Puisi: Aidul Fitri (Karya Hasbi Burman)

Puisi "Aidul Fitri" karya Hasbi Burman merupakan sebuah refleksi tentang perubahan sosial dan pergeseran nilai dalam perayaan Idul Fitri.
Aidul Fitri (1)

Situasi yang terkoyak-koyak
anak-anak menagih baju baru pada ayahnya
tanpa meriam bambu dan petasan mainan
seperti dahulu kala saat raja masih adil dan bijaksana.

Kutaradja, 2017


Aidul Fitri (5)

Sebaris angin pagi Aidul Fitri
ada yang bingung
di kampung-kampung
tanpa kuweh-muweh seperti dahulunya.
Tanpa lemang tapai. Ada yang teriak takbir di atas lumbung.

Kami hanya takbiran tanpa apa-apa.
Memuji Tuhan di persawahan. Bersama kicau burung-burung.

Kutaradja, 2017

Analisis Puisi:

Puisi "Aidul Fitri" karya Hasbi Burman merupakan sebuah refleksi tentang perubahan sosial dan pergeseran nilai dalam perayaan Idul Fitri. Puisi ini menggambarkan kondisi yang berbeda dari masa lalu, di mana perayaan Idul Fitri yang dulu penuh kemeriahan kini menjadi lebih sederhana dan bahkan menyiratkan kesulitan bagi sebagian masyarakat.

Tema

Tema utama dalam puisi Aidul Fitri adalah perubahan sosial dan ketimpangan ekonomi dalam perayaan Idul Fitri. Penyair menyoroti bagaimana perayaan yang dulunya penuh kegembiraan dengan meriam bambu, petasan, dan makanan khas kini berubah menjadi lebih hampa bagi sebagian orang. Puisi ini juga memuat kritik sosial terhadap ketidakadilan dalam masyarakat.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah adanya kesenjangan sosial yang semakin nyata dalam perayaan Idul Fitri. Anak-anak yang menagih baju baru kepada ayah mereka menunjukkan bahwa ada kelompok masyarakat yang masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar, bahkan di hari yang seharusnya penuh kebahagiaan. Ketiadaan makanan khas seperti "lemang tapai" dan "kuweh-muweh" juga menyiratkan bahwa tradisi yang dulu erat kini mulai terkikis oleh keterbatasan ekonomi.

Selain itu, dalam bait terakhir, penyair menggambarkan suasana takbiran yang sederhana, hanya dengan pujian kepada Tuhan di persawahan bersama burung-burung. Ini mencerminkan bahwa esensi Idul Fitri bukan terletak pada kemewahan, tetapi pada kesederhanaan dan kedekatan dengan Tuhan.

Puisi ini bercerita tentang kondisi masyarakat yang mengalami perubahan dalam merayakan Idul Fitri. Jika dahulu perayaan ini meriah dengan berbagai tradisi, kini ada orang-orang yang hanya bisa merayakan dengan kesederhanaan, bahkan tanpa makanan khas atau pakaian baru. Ini menunjukkan bagaimana faktor ekonomi dan sosial mempengaruhi cara orang merayakan hari besar keagamaan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang dapat diambil dari puisi ini adalah pentingnya memahami makna sejati Idul Fitri. Idul Fitri seharusnya tidak hanya diukur dari kemeriahan dan kemewahan, tetapi lebih kepada ketulusan dan keikhlasan dalam bersyukur kepada Tuhan. Selain itu, puisi ini juga mengingatkan kita untuk lebih peka terhadap kondisi masyarakat yang kurang beruntung agar semangat berbagi dan kepedulian sosial tetap terjaga.

Majas

Puisi ini menggunakan beberapa majas untuk memperkuat maknanya. Salah satunya adalah majas metafora, seperti dalam kalimat "Sebaris angin pagi Aidul Fitri," yang menggambarkan suasana pagi yang tenang tetapi penuh makna. Ada juga majas personifikasi, seperti dalam "ada yang bingung di kampung-kampung," yang menggambarkan keadaan masyarakat seolah memiliki emosi dan kebingungan terhadap perubahan perayaan Idul Fitri.

Puisi "Aidul Fitri" karya Hasbi Burman adalah sebuah refleksi sosial yang menggambarkan pergeseran nilai dalam perayaan Idul Fitri. Dari puisi ini, kita dapat melihat bagaimana kondisi sosial dan ekonomi mempengaruhi cara masyarakat merayakan hari besar, serta bagaimana ketulusan dalam beribadah dan berbagi menjadi inti dari makna Idul Fitri. Dengan bahasa yang sederhana tetapi kuat, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan esensi sebenarnya dari kebahagiaan dan perayaan hari suci.

Hasbi Burman
Puisi: Aidul Fitri
Karya: Hasbi Burman

Biodata Hasbi Burman:
  • Hasbi Burman (Presiden Rex) lahir pada tanggal 9 Agustus 1955 di Lhok Buya, Aceh Barat.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Wanita Laparku di MakassarCatatan Perjalanan 1992Makassar mengingatkanSup iga sapi dan sepiring nasiMenyantap kehidupan pedasDi bawah rembulan pantai losariMeja makan bergetardigoy…
  • Cut Nyak DienDi Cadas Pengeran Sumedang, tubuhmu mengunjurEngkau istirah abadi dalam kuburTetapi engkau tetap Puteri Aceh yang berjiwa luhurKau bela Indonesia hingga merdekaMeski k…
  • Jejak Pena: Ode untuk Joko Pinurbodia melaju di relung hati abadimenyentuh jiwa yang tersembunyidia berlayar menembus samudra emosi yang dalammenggali makna tiap sudut kehidupandia…
  • Sajak buat UKetika istri membuka jendelapanas matahari 'buyarkan mimpiKetika istri menyodorkan kopikubaca koran pagiKetika istri menyuruh manditerdengar senandung di televisi- Kau …
  • Rajukaku mengkandangkan dirikumengunci segala pintutak seorangpun kuboleh bersuakau pikir, aku akan terlena?pada bujuk rayu dan janji palsukubalas senyum geli saat itusuaraku mungk…
  • Menjaring Angin Sepertinya aku akan menjaring angin dari setiap mata arah lalu aku tuangkan dalam nafas, dalam gerak angan agar meniupkan putik-putik bunga kecil Sepertin…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.