Puisi: 1945-1960 (Karya Mochtar Lubis)

Puisi "1945-1960" menggambarkan semangat juang pada masa kemerdekaan yang diikuti oleh penderitaan dan penindasan pasca-kemerdekaan.
1945-1960

Teriak dan pekik peperangan
Bunga-bunga bertaburan
Pesing, Semarang, Surabaya
Bandung, Bekasi dan Krawang
Merdeka atau mati!
Merdeka! Merdeka! Merdeka!
Mengguntur tekad cita-cita
pemuda dan rakyat di tahun
empat puluh limaan
janji kemerdekaan manusia
Indonesia ditebus dengan
darah dan mayat berhamburan
di seluruh Nusantara
dari pantai ke pantai, lembah ke lembah,
gunung ke gunung, sungai ke sungai,
di jalan-jalan dalam kota
dengan darah angkatan empat lima menulis
rakyat kami mesti merdeka dari
kezaliman dan penindasan.
Tapi kemudian setelah merdeka
banyak mereka lupa sumpah empat lima
kembalilah kezaliman dan penindasan
Teror bertualang di kota dan desa
Ketakutan masuk memeras hati
Kini di tahun enam puluh enam
Terdengar di luar tembok rumah penjara
Gegap gempita teriak perang
Dentuman bedil dan gemuruh panzer
Arif Rachman, Zubaedah

29 Maret 1966

Sumber: Catatan Subversif (1980)

Analisis Puisi:

Puisi "1945-1960" adalah sebuah karya dari Mochtar Lubis yang merangkum perjalanan sejarah Indonesia dari tahun 1945 hingga 1960. Puisi ini menggambarkan semangat juang pada masa kemerdekaan yang diikuti oleh penderitaan dan penindasan pasca-kemerdekaan.

Konteks Sejarah: Puisi ini merujuk pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia yang dimulai pada tahun 1945. Saat itu, semangat perjuangan dan keinginan akan kemerdekaan begitu kuat di antara pemuda dan rakyat Indonesia. Dalam suasana peperangan, kemerdekaan diucapkan sebagai tekad utama—menggugah semangat para pemuda dan rakyat untuk berjuang demi mewujudkan janji kemerdekaan.

Makna dan Simbolisme: "Teriak dan pekik peperangan" menggambarkan kekacauan dan gejolaknya perang yang merata di berbagai kota di Indonesia. "Merdeka atau mati! Merdeka! Merdeka! Merdeka!" menunjukkan tekad yang bulat untuk mencapai kemerdekaan, bahkan dengan pengorbanan jiwa.

Namun, dalam baris "Tapi kemudian setelah merdeka banyak mereka lupa sumpah empat lima kembalilah kezaliman dan penindasan" menggambarkan ironi bahwa setelah perjuangan berdarah-darah, janji kemerdekaan mulai terlupakan. Penindasan dan ketidakadilan muncul kembali dalam bentuk yang berbeda setelah merdeka.

Kritik Sosial dan Kekecewaan: Puisi ini mencerminkan kekecewaan terhadap masa pasca-kemerdekaan. Lubis menyampaikan kritik sosial terhadap kondisi yang terjadi setelah perjuangan melalui baris "Kembalilah kezaliman dan penindasan, Teror bertualang di kota dan desa, Ketakutan masuk memeras hati."

Hal ini menggambarkan bagaimana semangat dan perjuangan untuk kemerdekaan ternyata tidak diikuti dengan keadilan dan kebebasan yang diharapkan. Bahkan pada tahun 1966, terdengar lagi gejolak perang, mungkin merujuk pada situasi politik dan keamanan yang tidak stabil pada masa itu.

Puisi ini merupakan cerminan dari sejarah yang memilukan di masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Lubis berhasil menggambarkan semangat perjuangan, kekecewaan, dan ironi dari masa-masa krusial tersebut.

Puisi "1945-1960" tetap relevan sebagai pengingat akan makna sejati kemerdekaan, mengingatkan bahwa perjuangan untuk kemerdekaan seharusnya diikuti dengan tanggung jawab untuk menjaga keadilan, kebebasan, dan martabat manusia.

Mochtar Lubis
Puisi: 1945-1960
Karya: Mochtar Lubis

Biodata Mochtar Lubis:
  • Mochtar Lubis adalah salah satu penulis puisi, novel, cerpen, penerjemah, pelukis, dan sekaligus jurnalis ternama.
  • Mochtar Lubis lahir pada tanggal 7 Maret 1922 di Padang, Sumatera Barat.
  • Mochtar Lubis meninggal dunia pada tanggal 2 Juli 2004 di Jakarta.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.