Puisi: Teratur (Karya Rifa'i Ali)

Puisi "Teratur" karya Rifa’i Ali menggambarkan konsep ketepatan, keharmonisan, dan ketidakterbatasan waktu, yang akhirnya menyentuh tema tentang ...
Teratur

Detik ke detik dijagai sep,
Tepat di saat tanda diberi,
Baru kereta masuk, berangkat,
Sekian teliti kadang pun kasep,
Bertumbuk ekspres dahsyat ngeri,
Silap sedikit besar akibat.

Sekitar kita di sawang hawa,
Sejak ribuan abad yang lalu,
Berlayangan berjuta bintang.
Walau lajunya tidak terkata,
Belum terbetik sejak dahulu:
Bintang bergeser dengan bintang.

O, tuan, ahli pikiran,
Dapatkah dibenarkan:
Peralaman mati
Teratur sendiri?

Sumber: Kata Hati (1941)

Analisis Puisi:

Puisi "Teratur" karya Rifa’i Ali adalah sebuah karya yang mengundang perenungan mendalam mengenai ketertiban dan keteraturan alam semesta, serta hubungan antara kehidupan dan kematian. Dalam puisi ini, Rifa’i Ali memanfaatkan simbolisme yang kuat dan bahasa yang puitis untuk menggambarkan konsep ketepatan, keharmonisan, dan ketidakterbatasan waktu, yang akhirnya menyentuh tema tentang keteraturan kematian.

Detik-Demi Detik, Kehidupan yang Teratur

Puisi ini dibuka dengan gambaran yang sangat terperinci tentang waktu dan ketepatan. Penulis menggunakan simbol "detik ke detik" dan "kereta" untuk mengindikasikan alur kehidupan yang terus berjalan, tak pernah terhenti. Setiap detik dijaga dengan sangat ketat, bahkan di saat "tanda diberi" yang menunjukkan titik waktu yang sangat presisi:

"Detik ke detik dijagai sep, / Tepat di saat tanda diberi, / Baru kereta masuk, berangkat,"

Di sini, waktu dilukiskan dengan sangat tegas, menunjukkan bahwa segala sesuatu dalam hidup berjalan sesuai dengan jadwalnya, seolah-olah terikat pada sebuah mekanisme yang sangat teratur dan tanpa ruang untuk kesalahan. Kehidupan ini diatur sedemikian rupa, tidak ada yang kebetulan. Kereta yang berangkat pada saat yang tepat menggambarkan perjalanan hidup yang terus bergerak tanpa henti, dipandu oleh aturan yang tidak terlihat namun tak terelakkan.

Namun, di balik ketepatan ini, ada bahaya yang mengintai, yang ditunjukkan dengan ungkapan "bertumbuk ekspres dahsyat ngeri." Kesesatan atau kelalaian kecil dapat berakibat besar. Ini menyiratkan bahwa meskipun kehidupan tampak teratur dan terjadwal, kesalahan atau ketidaktepatan bisa mengubah segalanya. Kehidupan memiliki kecepatan dan irama yang tak terhindarkan, namun kadang bisa membawa dampak yang sangat besar, bahkan menghancurkan.

Ketertiban Alam Semesta yang Tak Terbantahkan

Setelah menggambarkan ketertiban waktu, puisi ini beralih pada gambaran alam semesta yang lebih luas, di mana segala sesuatu berada dalam keteraturan yang begitu besar dan luas. Penulis menggambarkan "ribuan abad yang lalu" dan "berjuta bintang" yang melayang di langit. Meskipun bintang-bintang itu bergerak dengan kecepatan yang sangat tinggi, mereka tetap berada dalam orbit yang teratur:

"Sekitar kita di sawang hawa, / Sejak ribuan abad yang lalu, / Berlayangan berjuta bintang. / Walau lajunya tidak terkata, / Belum terbetik sejak dahulu: / Bintang bergeser dengan bintang."

Bintang yang bergerak dengan sangat cepat ini mencerminkan keteraturan alam semesta yang tidak tergoyahkan oleh waktu. Meskipun jarak dan kecepatan tak terhitung, bintang-bintang tetap dalam jalur mereka, saling bergerak beriringan dalam harmoni yang sempurna. Gambar ini menggambarkan bagaimana kehidupan di alam semesta selalu teratur, tanpa cacat. Waktu yang terus berjalan dan pergerakan bintang adalah simbol dari keteraturan alam semesta yang besar dan tak terjangkau.

Namun, di balik keteraturan itu, ada keabadian yang terasa tak terungkapkan. Meskipun bintang-bintang bergerak dan bergeser, ada ketidakterjangkauan yang membungkus mereka, seperti halnya kehidupan kita yang terkadang berputar di jalur yang tampaknya tidak bisa kita kontrol. Puisi ini mengajak kita untuk merenung tentang seberapa besar dan teraturnya alam semesta ini, tetapi juga seberapa kecil dan terbatasnya kita sebagai individu dalam menghadapi hukum alam yang besar tersebut.

Perjalanan Kehidupan dan Kematian: Apakah Teratur Sendiri?

Pada bagian akhir puisi, Rifa’i Ali mengajukan sebuah pertanyaan filosofis yang sangat mendalam. Ia menanyakan apakah kematian itu bisa terjadi dengan sendirinya, secara teratur, seperti pergerakan alam semesta yang sudah teratur:

"O, tuan, ahli pikiran, / Dapatkah dibenarkan: / Peralaman mati / Teratur sendiri?"

Pertanyaan ini menjadi pusat dari refleksi puisi ini. Setelah menggambarkan keteraturan waktu dan alam semesta, Rifa’i Ali mempertanyakan apakah kematian juga bagian dari keteraturan yang lebih besar, atau apakah itu sesuatu yang acak dan tak dapat diprediksi. Apakah kita, sebagai manusia, juga terjebak dalam sistem yang teratur ini, di mana kematian menjadi bagian dari siklus hidup yang lebih besar, atau apakah kita memiliki kendali atasnya? Mungkin, dalam pandangan Ali, kematian adalah salah satu elemen yang teratur dalam ketertiban alam semesta, meskipun tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dihindari.

Puisi ini menggugah pertanyaan tentang kehidupan, ketertiban, dan kematian yang sering kali dihadapi manusia dengan ketidakpastian. Seperti bintang yang terus bergerak dalam langit yang luas, kita sebagai manusia juga terikat dalam pola hidup dan kematian yang lebih besar, tetapi kita seringkali tidak menyadari betapa teraturnya segala sesuatu yang ada di sekitar kita.

Puisi "Teratur" karya Rifa’i Ali adalah sebuah karya yang menggugah kita untuk merenung tentang keteraturan yang ada di dunia ini—baik itu dalam gerakan waktu, alam semesta, atau perjalanan hidup dan kematian kita. Meskipun alam semesta bergerak dengan teratur, manusia sering kali merasa terasing dan terjepit dalam sistem yang lebih besar ini, tanpa mengetahui bagaimana kita berperan dalamnya.

Melalui puisi ini, Ali menantang kita untuk memikirkan kembali bagaimana kita melihat kehidupan, kematian, dan alam semesta. Apakah kita hanya bagian dari sebuah mesin besar yang berjalan sesuai aturan yang tak bisa kita kendalikan? Ataukah kita memiliki kebebasan untuk menentukan jalur hidup kita sendiri, meskipun kita terikat dalam keteraturan yang tak terelakkan? Puisi ini menutup dengan pertanyaan yang akan terus membekas di benak pembacanya: "Apakah peralaman mati teratur sendiri?" Sebuah pertanyaan yang penuh makna dan mendorong kita untuk merenung lebih jauh tentang hidup dan mati dalam keteraturan yang lebih besar.

Puisi: Teratur
Puisi: Teratur
Karya: Rifa'i Ali

Biodata Rifa'i Ali:
  • Rifa'i Ali lahir di Padang Panjang, Sumatra Barat, pada tanggal 24 April 1909.
  • Rifa'i Ali adalah salah satu Sastrawan Angkatan Pujangga Baru.
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.