Puisi: Antri Uang di Bank (Karya Afrizal Malna)

Puisi "Antri Uang di Bank" karya Afrizal Malna mencerminkan kondisi sosial, ekonomi, atau bahkan eksistensial seseorang dalam sebuah antrian di bank.
Antri Uang di Bank

Seseorang datang menemui punggungku
Membicarakan sesuatu, menghitung sesuatu,
seperti kasur yang terbakar dan hanyut di sungai.
Lalu ia meletakkan batu es dalam botol mineralku

Sumber: Museum Penghancur Dokumen (2013)

Analisis Puisi:

Puisi "Antri Uang di Bank" karya Afrizal Malna merupakan puisi yang sarat dengan simbolisme dan makna yang tersirat. Dengan penggunaan bahasa yang unik dan metafora yang mencolok, puisi ini mencerminkan kondisi sosial, ekonomi, atau bahkan eksistensial seseorang dalam sebuah antrian di bank.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah kehidupan sosial dan absurditas keseharian, terutama terkait dengan sistem keuangan, ekonomi, atau bahkan eksistensi manusia dalam masyarakat modern.

Afrizal Malna dikenal sebagai penyair yang sering mengangkat tema keseharian dengan pendekatan eksperimental, menggabungkan berbagai citraan yang tidak biasa untuk menggambarkan realitas yang absurd atau surreal.

Makna Tersirat

Puisi ini dapat ditafsirkan sebagai gambaran tentang kehidupan modern yang penuh dengan keterasingan dan absurditas.
  • "Seseorang datang menemui punggungku" menggambarkan situasi antrian, di mana orang-orang berbaris tanpa melihat wajah satu sama lain. Ini bisa diartikan sebagai kritik terhadap keterasingan dalam sistem sosial modern, di mana orang hanya menjadi bagian dari sebuah antrean tanpa interaksi yang nyata.
  • "Membicarakan sesuatu, menghitung sesuatu" bisa merujuk pada urusan keuangan, transaksi, atau sekadar rutinitas perhitungan ekonomi yang terus berlangsung dalam kehidupan sehari-hari.
  • "Seperti kasur yang terbakar dan hanyut di sungai" memberikan gambaran yang kuat tentang kehancuran atau kehilangan sesuatu yang esensial. Kasur yang terbakar melambangkan kenyamanan atau keamanan yang lenyap, sementara hanyut di sungai bisa berarti sesuatu yang tak bisa dikendalikan atau hilang begitu saja.
  • "Lalu ia meletakkan batu es dalam botol mineralku" bisa diartikan sebagai usaha seseorang untuk memberikan kesejukan atau solusi dalam situasi yang panas atau sulit.
Secara keseluruhan, puisi ini menyiratkan kritik terhadap kehidupan yang semakin mekanis, di mana manusia terjebak dalam rutinitas ekonomi yang asing dan tak jarang penuh dengan ketidakpastian.

Puisi ini bercerita tentang seseorang yang sedang mengantri di bank dan mengalami peristiwa-peristiwa kecil yang penuh simbolisme.
  • Orang yang berdiri di belakangnya berbicara tanpa melihat wajahnya, menunjukkan bagaimana interaksi sosial di ruang publik menjadi semakin impersonal.
  • Ada perhitungan yang terjadi, mungkin terkait transaksi finansial, tetapi digambarkan dengan nuansa yang abstrak.
  • Imaji tentang kasur yang terbakar dan hanyut bisa menunjukkan kehilangan stabilitas finansial atau rasa aman dalam kehidupan modern.
  • Batu es yang diletakkan dalam botol mineral bisa menjadi metafora tentang usaha untuk memberikan kesejukan atau solusi dalam situasi yang sulit.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini terasa asing, penuh ketidakpastian, dan sedikit absurd.
  • Ada ketegangan tersirat dalam gambaran kasur yang terbakar.
  • Ada kesan keterasingan dalam antrian, di mana orang berbicara tetapi tidak saling menatap.
  • Gambaran batu es dalam botol mineral memberikan sedikit kesan pendinginan atau penenangan setelah ketegangan yang dibangun sebelumnya.

Imaji

Puisi ini memiliki banyak imaji visual dan sensorik yang kuat, di antaranya:
  • Imaji visual: "kasur yang terbakar dan hanyut di sungai" menggambarkan sesuatu yang dramatis dan destruktif.
  • Imaji perasaan: "Seseorang datang menemui punggungku", menimbulkan kesan keterasingan dan absurditas sosial.
  • Imaji suhu: "batu es dalam botol mineral", memberikan kontras antara panas dan dingin, mungkin menggambarkan ketegangan dan solusi.

Majas

Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora: "Kasur yang terbakar dan hanyut di sungai" sebagai simbol kehancuran atau kehilangan kenyamanan. "Batu es dalam botol mineral" sebagai perlambang solusi atau kesejukan dalam situasi sulit.
  • Personifikasi: Gambaran "kasur yang terbakar dan hanyut di sungai" bisa dimaknai sebagai objek mati yang seolah mengalami nasib tragis.
  • Hiperbola: Perbandingan peristiwa antri di bank dengan peristiwa dramatis seperti kasur terbakar menambah kesan yang lebih mendalam.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini dapat mengandung beberapa pesan, antara lain:
  • Kehidupan modern sering kali membuat manusia semakin terasing, bahkan dalam interaksi sosial sederhana seperti mengantre di bank.
  • Rutinitas ekonomi, transaksi, dan perhitungan finansial telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari yang terasa monoton dan absurd.
  • Terkadang, dalam kehidupan yang penuh tekanan, ada momen-momen kecil yang memberikan kesejukan atau solusi, sebagaimana batu es dalam botol mineral.
Puisi "Antri Uang di Bank" karya Afrizal Malna adalah sebuah refleksi tentang kehidupan modern yang penuh dengan absurditas dan keterasingan. Dengan gaya bahasa yang eksperimental, metafora yang kuat, serta suasana yang unik, puisi ini menggambarkan bagaimana manusia terjebak dalam rutinitas ekonomi yang mekanis, di mana interaksi sosial semakin impersonal dan kehilangan makna.

Melalui penggunaan imaji yang tidak biasa dan penuh simbolisme, Afrizal Malna berhasil menyajikan kritik terhadap kehidupan urban modern, yang meskipun tampak sederhana, tetapi menyiratkan kegelisahan eksistensial yang mendalam.

Puisi Afrizal Malna
Puisi: Antri Uang di Bank
Karya: Afrizal Malna

Biodata Afrizal Malna:
  • Afrizal Malna lahir pada tanggal 7 Juni 1957 di Jakarta.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.