Analisis Puisi:
Puisi "Seharum Renggali" karya Doel CP Allisah menyuguhkan gambaran tentang perasaan yang mendalam, kesendirian, serta kenangan yang terbawa dalam kehidupan. Dengan kata-kata yang sederhana namun penuh makna, puisi ini menghadirkan atmosfer yang melankolis dan merenung. Melalui pilihan kata dan citraan yang kuat, penulis mampu mengungkapkan perasaan pribadi yang tercipta dalam keheningan dan kesendirian, serta harapan yang tak terungkapkan.
Kehadiran Alam sebagai Pengantar Perasaan
Puisi ini dimulai dengan gambaran yang sangat indah tentang alam, yakni "Geriap angin danau mengirimkan tempias hujan di Asir Asir". Penyebutan alam ini memberikan nuansa yang sangat kental dalam puisi, menghubungkan antara perasaan penyair dengan elemen-elemen alam yang tak terpisahkan. Geriapan angin dan hujan yang datang beriringan menciptakan suasana hati yang serupa: penuh kerinduan dan ketenangan, namun juga melankolis.
Hujan seringkali menjadi simbol dalam puisi sebagai elemen yang menyirami kesedihan atau melankoli. Dalam konteks puisi ini, hujan yang turun di Asir Asir membawa tempias, yang berarti kehadirannya meninggalkan bekas di hati penyair. Asir Asir, yang mungkin merujuk pada tempat yang penuh kenangan, semakin menegaskan bahwa alam adalah penghubung perasaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata biasa.
Kenangan yang Tak Terlepas dari Kesendirian
Lalu, penyair melanjutkan dengan kalimat yang menggambarkan keadaan pribadinya:
"Bagai bayangmu yang beriringan dalam pandang"
Kalimat ini memperlihatkan bagaimana kenangan tentang seseorang atau sesuatu yang telah berlalu masih mengiringi dalam pandangan penyair. Bayangan tersebut seolah terus membayangi, memberi kesan bahwa kenangan itu tidak mudah untuk hilang, bahkan tetap hadir di setiap momen kehidupan, meskipun ia mencoba untuk bergerak maju.
Kenangan yang beriringan dalam pandangan ini mungkin merujuk pada kenangan akan orang yang telah pergi atau perasaan yang tak kunjung hilang. Kenangan itu menjadi bayangan yang mengikutinya, tidak pernah bisa terlepas. Melalui gambaran ini, puisi ini merangkai rasa sepi dan kehilangan yang menyelimuti.
Kopi sebagai Penguat Rasa dalam Kesendirian
Kalimat berikutnya, "Lalu semalaman itu, bergelas-gelas kopi mengalir dalam tenggorokanku" memberikan gambaran tentang bagaimana penyair mencoba mengisi kekosongan atau kesendirian dengan minum kopi. Kopi dalam konteks ini bisa menjadi simbol dari kebutuhan akan kehangatan dalam keadaan yang penuh kesendirian. Tidak hanya sekadar minuman, kopi dalam puisi ini menjadi semacam penghangat jiwa yang bisa memberikan ketenangan sementara dalam menghadapi luka perasaan.
Menggambarkan "bergelas-gelas kopi" juga memberi kesan bahwa penyair berusaha untuk mencari kenyamanan berulang kali, mencoba mengatasi perasaan yang hadir dalam diri. Kopi, dalam hal ini, bisa jadi menyimbolkan pencarian berkelanjutan untuk mencari kedamaian atau pelepasan dari perasaan yang mengganggu.
Luka-Diri dan Sendiri: Menggambarkan Perasaan yang Terluka
Pada bagian terakhir puisi ini, penyair menulis, "Menghangatkan luka-diri / Sendiri." Kalimat ini menyampaikan bahwa meskipun ada usaha untuk menghangatkan perasaan melalui kopi, ada luka yang tetap ada, yang tidak bisa sembuh hanya dengan upaya sederhana. Kata "luka-diri" mengandung makna yang mendalam, menunjukkan bahwa kesendirian dan perasaan terluka adalah bagian yang tidak terpisahkan dari diri penyair.
Penggunaan kata "sendiri" di akhir puisi menguatkan tema utama puisi ini: kesendirian yang menjadi inti dari pengalaman yang dirasakan penyair. Meskipun mencoba untuk menghangatkan diri dengan kopi, luka batin tetap ada. "Sendiri" di sini bisa berarti kesepian yang dialami seseorang, atau bisa juga menjadi cara penyair untuk menghadapi kenyataan bahwa meskipun ada kenangan dan perasaan yang beriringan, pada akhirnya seseorang harus berdamai dengan kesendiriannya.
Puisi "Seharum Renggali" karya Doel CP Allisah menonjolkan tema tentang kenangan yang tak terlepaskan, kesendirian, dan cara kita berhadapan dengan luka dalam hidup. Alam, kenangan, dan objek sehari-hari seperti kopi dipilih oleh penyair untuk membangun suasana hati yang kompleks—suasana yang penuh dengan kerinduan, luka, dan keinginan untuk merasakan kehangatan, meski dalam keadaan yang penuh kesendirian.
Melalui puisi ini, pembaca diajak untuk merenungkan perasaan-perasaan pribadi yang kadang tidak bisa diungkapkan secara langsung. Puisi ini juga menunjukkan bahwa meskipun ada usaha untuk mengisi kekosongan dengan berbagai cara, pada akhirnya seseorang harus menghadapinya sendiri, berhadapan dengan luka-diri yang tetap ada. Inilah keindahan dan kekuatan puisi, yang mampu menangkap realitas emosional manusia dengan cara yang halus dan puitis.
Karya: Doel CP Allisah