Surat untuk Rindu
Hai orang baik, apa kabar? Apakah baik?
Sekarang dadaku sudah tak lagi sesak
Mendengar namamu sudah tak lagi isak
Sekarang aku sudah sedikit lega...
Sudah tidak sesakit dulu saat kamu memutus tega
Sekarang aku sudah membaik...
Sudah tak seperih dulu saat kau melangkah tak berbalik
Aku pandai menyimpan, pandai menahan,
Tapi aku tak pandai berbohong
Aku rindu...
Kamu tak sempat melambai tangan, senyum itu pun tak terlihat nyaman
Ikhlas yang dulu kita remehkan, ternyata tak semudah yang kita debatkan
Kataku ikhlas itu tentang kebiasaan, katamu ikhlas itu tentang lepas tangan
Nyatanya ikhlas itu ketika tak lagi memaksa melupakan,
Dan ketika ingat tak lagi menyakitkan...
Hai orang baik... aku akui kamu hebat
Mampu menancapkan rasa sedalam ini
Aku akui kamu hebat, mampu berdiri setegak menara
Berjalan seanggun mutiara, menciptakan kenangan seindah samudera
Untukmu, aku menyampaikan rindu,
Tentang rasa yang sudah lama beku
Kembalilah sejenak, duduk di sini, nyamankan posisimu
Jadilah puisi-puisiku...
2025
Analisis Puisi:
Puisi "Surat untuk Rindu" karya Istianatun Nur Alifiah adalah sebuah ungkapan mendalam tentang perasaan kehilangan, kerinduan, dan perjalanan menuju keikhlasan. Puisi ini mengajak pembaca untuk memahami kompleksitas emosi dalam sebuah relasi yang telah berakhir, namun meninggalkan jejak yang tak mudah hilang.
Struktur Puisi yang Menggugah Perasaan
Puisi ini disusun dalam gaya percakapan, seolah-olah penulis sedang berbicara langsung dengan sosok yang dirindukan. Hal ini memberikan kesan intim dan personal, sehingga pembaca merasa seolah-olah menjadi saksi atas dialog batin yang jujur dan penuh makna.
"Hai orang baik, apa kabar? Apakah baik?"
Baris pembuka ini sederhana, namun penuh makna. Pertanyaan retoris ini mencerminkan keinginan untuk mengetahui keadaan seseorang, meskipun hubungan telah berakhir.
"Sekarang dadaku sudah tak lagi sesak, mendengar namamu sudah tak lagi isak."
Penulis menggambarkan perjalanan emosional dari rasa sakit yang mendalam menuju penerimaan. Ada kelegaan yang perlahan hadir, meskipun bekas luka masih terasa.
Kerinduan yang Tak Tertahankan
Kerinduan menjadi tema utama dalam puisi ini. Meskipun penulis berusaha kuat untuk menerima kenyataan, rindu tetap hadir, bahkan menjadi pusat dari narasi.
"Aku rindu... Kamu tak sempat melambai tangan, senyum itu pun tak terlihat nyaman."
Rindu yang digambarkan bukan hanya karena ketidakhadiran fisik, tetapi juga ketidaklengkapan perpisahan itu sendiri. Ketidaksempurnaan perpisahan ini menciptakan celah yang terus terisi oleh rasa rindu.
"Untukmu, aku menyampaikan rindu, tentang rasa yang sudah lama beku."
Rindu di sini digambarkan sebagai sesuatu yang membeku, seolah-olah tertahan oleh waktu, namun tetap ada dan tak pernah benar-benar hilang.
Keikhlasan sebagai Proses Panjang
Keikhlasan menjadi salah satu pesan penting dalam puisi ini. Penulis menggambarkan bahwa ikhlas bukanlah hal yang mudah dicapai, melainkan proses panjang yang melibatkan kebiasaan dan pengertian mendalam.
"Kataku ikhlas itu tentang kebiasaan, katamu ikhlas itu tentang lepas tangan."
Baris ini menunjukkan perbedaan persepsi tentang ikhlas. Bagi penulis, ikhlas adalah kebiasaan yang terus diasah, sedangkan bagi orang lain mungkin ikhlas adalah sebuah keputusan untuk melepaskan.
"Nyatanya ikhlas itu ketika tak lagi memaksa melupakan, dan ketika ingat tak lagi menyakitkan."
Definisi ikhlas yang diberikan sangat puitis dan mendalam. Penulis menyampaikan bahwa ikhlas bukan berarti melupakan, tetapi mampu mengenang tanpa rasa sakit.
Kekaguman terhadap Sosok yang Dirindukan
Puisi ini juga menggambarkan kekaguman penulis terhadap sosok yang dirindukan. Meskipun telah berpisah, penulis tetap menghormati dan mengapresiasi kehebatan orang tersebut.
"Aku akui kamu hebat, mampu menancapkan rasa sedalam ini."
Baris ini menunjukkan bagaimana cinta dan kenangan tetap memberikan pengaruh yang mendalam, bahkan setelah hubungan berakhir.
Peran Puisi sebagai Wadah Perasaan
Penutup puisi menyoroti peran puisi sebagai medium untuk menyampaikan rasa. Penulis berharap sosok yang dirindukan dapat menjadi inspirasi dalam puisi-puisinya.
"Kembalilah sejenak, duduk di sini, nyamankan posisimu. Jadilah puisi-puisiku."
Harapan ini mencerminkan keinginan untuk tetap menjaga koneksi, meskipun hanya dalam bentuk karya seni.
Puisi "Surat untuk Rindu" adalah puisi yang menyentuh hati, menggambarkan perjalanan emosional dari kehilangan menuju penerimaan. Puisi ini mengajarkan bahwa:
- Rindu adalah bagian alami dari kehilangan.
- Keikhlasan membutuhkan waktu dan pemahaman yang mendalam.
- Kenangan memiliki kekuatan untuk tetap hidup dalam karya seni.
Melalui karya ini, Istianatun Nur Alifiah menunjukkan bahwa puisi adalah cara indah untuk menyampaikan perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata biasa. Puisi ini menginspirasi pembaca untuk merenungkan hubungan mereka sendiri dan menemukan keindahan dalam proses menerima dan merelakan.
Karya: Istianatun Nur Alifiah
Biodata Istianatun Nur Alifiah:
- Istianatun Nur Alifiah lahir pada tanggal 11 Maret 2003 di Brebes.
- Istianatun Nur Alifiah saat ini aktif sebagai Mahasiswa di UIN Prof. KH. Saifuddin Zuhri, Purwokerto.