperti "dzikir," "tajajud," dan "sujud," puisi ini mengaitkan bencana alam dengan spiritualitas dan kepasrahan kepada takdir. Larik "Tak ada jalan lain dari kematian yang menyeringai doa-doa, kehilangan mukjizatnya" menggambarkan suasana mencekam di mana doa-doa seolah kehilangan kekuatannya di hadapan bencana yang tak terelakkan.
Puisi "Dzikir Anak Laut" bukan sekadar ungkapan estetika, tetapi juga mengandung pesan mendalam tentang hubungan manusia dengan alam dan Tuhan. Dengan gaya bahasa yang kuat dan penuh simbolisme, Deny Pasla mengajak pembaca untuk merenungkan keberadaan manusia di tengah ketidakpastian dan kekuasaan alam yang tak terbendung. Pesan moral dari puisi ini adalah pentingnya kerendahan hati dan kesadaran spiritual dalam menjalani kehidupan.
Karya: Deny Pasla