Dalam dunia kerja di era modern saat ini isu kesetaraan gender masih menjadi sorotan utama. Salah satu bentuk dari ketidaksetaraan gender yang paling mencolok adalah “diskriminasi gaji.” Fenomena diskriminasi gaji ini terjadi ketika individu dengan kualifikasi, pengalaman, kualitas, tanggung jawab yang sama namun berbeda gender. Hal inilah yang nantinya akan mengakibatkan kaum perempuan menerima upah yang tidak setara dan mengakibatkan terjadinya kesenjangan gaji atau diskriminasi gaji. Sektor industri sering kali dianggap sebagai lingkungan kerja yang kompetitif dan tak luput dari fenomena diskriminasi gaji ini.
Diskriminasi gaji terhadap kaum perempuan di sektor industri ini merupakan sebuah masalah yang kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor internal ataupun eksternal, pada suatu perusahaan. Beberapa penyebab utama terjadinya diskriminasi gaji di bidang industri antara lain, yaitu:
1. Stereotype Gender
Anggapan bahwa suatu pekerjaan tertentu lebih cocok untuk gender tertentu, baik laki-laki ataupun perempuan, serta adanya penilaian yang berbeda terhadap kemampuan dan potensi antara kedua gender dan sering kali menjadi dasar dalam penentuan gaji.
2. Negosiasi Upah
Perempuan cenderung lebih ragu untuk menegosiasikan gaji yang akan mereka terima nantinya dibandingkan dengan laki-laki, sehingga perempuan sering kali menerima tawaran awal tanpa melakukan penawaran ulang.
3. Beban Kerja Ganda/Double Burden
Kondisi perempuan sering kali harus memikul beban kerja ganda, yaitu dengan melakukan pekerjaan mereka di luar rumah (bekerja sebagai wanita karier) dan juga mereka harus tetap melakukan pekerjaan mereka di rumah sebagai ibu rumah tangga. Dan hal ini dapat membatasi waktu dan energi mereka dalam bekerja sehingga dapat berdampak pada peluang promosi dan kenaikan gaji mereka.
4. Jaringan Professional
Laki-laki cenderung memiliki networking professional yang lebih luas jika dibandingkan dengan perempuan yang dapat membantu kaum laki-laki untuk mendapatkan informasi yang lebih luas tentang peluang kerja dan negosiasi gaji yang lebih baik jika dibandingkan dengan perempuan.
Di tengah-tengah kemajuan pesat dunia industri di Indonesia saat ini sebuah permasalahan klasik masih saja membayangi, seperti adanya kesenjangan gaji atau diskriminasi gaji berbasis gender, kaum laki-laki memiliki gaji yang lebih tinggi jika dibandingan dengan kaum perempuan. Padahal mereka sama-sama melakukan pekerjaan yang sama dan juga memiliki beban pekerjaan yang sama
Tetapi pada realitasnya gaji untuk pekerja perempuan itu lebih rendah dan sedikit jika dibandingkan dengan gaji yang didapatkan oleh pekerja laki-laki. Hal inilah yang disebut dengan kesenjangan upah atau diskriminasi gaji pada sektor industri.
Di sisi lain ada realitas yang mengejutkan, yaitu berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pekerja perempuan di sektor industri rata-rata masih menerima upah 30% lebih rendah jika dibandingkan dengan pekerja laki-laki untuk posisi pekerjaan yang setara. Kondisi kesenjangan ini bahkan dapat lebih besar kemungkinan terjadinya di bagian manajerial industri, perbedaannya bisa mencapai 40%.
Ketidaksetaraan gender yang terjadi didalam sektor industri, salah satunya adalah kesenjangan upah atau diskriminasi gaji pada perempuan. Ketidakadilan gender dalam sektor industri merupakan isu yang relevan di berbagai negara, khususnya di Indonesia. Salah satu bentuk dari ketidaksetaraan yang paling mencolok adalah kesenjangan gaji atau diskriminasi gaji terhadap perempuan. Meskipun ada beberapa kemajuan pada beberapa aspek lainnya.
Pekerja perempuan masih sering mendapatkan atau menerima gaji yang lebih rendah jika dibandingkan dengan pekerja laki-laki padahal pekerja laki-laki dan perempuan melakukan pekerjaan yang sama. Ini adalah beberapa poin penting mengenai isu diskriminasi gaji pada perempuan, di antaranya yaitu:
1. Data dan Fakta Terkait Diskriminasi Gaji
Menurut data dari Organisasi Buruh Internasional (ILO), tingkat partisipasi perempuan dalam angkatan kerja di Indonesia saat ini masih tergolong rendah, dengan hanya setengah dari populasi perempuan yang memiliki pekerjaan. Sementara itu, tingkat ketenagakerjaan laki-laki mencapai hampir 80%, hal ini menunjukkan bahwa adanya kesenjangan yang signifikan dalam kesempatan kerja.
Fenomena diskriminasi gaji ini sering kali terjadi karena adanya stigma bahwa perempuan dianggap kurang mampu atau kurang kompeten dibandingkan dengan laki laki dalam melakukan pekerjaan ataupun tugas tugas tertentu.
2. Adanya Budaya Patriarki dan Dampaknya
Budaya patriarki yang masih kuat di masyarakat Indonesia berkontribusi pada terjadinya ketidaksetaraan gender, khususnya pada sektor industri. Kaum perempuan sering kali dianggap sebagai “second person” dalam hubungan dan lingkungan kerja yang mengakibatkan timbulnya perlakuan perlakuan yang tidak adil dan menimbulkan terjadinya diskriminasi pada kaum perempuan.
Adanya stigma bahwa perempuan lebih lemah dan tidak dapat diandalkan dalam pekerjaan, terutama ketika mereka harus mengurus anak maka akan memperburuk situasi ini.
3. Perlindungan Hukum yang minim
Meskipun ada UU yang melindungi hak-hak para pekerja perempuan seperti UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Implementasinya sering kali tidak berjalan dengan baik, banyak perusahaan yang tidak mematuhi peraturan dan pengawasan dari pemerintah yang masih sangat minim. Pekerjaan perempuan di sektor nonformal, seperti ART, tidak memiliki perlindungan hukum yang memadai sehingga hak-hak mereka sering kali terabaikan.
Data & Fakta Terbaru dan Terkini Mengenai Kesenjangan Gaji/Diskriminasi Gaji di Sektor Industri di Indonesia Saat Ini
Di Indonesia saat ini rata-rata gaji buruh per tahun 2024 mencapai Rp.3,27 juta dan mengalami peningkatan sebesar 2,81% dari tahun 2023. Namun 7 sektor industri lainnya, seperti sektor industri pengolahan, pengelolaan air, sektor pendidikan, sektor perdagangan dan beberapa sektor lainnya mengalami penurunan gaji di bawah rata-rata nasional.
Kesenjangan gaji/diskriminasi gaji ini juga dapat terlihat perbedaannya antara gaji pekerja perempuan dengan gaji pekerja laki-laki. Pekerja laki-laki rata-rata mendapatkan gaji yang lebih besar, yaitu Rp. 3,5 juta sedangkan pekerja perempuan hanya mendapatkan gaji sebesar Rp.2,7 juta per bulannya.
Dalam UUD yang pertama sebelumnya negara belum sepenuhnya menjamin hak-hak yang setara untuk setiap warga negara dalam beberapa bidang terutama dalam lingkungan kerja di sektor industri seiring dengan berkembangnya pemahaman konstitusi muncul penambahan-penambahan poin yang mulai memadai dalam menjamin hak yang setara dalam lingkungan kerja, terutama di bidang industri. Seperti yang ada di UU No. 13 Tahun 2003. Tentang ketenagakerjaan, UU No. 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja dan peraturan presiden No. 36 Tahun 2021.
1. Hak Atas Kesempatan dan Perlakuan yang Sama
Disebutkan di pasal 5 dan 6 UU No. 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja. Negara memastikan tenaga kerja perempuan dan laki-laki sama-sama memiliki kesempatan kerja yang sama tanpa adanya perilaku diskriminasi untuk mendapatkan pekerjaan dan perlakuan yang sama dari pemilik industri.
2. Hak untuk Mendapatkan Pelatihan Kerja dan Program Pengembangan Karier
Disebutkan pada pasal 11 UU No. 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja. Negara memastikan tenaga kerja perempuan dan laki-laki berhak untuk memperoleh dan juga mengembangkan kompetensi kerja yang sesuai dengan keahlian, minat, serta kemampuan karyawan melalui pelatihan kerja.
3. Hak Atas Penempatan Tenaga Kerja
Disebutkan di pasal 31 UU No. 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja. Negara memastikan tenaga kerja laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak.
4. Hak Atas Kesejahteraan
Negara memastikan bahwa tenaga kerja perempuan dan laki-laki dan juga keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenga kerja melalui adanya UU No. 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja, pada Pasal 99.
5. Hak Kesetaraan Pembayaran Upah
Pada poin ini negara memastikan bahwa tenaga kerja laki-laki dan perempuan berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berhak memperoleh upah yang sama untuk pekerjaan yang sama. Melalui adanya Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2021.
6. Hak untuk Istirahat dan Cuti
Disebutkan di Pasal 81 UU No. 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja. Menyatakan bahwa seorang pengusaha/atasan/bos wajib memberikan waktu istirahat bagi karyawannya di antara sela-sela jam kerja serta waktu istirahat mingguan selama 1 hari bagi karyawan untuk 6 hari bekerja serta waktu untuk cuti tahunan minimal selama 12 hari. Setelah karyawan tersebut bekerja selama 1 tahun terus-menerus dan juga untuk cuti sakit serta cuti dengan alasan penting.
Dampak dari Gender Inequality di Bidang Industri
Diskriminasi gaji tak hanya merugikan kaum perempuan saja secara individual tetapi juga memiliki dampak yang lebih luas bagi masyarakat. Beberapa dampak negatif dari diskriminasi gaji, antara lain adalah:
1. Ketimpangan Ekonomi
Diskriminasi gaji dapat memperbesar kesenjangan ekonomi antara laki-laki dan perempuan sehingga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
2. Pengurangan Produktivitas
Perempuan yang merasa tidak dihargai dan di diskriminasi cenderung kurang produktif dan memiliki motivasi kerja yang rendah.
Perpetuasi Ketidaksetaraan Gender
Diskriminasi gaji dapat memperkuat stereotype gender dan memperpanjang siklus ketidaksetaraan gender.
1. Diskriminasi Langsung
- Penawaran gaji awal lebih rendah untuk karyawan perempuan.
- Kenaikan gaji pada karyawan perempuan yang lebih lambat dibandingkan karyawan laki-laki.
- Pemberian gaji, bonus dan insentif yang tidak setara bagi karyawan perempuan.
2. Diskriminasi Tidak Langsung
- Adanya stereotype gender dalam penilaian kinerja karyawan.
- Adanya kebijakan cuti yang tidak mendukung peran kesetaraan gender.
Dampak pada Aspek Sosial dan Ekonomi
1. Dampak Individual
- Berkurangnya kesejahteraan ekonomi bagi perempuan.
- Menimbulkan ketergantungan finansial.
- Rendahnya jaminan pensiun bagi perempuan.
2. Dampak Kolektif/Kelompok
- Terjadi pemborosan Sumber Daya Manusia (SDM).
- Terjadi penurunan produktivitas industri.
- Meningkatnya kesenjangan sosial.
Solusi untuk Menangani Ketidaksetaraan Gender dalam Bidang Industri dan Diskriminasi Gaji
- Melakukan reformasi kebijakan, dengan cara melakukan penguatan regulasi kesetaraan pendapatan/gaji.
- Transparansi sistem penggajian para pekerja.
- Melakukan penguatan regulasi kesetaraan gaji/pendapatan.
- Memberlakukan program monitoring untuk perempuan.
- Melakukan pemberdayaan individual, dengan cara mengembangkan jaringan professional yang dimiliki dan juga melakukan advokasi diri.
Teori Sosiologi yang Relevan dengan Gender Inequality di Bidang Industri
1. Teori Patriarki - Sylvia Walby
Teori ini menjelaskan mengenai bagaimana struktur sosial dalam masyarakat didominasi oleh laki-laki dan menciptakan sistem yang merugikan bagi kaum perempuan. Dalam teori ini Sylvia Walby mendefinisikan patriarki sebagai sistem sosial yang menempatkan kaum laki-laki dalam posisi dominan, menindas dan mengeksploitasi perempuan. Dalam teori ini ia membedakan dua bentuk patriarki, yaitu patriarki privat dan publik.
Patriarki Privat
Patriarki yang beroperasi dalam ranah domestik, laki-laki mengontrol perempuan melalui struktur keluarga.
Patriarki Publik
Mencakup institusi seperti pekerjaan dan negara, perempuan mengalami diskriminasi dalam akses dan kesempatan. Walby mengidentifikasi ada 6 struktur patriarki yang saling terkait di antaranya, yaitu:
- Kekerasan Seksual: Kekerasan terhadap perempuan, termasuk juga pemerkosaan, pelecehan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga.
- Pengaturan Reproduksi: Kontrol atas tubuh dan kesuburan perempuan, termasuk akses ke kontrasepsi dan aborsi.
- Kerja Rumah Tangga: Pembagian kerja yang tidak adil antara laki-laki dan perempuan dalam rumah.
- Pasar Kerja: Diskriminasi dan ketidaksetaraan dalam lapangan kerja, termasuk adanya perbedaan upah dan kesempatan kerja antara pekerja laki-laki dan perempuan.
- Negara dan Kebijakan Publik: Dengan adanya kebijakan pemerintah yang memperkuat budaya patriarki seperti dengan adanya hukum yang membatasi hak-hak kaum perempuan.
- Kultural dan Ideologi: Dengan adanya norma-norma budaya dan ideologi yang memperkuat budaya patriarki seperti adanya stereotype gender, labeling dan representasi perempuan dalam media.
Karakteristik Struktur Patriarki
- Interkoneksi: Struktur-struktur ini saling terkait dan memperkuat satu sama lain.
- Hirarkis: Struktur-struktur ini membentuk hierarki kekuasaan yang memperkuat dominasi kaum laki-laki.
- Dinamis: Struktur-struktur ini berubah seiring dengan berjalannya waktu dan konteks sosial.
2. Labeling Theory - Howard Becker
Teori ini menjelaskan bahwa perilaku menyimpang (deviasi) pada seseorang itu terbentuk karena adanya proses penandaan (labeling) oleh masyarakat.
Penandaan (Labeling)
Masyarakat menandai perilaku tertentu sebagai suatu perilaku yang menyimpang.
Perilaku Menyimpang (Deviasi)
Perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku di masyarakat.
Proses Penandaan
- Identifikasi: Di tahap ini masyarakat mengidentifikasi perilaku perilaku yang menyimpang.
- Penandaan: Di tahap ini masyarakat memberikan label “menyimpang” pada prilaku tersebut.
- Penerimaan Label: Di tahap ini individu yang diberi label mulai memandang diri mereka sendiri sebagai menyimpang/telah melakukan penyimpangan.
Dampak dari Penandaan
- Penguatan Identitas Menyimpang: Individu mulai memandang diri mereka sebagai bagian dari kelompok yang menyimpang.
- Pengembangan Perilaku Menyimpang: Di tahap ini individu terus melakukan perilaku perilaku yang menyimpang karena merasa sudah diterima sebagai bagian dari kelompok tersebut.
- Stigmatisasi: Di tahap ini masyarakat memandang individu tersebut sebagai “menyimpang” dan membatasi interaksi sosial.
3. Teori Konflik - Ralf Dahrendorf
Ketidaksetaraan upah mencerminkan konflik kepentingan antara kelompok dominan, yaitu laki-laki yang ingin mempertahankan privilege mereka dan kelompok subordinatif, yakni kaum perempuan yang harus memperjuangkan kesetaraan bagi diri mereka.
Pada teori konflik ini Dahrendorf menjelaskan mengenai ketidaksetaraan sosial. Teori konflik ini berfokus pada konflik yang terjadi antara kelompok-kelompok sosial yang saling memiliki kepentingan yang berbeda.
Menurut Dahrendorf dalam teori konflik ini masyarakat itu terdiri dari kelompok-kelompok sosial dengan kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda lalu konflik antar kelompok ini muncul karena adanya perbedaan kepentingan dan di sisi lain kekuasaan dan otoritas memainkan peran penting dalam mempertahankan ataupun merubah struktur sosial.
Konsep utama dalam teori konflik - Ralf Dahrendorf, di antaranya yaitu:
- Kelas Sosial: Dahrendorf mengidentifikasi ada dua kelas utama, yaitu kelas elite, kelas yang memiliki kekuasaan dan kelas non elite, yaitu kelas yang tidak memiliki kekuasaan.
- Kekuasaan: Kekuasaan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mempengaruhi perilaku orang lain.
- Konflik: Konflik ini muncul karena adanya perbedaan kepentingan antara kelompok-kelompok sosial.
- Perubahan Sosial: Perubahan sosial terjadi karena adanya konflik dan interaksi antara kelompok kelompok sosial.
Analisis Ketidaksetaraan Gender dalam Sektor Industri
1. Diskriminasi Gaji
Perbedaan gaji antara pekerja laki-laki dan perempuan dalam sektor industri dapat digolongkan sebagai hasil dari adanya konflik kepentingan antara kelompok laki-laki dan juga kelompok perempuan. Terutam hal ini terjadi pada kelompok laki-laki yang memiliki dominasi dan kekuasaan dan kelompok perempuan di sini tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan.
2. Pembagian Kerja
Pembagian kerja yang tidak adil antara laki-laki dan perempuan dalam sektor industri ini dapat menjadi contoh hasil dari struktur kekuasaan yang memperkuat dominasi kaum laki-laki atas kaum perempuan dalam bidang industri.
3. Kesempatan Kerja
Kurangnya kesempatan dan peluang kerja bagi perempuan dalam sektor industri dapat menjadi contoh dari hasil diskriminasi dan stereotype gender.
Analisis Diskriminasi Gaji
- Perbedaan Upah: Perbedaan upah antara pekerja laki-laki dan perempuan dapat dikatagorikan sebagai hasil dari adanya konflik kepentingan antara kelompok laki-laki yang memiliki kekuasaan dan mendominasi dan kelompok perempuan yang tidak memiliki kekuasaan.
- Kualifikasi dan Pengalaman: Perbedaan kualifikasi dan pengalaman kerja antara laki-laki dan perempuan itu tidak selalu menjadi penyebab dari terjadinya diskriminasi gaji dan perbedaan pemberian upah.
- Diskriminasi: Diskriminasi gender dalam proses pengambilan keputusan tentang gaji dan promosi yang akan mereka terima selama mereka bekerja di sektor industri.
Pihak yang paling berperan dalam sektor industri adalah para pengusaha ataupun pemilik perusahaan, karena merekalah yang nantinya akan bertanggung jawab atas pengambilan keputusan yang tepat dan pengelolaan operasional perusahaan.
Selain itu, para pekerja/karyawan perusahaan juga memiliki peranan penting dalam menjalankan aktivitas operasional sehari-hari dan juga mencapai tujuan perusahaan.
Contoh Diskriminasi dan Eksploitasi dalam Sektor Industri
1. Diskriminasi Gaji
Perusahaan membayar gaji yang lebih rendah kepada pekerja perempuan dibandingkan dengan pekerja laki-laki padahal mereka sama-sama melakukan pekerjaan yang sama tapi nanti antara pekerja laki-laki dan perempuan akan menerima gaji yang berbeda.
2. Pembatasan Kesempatan Kerja
Kondisi perusahaan hanya menerima laki-laki untuk posisi tertentu ataupun kondisi sebaliknya perusahaan hanya menerima pekerja perempuan untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu. Contohnya perusahaan hanya menerima pekerja laki-laki untuk pekerjaan berat dan fisik.
3. Diskriminasi dalam Promosi
Ketika perusahaan lebih memilih untuk mempromosikan pekerja laki-laki daripada perempuan. Contohnya perusahaan X mempromosikan pekerja laki-laki di posisi manager perusahaan sedangkan pekerja perempuan tidak dipromosikan sebagai manager, padahal pekerja perempuan tersebut juga sama-sama memiliki kualifikasi yang sama dengan pekerja laki-laki tapi tidak dipromosikan.
Contoh Eksploitasi dalam Sektor Industri
1. Eksploitasi Buruh Anak
Perusahaan mempekerjakan anak-anak di bawah umur dengan memberikan bayaran/upah yang rendah dan kondisi kerja yang buruk. Contohnya suatu perusahaan mempekerjakan anak-anak yang usianya di bawah 15 tahun di Pabrik Tekstil.
2. Eksploitasi Upah
Ketika perusahaan membayarkan upah yang sangat rendah kepada pekerja, sehingga mereka tidak bisa mencukupi kebutuhan dan hidupnya sehari-hari. Contohnya perusahaan Y membayar upah sebesar Rp400 ribu per bulan kepada seorang pekerja, padahal biaya untuk hidup per bulannya adalah Rp4 juta per bulan.
3. Eksploitasi Waktu Kerja
Sebuah perusahaan memaksa agar para pekerjanya untuk bekerja lebih dari 12 jam sehari tanpa adanya kompensasi kerja yang memadai. Contohnya Perusahaan K memaksa para pekerjanya untuk bekerja selama 16 jam nonstop sehari penuh tanpa adanya kompensasi yang memadai dan juga waktu istirahat yang cukup.
Kesempatan
Ketidaksetaraan gender dalam sektor industri, terutama dalam hal diskriminasi gaji, adalah sebuah masalah yang kompleks dan membutuhkan perhatian yang serius, maka dari itu diperlukan adanya upaya kolaboratif antara pemerintah, perusahaan ataupun industri dan juga masyarakat untuk dapat menciptakan suatu lingkungan kerja yang adil dan setara bagi semua pekerja.
Diperlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap implementasi UU Ketenagakerjaan serta perlindungan bagi para pekerja perempuan. Terutama pada sektor sektor nonformal, sangat penting untuk dapat mengatasi masalah ketidaksetaraan gender dan diskriminasi gaji ini. Dengan memahami dan juga mengatasi isu-isu seperti ini kita dapat mencapai pada kesetaraan gender yang lebih baik dalam sektor industri.
Diskriminasi gaji terhadap perempuan di sektor industri merupakan suatu masalah yang serius dan membutuhkan perhatian yang serius dari semua pihak. Dengan memahami penyebab terjadinya dan dampak yang muncul dari fenomena gender inequality dan diskriminasi gaji ini kita dapat saling bekerja sama untuk menciptakan sebuah lingkungan kerja yang lebih adil dan setara bagi seluruh golongan.
Ketidaksetaraan gender yang terjadi di sektor industri terutama dalam hal diskriminasi gaji/kesenjangan gaji antar para pekerja adalah masalah yang kompleks dan memerlukan perhatian serius dari semua pihak serta diperlukan adanya upaya kolaboratif antara pemerintah, perusahaan dan juga masyarakat untuk dapat menciptakan sebuah lingkungan kerja yang adil dan setara bagi semua pekerja.
Dan diperlukan adanya pengawasan yang lebih ketat terhadap implementasi UU Ketenagakerjaan dan juga perlindungan bagi para pekerja perempuan terutama di sektor nonformal sangat penting untuk dapat mengatasi masalah seperti ini. Dengan kita memahami dan berupaya untuk dapat mengatasi dan mencegah adanya isu-isu mengenai ketidaksetaraan gender dalam bidang industri ini kita dapat mencapai kesetaraan gender yang lebih baik lagi di sektor industri di masa mendatang.
Biodata Penulis:
Ken Hasna Haura saat ini aktif sebagai mahasiswa.