Sumber: Demonstran Sexy (2008)
Analisis Puisi:
Puisi "Asal-Usul Polisi Tidur" karya Binhad Nurrohmat menggambarkan sebuah cerita singkat tentang perubahan yang terjadi di jalan raya, dari mulus dan rata menjadi penuh dengan ketidaknyamanan. Melalui narasi yang sederhana namun penuh makna, puisi ini menyentuh isu sosial dan kebijakan yang memengaruhi kehidupan masyarakat, terutama dalam konteks keselamatan dan ketertiban di jalan raya.
Jalan Raya yang Mulus dan Kebut-Kebutan
"Jalan raya itu dahulu mulus dan rata / motor yang lewat kebut-kebutan aja."
Pembukaan puisi ini memberikan gambaran awal tentang sebuah jalan raya yang tampak sempurna—mulus dan rata. Ini bisa diartikan sebagai simbol dari keadaan yang baik, lancar, dan tanpa hambatan. Namun, meskipun tampak sempurna, ada kecenderungan yang buruk yang muncul di tengah kesempurnaan tersebut: pengendara motor yang "kebut-kebutan." Kecepatan yang berlebihan dan perilaku ugal-ugalan di jalan menggambarkan adanya kekacauan yang muncul di balik permukaan ketertiban.
Lalu, jalan raya yang mulus ini, meskipun terlihat aman, menjadi ruang bagi tindakan yang membahayakan keselamatan. Motor yang lewat dengan kecepatan tinggi menggambarkan sikap masyarakat yang kurang menghargai aturan dan keselamatan umum. Ini menandakan adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan dalam berlalu lintas dengan perilaku individu yang cenderung mengabaikan keselamatan bersama.
Tindak Balas Masyarakat: Kekesalan yang Berujung pada Kekerasan
"Lantaran marah, masyarakat sirna akalnya / jalan raya itu benjol-benjol dihakimi massa."
Bagian kedua puisi ini memberikan sebuah perubahan yang signifikan dalam narasi. Masyarakat, yang merasa marah dengan perilaku kebut-kebutan di jalan raya, akhirnya melakukan tindakan yang ekstrem: "dihakimi massa." Puisi ini menggambarkan bagaimana kekesalan masyarakat dapat berubah menjadi tindakan kolektif yang tidak terkontrol. Dalam hal ini, mereka merespons ketidakadilan atau ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh perilaku pengguna jalan dengan cara yang kasar, dengan "benjol-benjol" sebagai gambaran jalan yang dipenuhi kerusakan akibat tindakan massa.
Tindakan ini, meskipun mungkin dipicu oleh frustrasi yang mendalam terhadap ketidakdisiplinan di jalan, menunjukkan kekerasan sebagai respons terhadap ketidakteraturan. Hal ini juga mengarah pada pertanyaan tentang bagaimana masyarakat menanggapi kebijakan yang tidak memadai atau tidak dihargai, dan bagaimana frustrasi mereka bisa berujung pada kerusakan yang lebih besar.
Polisi Tidur sebagai Solusi Kebijakan
Puisi ini, meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan "polisi tidur" (speed bumps), menggambarkan asal-usul dari kebijakan tersebut. Setelah kerusakan dan kekerasan yang terjadi akibat ketidakdisiplinan di jalan raya, masyarakat akhirnya mungkin merasa perlu untuk "menghukum" pengendara dengan cara yang lebih sistematis dan terstruktur—sebuah kebijakan yang hadir dalam bentuk polisi tidur, yang bertujuan untuk memperlambat laju kendaraan dan mencegah kecelakaan.
Polisi tidur di sini bisa dilihat sebagai simbol dari usaha untuk menciptakan ketertiban di jalan raya. Keberadaan polisi tidur, meskipun tidak menyenangkan bagi pengendara, dihadirkan sebagai solusi untuk mengatasi perilaku tidak tertib yang mengancam keselamatan bersama. Ini juga mencerminkan upaya pemerintah atau masyarakat untuk mencari solusi terhadap masalah yang disebabkan oleh perilaku individu, meskipun dengan cara yang kadang-kadang kurang elegan atau tidak populer.
Makna Sosial dan Kritik Terhadap Respons Kolektif
Puisi ini, meskipun singkat, memberikan gambaran tentang ketegangan antara masyarakat dan sistem. Reaksi masyarakat yang "marah" dan "sirna akalnya" mencerminkan frustrasi terhadap situasi yang dianggap tidak adil atau membahayakan. Di sisi lain, kerusakan yang ditimbulkan oleh aksi massa menunjukkan bagaimana masalah sosial sering kali diselesaikan melalui cara-cara yang tidak selalu rasional atau konstruktif.
Puisi ini bisa dilihat sebagai kritik terhadap cara masyarakat merespons masalah—bukan dengan kebijakan yang bijak atau dialog yang konstruktif, tetapi dengan reaksi emosional yang berujung pada kerusakan. Ini mengingatkan kita bahwa meskipun ketidakadilan atau ketidakteraturan dapat memicu kemarahan, respons terhadapnya harus lebih hati-hati dan dipikirkan dengan baik agar tidak menciptakan masalah baru.
Perubahan, Kekerasan, dan Solusi Kebijakan
Puisi "Asal-Usul Polisi Tidur" karya Binhad Nurrohmat mengangkat isu sosial tentang bagaimana ketidakdisiplinan di jalan raya dapat memicu respons keras dari masyarakat, yang pada akhirnya mengarah pada kebijakan untuk mengendalikan perilaku tersebut. Puisi ini mengajak kita untuk merenung tentang bagaimana sebuah masalah yang sepele—seperti kebut-kebutan di jalan—dapat berujung pada kerusakan yang lebih besar, baik secara fisik maupun sosial.
Melalui puisi ini, kita diajak untuk lebih bijaksana dalam merespons ketidakadilan atau ketidakteraturan, serta merenungkan bagaimana kebijakan publik, seperti polisi tidur, mungkin menjadi solusi yang diperlukan untuk menjaga ketertiban dan keselamatan. Namun, puisi ini juga mengingatkan kita bahwa setiap kebijakan memiliki dampak dan konsekuensi yang perlu dipertimbangkan dengan matang, agar tidak menambah permasalahan baru.