Puisi: Surat Batu (Karya Joko Pinurbo)

Puisi "Surat Batu" karya Joko Pinurbo mengajarkan kita untuk lebih menghargai setiap perubahan, sekecil apa pun itu, dan mengingat bahwa segala ...
Surat Batu

Maaf, baru sekarang aku membalas surat
yang kamu kirim tujuh tahun yang lalu.

Waktu itu kamu memintaku merawat
sebuah batu besar di halaman rumahmu
sebelum nanti kamu pahat jadi patung,
Patung itu kamu ambil dari sungai di tengah hutan.

Aku suka duduk membaca dan melamun
di atas batumu dan bisa merasakan denyutnya.
Kadang mimpiku tertinggal di atas batumu
dan mungkin terserap ke dalam rahimnya.

Hujan sangat mencintai batumu dan cinta hujan
lebih besar dari cintamu. Aku senang
melihat batumu megap-megap dicumbu hujanku.

Akhirnya batumu hamil. Dari rahim batumu
lahir air mancur kecil yang menggemaskan.
Air mancur itu sekarang sudah besar,
sudah bisa berbincang-bincang dengan hujan.

Maaf, jangan ganggu air mancurku.
Bahkan batumu mungkin sudah tak mengenalmu.

2013

Sumber: Kompas (Minggu, 22 September 2013)

Analisis Puisi:

Puisi "Surat Batu" karya Joko Pinurbo adalah sebuah karya sastra yang menyentuh dengan cara yang unik dan mengesankan, mengajak pembaca untuk merenung tentang waktu, ingatan, dan perubahan yang tak terhindarkan. Seperti banyak karya Pinurbo lainnya, puisi ini menggabungkan keseharian yang sederhana dengan refleksi yang mendalam tentang kehidupan. Dalam puisi ini, Pinurbo menggunakan gambar yang kuat dan puitis untuk menggambarkan hubungan antara manusia, alam, dan perubahan dalam konteks waktu yang panjang.

Pemilihan Batu sebagai Simbol

Batu dalam puisi ini berfungsi sebagai simbol yang kaya makna. Batu, yang sering kali dianggap keras dan tak berubah, dihadirkan oleh Pinurbo dengan cara yang sangat personal dan puitis. Batu yang dimaksud dalam puisi ini bukan sekadar benda mati, tetapi menjadi saksi bisu dari perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia.

Dalam surat yang dibalas setelah tujuh tahun, pengirim (yang kemungkinan adalah teman atau seseorang yang dekat dengan penulis) meminta penulis untuk merawat batu besar yang akan dipahat menjadi patung. Batu ini berasal dari sungai di tengah hutan, sebuah gambaran alam yang memiliki kehidupan dan energi tersendiri. Melalui batu ini, puisi ini mengajak kita untuk memikirkan apa yang terjadi dengan benda-benda yang kita anggap tak hidup, dan bagaimana benda-benda tersebut bisa menyimpan ingatan, perasaan, dan bahkan perubahan yang tak terlihat.

Perubahan yang Terjadi Seiring Waktu

Salah satu aspek yang paling menonjol dalam puisi "Surat Batu" adalah cara Pinurbo menggambarkan perubahan yang terjadi pada batu tersebut dalam waktu yang lama. Awalnya, batu ini hanya sebuah benda mati yang ditempatkan di halaman rumah, menjadi tempat duduk untuk membaca dan melamun. Namun, seiring berjalannya waktu, batu ini menjadi lebih dari sekadar benda mati; batu ini seolah "hidup", mengandung denyut kehidupan dan bisa merasakan perasaan pemiliknya. Bahkan mimpi-mimpi dari penulis "terserap" ke dalam batu, memberikan kesan bahwa batu ini mampu "menerima" perasaan dan pikiran yang ditinggalkan oleh manusia.

Kemudian, setelah hujan yang sangat "mencintai" batu tersebut, muncul transformasi lain: batu yang semula mati dan diam menjadi "hamil" dan melahirkan sebuah air mancur kecil yang menggemaskan. Air mancur ini bukan hanya sekadar perubahan fisik pada batu, tetapi juga sebuah simbol dari kelahiran sesuatu yang baru—sesuatu yang tumbuh dari perawatan dan perhatian yang diberikan oleh alam dan waktu. Proses ini menggambarkan bagaimana kehidupan dan perubahan selalu datang dengan cara yang tak terduga, seperti halnya air mancur yang lahir dari batu yang sebelumnya hanya diam dan kaku.

Hubungan dengan Waktu dan Ingatan

Puisi ini juga berbicara banyak tentang bagaimana waktu mempengaruhi hubungan antar manusia. "Maaf, baru sekarang aku membalas surat yang kamu kirim tujuh tahun yang lalu." Kalimat pembuka ini menunjukkan betapa lamanya waktu yang telah berlalu, dan bagaimana surat—yang awalnya mengandung harapan dan permintaan—akhirnya baru mendapat balasan setelah bertahun-tahun. Waktu telah mengubah segala sesuatu, termasuk hubungan antara pengirim surat dan penerima surat.

Batu yang semula diminta untuk dipahat menjadi patung, akhirnya melahirkan sesuatu yang jauh lebih kompleks: sebuah air mancur yang telah tumbuh dan menjadi "besar," bahkan bisa "berbicara" dengan hujan. Hal ini menunjukkan bagaimana ingatan dan perasaan manusia terhadap suatu benda atau peristiwa bisa berubah seiring berjalannya waktu. Apa yang dulu mungkin penting atau penuh harapan, kini sudah menjadi sesuatu yang lain, sesuatu yang tidak lagi mengenal asal-usulnya.

Tema Cinta dan Kehilangan

Di dalam puisi ini, ada pula tema cinta yang muncul dalam hubungan antara hujan dan batu. Hujan digambarkan "sangat mencintai" batu itu, bahkan lebih besar dari cinta manusia. Cinta hujan kepada batu ini bisa dilihat sebagai metafora untuk proses alami yang tak terhindarkan, yang datang dan pergi tanpa banyak perhitungan. Cinta ini, meskipun besar, akhirnya membuahkan hasil yang tak terduga: kelahiran air mancur.

Namun, cinta ini juga berujung pada suatu bentuk kehilangan atau perubahan. Batunya yang "hamil" dan melahirkan air mancur, kini tidak lagi mengenal pengirim surat yang dulu merawatnya. "Maaf, jangan ganggu air mancurku. Bahkan batumu mungkin sudah tak mengenalmu." Dalam kalimat ini, Pinurbo menggambarkan bagaimana waktu dan perubahan membuat ikatan yang dahulu erat menjadi pudar, seolah tidak ada lagi hubungan antara batu yang dulu dijaga dengan penuh harapan dan air mancur yang kini telah berkembang menjadi sesuatu yang mandiri.

Simbolisme Hujan dan Air Mancur

Hujan dalam puisi ini berfungsi sebagai simbol perubahan dan perawatan yang berasal dari alam. Hujan yang "mencintai" batu menunjukkan peran alam dalam membentuk sesuatu yang baru. Di sisi lain, air mancur yang lahir dari batu ini juga memiliki simbolisme yang mendalam, mengingat air mancur ini merupakan hasil dari perubahan yang datang dengan waktu. Perubahan tersebut, meskipun tampak alami dan tidak terhindarkan, memiliki daya hidupnya sendiri yang kini bisa "berbicara" dengan hujan. Proses ini menggambarkan betapa kuatnya pengaruh alam dan waktu dalam membentuk kehidupan yang lebih besar dan lebih kompleks dari yang kita bayangkan.

Puisi "Surat Batu" adalah sebuah puisi yang mengajak pembaca untuk merenung tentang waktu, ingatan, dan perubahan yang datang tanpa kita sadari. Dalam balasan surat yang sudah lama terlambat, Pinurbo tidak hanya menggambarkan perubahan fisik pada batu, tetapi juga perubahan dalam hubungan antar manusia dan cara kita melihat dunia di sekitar kita. Melalui simbolisme batu, hujan, dan air mancur, puisi ini mengingatkan kita bahwa meskipun waktu bisa mengubah segala sesuatu, ada sesuatu yang tetap bertahan dalam ingatan kita, meskipun itu mungkin tidak lagi sesuai dengan bentuk atau harapan awal kita.

Dengan gaya bahasa yang sederhana namun penuh makna, puisi "Surat Batu" mengajarkan kita untuk lebih menghargai setiap perubahan, sekecil apa pun itu, dan mengingat bahwa segala sesuatu memiliki peran dalam proses kehidupan yang lebih besar.

"Puisi: Surat Batu (Karya Joko Pinurbo)"
Puisi: Surat Batu
Karya: Joko Pinurbo
© Sepenuhnya. All rights reserved.