Bedaya
Jika tidak karena bedaya
Ta' beginilah jiwa;
Jika tidak karena penari,
Ta' beginilah hati.
Hatiku sudah dicuri
Penari,
Dengan gerakan yang gemulai,
Tubuh semampai.
Terbayang dalam angan,
Liuk leher dan pinggang
Selalu kukenang.
Geri badaya
Mengandung pesona;
Hati terdaya
Testa karena.
O, penari, o, bedaya
Penggoda iman di dada:
Kau rusakkan hatiku
Dengan tarimu
Kalau tidak karena kepaya,
Tidaklah pandan tumbuh di sini;
Kalau tidak karena bedaya,
Tidaklah badan jadi begini.
Sumber: Panji Pustaka (13 Januari 1933)
Analisis Puisi:
Puisi "Bedaya" karya A. Damhoeri membahas tema tentang keindahan dan pesona seni tari, khususnya tarian tradisional yang disebut bedaya. Melalui bahasa yang metaforis, penyair mengeksplorasi hubungan antara tari dan jiwa, penari dan hati, serta daya tarik yang memukau.
Bedaya Sebagai Pembawa Jiwa dan Hati: Puisi menggambarkan bahwa bedaya memiliki peran penting dalam membawa jiwa dan merentangkan hati. Pada dasarnya, tarian tersebut menjadi sarana ekspresi yang mampu menciptakan keindahan dan kekayaan emosional dalam kehidupan seseorang. Ini menciptakan pemahaman bahwa seni tari bukan hanya gerakan fisik, tetapi juga ekspresi jiwa dan perasaan.
Pencurian Hati oleh Penari: Penyair mengungkapkan bahwa hatinya sudah dicuri oleh penari bedaya. Deskripsi gerakan gemulai dan tubuh semampai penari menciptakan citra kecantikan dan pesona yang begitu kuat sehingga mampu merampas hati penyair. Puisi ini mengeksplorasi kekuatan tari dalam menciptakan pengalaman sensual dan emosional.
Gambaran Gerakan Tubuh dan Pesona Penari: Penyair merinci gerakan tarian bedaya, termasuk gerakan tangan, liuk leher, dan pinggang penari. Ini menciptakan gambaran yang indah tentang keanggunan dan kemampuan penari dalam mengekspresikan keindahan melalui tubuhnya. Pesona penari yang terpancar dari gerakan-gerakan tersebut memainkan peran sentral dalam penciptaan daya tarik puisi.
Badaya dan Pesona yang Mempesona: Puisi menghubungkan geri badaya dengan pesona. Gerakan tari yang penuh pesona ini memiliki kemampuan untuk memikat hati dan membuat hati terdaya. Dalam konteks puisi, bedaya bukan hanya tarian fisik, tetapi juga sumber daya daya tarik dan pesona yang memukau.
Penggoda Iman dan Penghancur Hati: Penyair menggunakan bahasa yang kuat untuk menyebut penari bedaya sebagai "penggoda iman di dada" dan "penghancur hati." Ini menciptakan nuansa kekuatan tarian dalam membangkitkan perasaan dan keinginan yang mendalam. Penari bedaya dianggap sebagai kekuatan yang mampu mengubah dan mempengaruhi hati seseorang.
Kepaya dan Keindahan Alam: Puisi mengaitkan keberadaan pandan dan kepaya sebagai gambaran bahwa keindahan alam juga turut berkontribusi dalam menciptakan keindahan dan keunikan. Keterkaitan antara alam dan seni tari menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi.
Hubungan Antara Tari dan Kehidupan: Di penutup, penyair menyatakan bahwa tanpa kepaya dan bedaya, kehidupan tidak akan sama. Ini menyoroti pentingnya seni tari dan keindahan alam dalam menciptakan keseimbangan dan keunikan dalam kehidupan manusia.
Puisi "Bedaya" merupakan sebuah pengamatan indah tentang kekuatan dan pesona seni tari, terutama bedaya. Melalui kata-kata yang berwarna, penyair berhasil merangkai gambaran tentang keindahan gerakan, pesona penari, dan hubungan erat antara seni tari dengan jiwa dan hati manusia. Puisi ini memotret tarian tradisional sebagai ekspresi budaya yang mampu merangkul dan mempesona hati yang melibatinya.
Puisi: Bedaya
Karya: A. Damhoeri
Biodata A. Damhoeri:
- A. Damhoeri (atau Ahmad Damhoeri) lahir di Batu Payung, Payakumbuh, Sumatra Barat, pada tanggal 31 Agustus 1915.
- A. Damhoeri meninggal dunia di Jorong Lurah Bukik, Lima Puluh Kota, Sumatra Barat, pada tanggal 6 Oktober 2000 (pada usia 85 tahun).