Puisi: Selamat Jalan, Bunda (Karya Aspar Paturusi)

Puisi "Selamat Jalan, Bunda" mengisahkan perjalanan terakhir seorang ibu, yang telah menghabiskan hidupnya untuk memberi cinta dan pengorbanan, dan ..
Selamat Jalan, Bunda

berjuta doa mengantarmu
dirangkul karangan bunga
dibelai tetesan airmata
berbaring di empuk kasur jasa
harum nama erat memelukmu

langit cerah namun turut sedih
memayungi sang kekasih
perlahan menuju ke pintu-Mu
berjuta pasang mata memandang
berjuta hati ikhlas melepas

bunda, sorot matamu
senyum tulusmu
memukau semua tamu
tak henti melantunkan doa
mengalir dari celah pesona

bunda, dirimu bukan lagi milikmu
alam abadi merengkuhmu
tangan-tangan lembut melambai
lalu meraih kenangan dan rindu
bunda , berjuta hati bersamamu

Jakarta, 25 Mei 2010

Analisis Puisi:

Puisi "Selamat Jalan, Bunda" karya Aspar Paturusi adalah sebuah karya yang sarat dengan perasaan kehilangan, penghormatan, dan cinta yang mendalam. Puisi ini mengisahkan perjalanan terakhir seorang ibu, yang telah menghabiskan hidupnya untuk memberi cinta dan pengorbanan, dan kini meninggalkan dunia ini dengan damai. Dalam puisi ini, penyair menggambarkan dengan indah bagaimana sosok ibu diiringi oleh doa, karangan bunga, dan tetesan air mata, menandakan bahwa ia telah meninggalkan jejak yang tak tergantikan di hati banyak orang.

Menggambarkan Perpisahan dengan Kehilangan yang Mendalam

Puisi ini dimulai dengan kalimat "berjuta doa mengantarmu," yang langsung menggambarkan suasana perpisahan yang penuh emosional. Doa-doa yang dipanjatkan menunjukkan rasa syukur dan penghormatan yang mendalam terhadap sang ibu. Karangan bunga dan tetesan air mata yang menyertainya menjadi simbol penghormatan dan cinta yang diberikan kepada sosok yang telah memberikan begitu banyak dalam kehidupan mereka.

"Berbaring di empuk kasur jasa" adalah gambaran yang sangat menyentuh, di mana ibu, setelah perjalanan panjangnya dalam memberikan kasih sayang dan pengorbanan, kini beristirahat dalam kedamaian. Kata-kata ini mengandung makna bahwa ibu layak mendapatkan tempat yang tenang dan penuh penghargaan atas segala kebaikan dan jasa yang telah dia lakukan selama hidupnya.

Langit Cerah dan Kesedihan yang Menyertai

"Langit cerah namun turut sedih" menggambarkan kontras yang mendalam antara alam yang terlihat damai dan suasana hati yang sedang berduka. Meski langit cerah, rasa kehilangan tetap ada, menggambarkan bahwa perpisahan dengan orang yang kita cintai tetap meninggalkan rasa pilu yang mendalam, meskipun dunia di luar terus berjalan tanpa henti. Kalimat ini menggambarkan bagaimana alam pun turut merasakan kesedihan yang dialami oleh orang-orang yang ditinggalkan.

Frasa "memayungi sang kekasih" menyiratkan bahwa meskipun ibu telah meninggalkan dunia ini, kasih sayang dan cinta yang diberikan sepanjang hidupnya akan terus melindungi dan menyertai orang-orang yang ia tinggalkan. Penyair menyatakan bahwa ibu adalah sosok yang tak hanya memberi kehidupan, tetapi juga melindungi dan menyayangi meskipun secara fisik ia telah tiada.

Pesona Ibu dalam Kenangan

Bunda, dalam puisi ini, digambarkan sebagai sosok yang penuh pesona, dengan "sorot matamu / senyum tulusmu" yang "memukau semua tamu." Penyair menyoroti kualitas-kualitas luar biasa yang dimiliki oleh ibu—sosok yang memancarkan kasih sayang melalui tatapan dan senyumannya, memberikan kedamaian kepada siapa saja yang datang mendekat. Meskipun sang ibu telah tiada, pesona yang ia miliki akan terus dikenang oleh orang-orang yang pernah merasakannya.

"Tak henti melantunkan doa / mengalir dari celah pesona" menggambarkan bagaimana ibu selalu hadir dengan kebaikan dan doa yang tak pernah terhenti, baik di dunia maupun setelah meninggalkan dunia ini. Doa-doa ibu adalah kekuatan yang tak akan pernah pudar, yang terus mengalir dan memberi pengaruh positif bagi orang-orang yang ia cintai.

Perjalanan Menuju Alam Abadi

Penyair juga menggambarkan perjalanan ibu menuju "alam abadi" dengan kata-kata yang penuh kelembutan dan kedamaian. "Bunda, dirimu bukan lagi milikmu" menunjukkan bahwa setelah meninggalkan dunia ini, ibu kini berada di tangan Tuhan, menjadi bagian dari alam yang kekal dan abadi. Ibu telah menyerahkan seluruh hidupnya kepada keluarga dan orang-orang terdekat, dan kini ia kembali kepada Sang Pencipta.

Frasa "tangan-tangan lembut melambai / lalu meraih kenangan dan rindu" menggambarkan bahwa ibu tidak hanya meninggalkan dunia ini, tetapi juga meninggalkan kenangan dan rindu yang akan terus hidup dalam hati orang-orang yang ditinggalkannya. Tangan ibu yang lembut menjadi simbol kasih sayang yang terus mengalir, meskipun ia telah tiada.

Kenangan dan Rindu yang Tak Pernah Hilang

Akhir dari puisi ini menegaskan bahwa meskipun ibu telah pergi, "berjuta hati bersamamu." Penyair menyampaikan bahwa meskipun tubuh ibu telah kembali kepada Tuhan, cintanya tetap hidup dalam setiap kenangan yang ada. Setiap orang yang pernah merasakannya akan terus membawa cinta dan pengorbanannya dalam hati mereka. Puisi ini mengajarkan kita untuk tidak hanya merasakan kesedihan, tetapi juga menghargai dan merayakan hidup yang telah diberikan ibu selama ini.

Puisi "Selamat Jalan, Bunda" karya Aspar Paturusi adalah karya yang sangat menyentuh tentang bagaimana seorang ibu, dengan segala pengorbanan dan kasih sayangnya, meninggalkan dunia ini dengan damai. Puisi ini mengajak kita untuk mengenang dan menghormati setiap jasa dan kebaikan yang telah diberikan oleh ibu, dan untuk memahami bahwa meskipun ibu telah pergi, cintanya tetap hidup dalam setiap kenangan dan doa.

Melalui puisi ini, penyair berhasil menyampaikan pesan yang dalam tentang kehilangan, tetapi juga tentang cinta yang tak akan pernah pudar. Ibu adalah sosok yang tak hanya memberi kehidupan, tetapi juga memberikan kedamaian dan harapan, yang akan terus ada dalam hati kita meskipun ia telah tiada.

Aspar Paturusi
Puisi: Selamat Jalan, Bunda
Karya: Aspar Paturusi

Biodata Aspar Paturusi:
  • Nama asli Aspar Paturusi adalah Andi Sopyan Paturusi.
  • Aspar Paturusi lahir pada tanggal 10 April 1943 di Bulukumba, Sulawesi Selatan.
© Sepenuhnya. All rights reserved.