Puisi: Dari Ujian-Ujian KPG di Boja (Karya F. Rahardi)

Puisi "Dari Ujian-Ujian KPG di Boja" karya F. Rahardi membawa pembaca dalam sebuah perjalanan reflektif yang melibatkan pengalaman pribadi, ...
Dari Ujian-Ujian KPG di Boja

jalan kecil Limbangan-Boja
hari masih pagi
matahari masih kecil
ketika buruh-buruh kota
bergegas ke pekerjaannya
dan kesibukan-kesibukan
berbondong ke wilayahnya

kuseret jua masa lalu
batu-batu tertumbuk batu
embun mengentalkan debu
dan isi dunia menyanyi
untuk matahari yang kecil itu

ketika sandal tua hampir putus
meloncat-loncat dikejar waktu
kusapa jua keramahan semesta
dan kuterima jua keterbatasan jawab
yang Ia paksakan.

28 Agustus 1969

Analisis Puisi:

Puisi "Dari Ujian-Ujian KPG di Boja" karya F. Rahardi membawa pembaca dalam sebuah perjalanan reflektif yang melibatkan pengalaman pribadi, kehidupan sehari-hari, dan kesadaran terhadap keterbatasan manusia. Dengan latar belakang perjalanan di jalan kecil antara Limbangan-Boja, puisi ini menggambarkan sebuah momen yang penuh makna, sekaligus menghadirkan perenungan mendalam tentang waktu, kehidupan, dan ketidaksempurnaan manusia.

Jalan Kecil yang Menjadi Metafora Perjalanan Hidup

Puisi ini dibuka dengan deskripsi yang sangat visual tentang perjalanan di pagi hari: "jalan kecil Limbangan-Boja / hari masih pagi / matahari masih kecil." Jalan kecil ini menjadi simbol dari perjalanan hidup yang sederhana namun penuh makna. Matahari yang "masih kecil" menggambarkan sebuah awal, mungkin sebuah harapan baru atau masa depan yang masih terbuka, namun belum sepenuhnya jelas. Pagi hari yang tenang membawa pembaca pada suasana awal yang penuh potensi, namun juga diwarnai dengan kekhawatiran dan kesibukan yang akan datang.

Buruh-buruh kota yang "bergegas ke pekerjaannya" menggambarkan rutinitas hidup yang berjalan tanpa henti, di mana setiap individu terjebak dalam kesibukannya masing-masing. Semua orang, tak terkecuali, mengikuti irama kehidupan yang ditentukan oleh waktu dan tanggung jawab. Namun, di balik kesibukan itu, ada pemikiran yang lebih dalam, yakni perjalanan pribadi yang juga harus dihadapi, di mana masa lalu dan masa depan berinteraksi.

Masa Lalu dan Keterbatasan yang Dihadapi

"Kuseret jua masa lalu / batu-batu tertumbuk batu / embun mengentalkan debu" adalah gambaran yang kuat tentang perenungan terhadap masa lalu. Masa lalu yang terpaksa "diseret" menunjukkan bagaimana pengalaman-pengalaman dan kenangan-kenangan yang sulit tidak bisa dihindari begitu saja. Setiap langkah dalam perjalanan hidup membawa beban dari masa lalu yang tertinggal, yang terus menerus menghantui dan berpengaruh pada setiap keputusan dan tindakan kita. Gambaran "batu-batu tertumbuk batu" bisa diartikan sebagai tantangan dan rintangan yang terjadi di sepanjang jalan hidup, yang kadang terasa begitu berat dan tidak terhindarkan.

Namun, di balik semua itu, ada semangat untuk tetap maju. "Embun mengentalkan debu" mengindikasikan bagaimana proses-proses dalam kehidupan, meskipun penuh dengan debu dan tantangan, tetap menghasilkan sesuatu yang lebih besar—sebuah pencerahan atau pemahaman baru. Embun, yang biasanya identik dengan kesejukan pagi, menjadi simbol pembersihan dan harapan yang datang meskipun dunia sekitar tampak penuh dengan kekotoran dan kesulitan.

Kesibukan dan Keterbatasan Manusia

"Sandal tua hampir putus / meloncat-loncat dikejar waktu" adalah gambaran visual yang sederhana namun penuh makna tentang ketidakberdayaan manusia dalam menghadapi waktu. Sandal tua yang hampir putus menunjukkan keterbatasan fisik dan materi yang ada, serta perjuangan untuk bertahan di tengah-tengah dunia yang terus bergerak cepat. "Meloncat-loncat dikejar waktu" menggambarkan perasaan terburu-buru dan kesulitan untuk mengejar ketertinggalan, seolah-olah waktu terus berlalu begitu cepat tanpa bisa dihentikan.

Namun, dalam perasaan tersebut, ada sikap penerimaan yang lebih besar. "Kut terima jua keterbatasan jawab / yang Ia paksakan" menunjukkan bahwa puisi ini juga berbicara tentang penerimaan terhadap kenyataan hidup yang tak terhindarkan. Ada keterbatasan dalam diri manusia, baik itu fisik, mental, atau bahkan dalam hal waktu, dan kadang-kadang kita tidak bisa memberikan jawaban yang memadai atas segala permasalahan hidup. Keterbatasan ini, meskipun tidak menyenangkan, harus diterima sebagai bagian dari kehidupan.

Keramahan Semesta dan Penghargaan terhadap Kehidupan

"Kusapa jua keramahan semesta" adalah ungkapan tentang keterhubungan dengan alam semesta, dengan dunia luar, dan dengan kehidupan yang lebih luas. Keramahan semesta menunjukkan bahwa, meskipun kita mungkin terperangkap dalam kesibukan dan keterbatasan hidup kita, ada sebuah kekuatan yang lebih besar yang menawarkan kenyamanan dan kedamaian. Ini adalah pengingat bahwa kita tidak hidup sendiri dan bahwa dunia sekitar kita bisa menawarkan dukungan, bahkan ketika kita merasa lelah atau tertekan.

Penerimaan terhadap keterbatasan diri dan kehidupan bukan berarti menyerah pada keadaan, tetapi justru mengakui bahwa setiap hal memiliki tempatnya, dan setiap tantangan membawa pelajaran tersendiri. Dengan menerima keterbatasan, kita justru dapat belajar untuk lebih menghargai hidup dan segala sesuatu yang ada di dalamnya.

Perjalanan yang Mengajarkan Penerimaan dan Refleksi Diri

Puisi "Dari Ujian-Ujian KPG di Boja" karya F. Rahardi adalah sebuah karya yang mengajak pembaca untuk merefleksikan perjalanan hidup, baik itu dalam konteks fisik maupun spiritual. Melalui gambaran yang sederhana namun penuh makna, puisi ini menunjukkan bagaimana manusia bergerak melalui rutinitas hidup, dihadapkan pada beban masa lalu dan keterbatasan diri, namun tetap berusaha untuk menerima dan menghadapi segala permasalahan dengan kerendahan hati.

Perjalanan yang digambarkan dalam puisi ini adalah perjalanan yang tidak hanya melibatkan langkah fisik, tetapi juga perjalanan batin yang penuh dengan renungan dan penerimaan. Dalam hidup, kita harus menerima kenyataan tentang keterbatasan diri, tetapi kita juga harus menyadari bahwa ada keramahan semesta yang senantiasa memberikan kedamaian dan harapan. Dengan begitu, puisi ini mengajarkan kita untuk menjalani hidup dengan kesadaran penuh, menerima segala keterbatasan, dan tetap menghargai perjalanan yang ada.

Floribertus Rahardi
Puisi: Dari Ujian-Ujian KPG di Boja
Karya: F. Rahardi

Biodata F. Rahardi:
  • F. Rahardi (Floribertus Rahardi) lahir pada tanggal 10 Juni 1950 di Ambarawa, Jawa Tengah.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.