Puisi: Sebuah Bingkai Potret (Karya Sutan Iwan Soekri Munaf)

Puisi "Sebuah Bingkai Potret" karya Sutan Iwan Soekri Munaf mengajak pembaca untuk merenungkan keberadaan manusia dalam dunia yang penuh keterbatasan.
Sebuah Bingkai Potret
pada Hanif R Tanjung

sebuah bingkai
aku di dalamnya
penuh debu
dalam pendambaan. Sia-sia
untuk bersihkan segala ada
juga debu
dan hidup papa

Jakarta, 1974

Sumber: Obsesi (1985)

Analisis Puisi:

Puisi "Sebuah Bingkai Potret" karya Sutan Iwan Soekri Munaf merupakan refleksi mendalam tentang identitas, eksistensi, dan kefanaan hidup. Dalam rangkaian kata-kata yang sederhana namun kaya makna, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan keberadaan manusia dalam dunia yang penuh keterbatasan.

Melihat Diri dalam Bingkai Kehidupan

“Sebuah bingkai / aku di dalamnya”

Puisi ini dimulai dengan gambaran seseorang yang terperangkap dalam sebuah bingkai. Bingkai sering kali diasosiasikan dengan potret atau sesuatu yang statis. Dalam konteks ini, bingkai menjadi metafora untuk batasan-batasan hidup, entah itu aturan, norma, atau keterbatasan pribadi yang membuat seseorang merasa terkungkung.

Gambaran ini mencerminkan upaya untuk melihat diri sendiri dalam kerangka hidup yang tidak selalu memberikan kebebasan atau kendali penuh. Sang aku lirik tidak hanya berada di dalam bingkai, tetapi juga menjadi bagian darinya, mencerminkan keterikatan dengan kondisi dan situasi yang ada.

Debu: Simbol Kefanaan dan Waktu yang Terhenti

“Penuh debu / dalam pendambaan.”

Debu dalam puisi ini melambangkan kefanaan, ketidakberdayaan, dan waktu yang terus berjalan. Potret yang berdebu mengisyaratkan sesuatu yang terabaikan, terlupakan, atau tidak lagi relevan. Namun, debu juga menjadi simbol dari hal-hal yang menempel dan tidak mudah dihilangkan, mencerminkan beban hidup atau kenangan yang sulit dilupakan.

Pendambaan di sini menggambarkan keinginan yang terus-menerus untuk mencari sesuatu yang lebih baik, lebih bersih, atau lebih bermakna, meskipun sering kali terasa sia-sia.

Kesadaran tentang Kesia-siaan

“Sia-sia / untuk bersihkan segala ada / juga debu.”

Baris ini menyiratkan keputusasaan atau kesadaran akan keterbatasan manusia. Upaya untuk membersihkan debu atau mengubah keadaan sering kali dirasakan tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Ini mencerminkan realitas hidup yang penuh perjuangan tetapi tidak selalu memberikan hasil yang sesuai dengan keinginan.

Sang aku lirik menyadari bahwa kehidupan ini tidak sempurna, dan meskipun ada upaya untuk memperbaiki atau membersihkan, ada batasan yang tidak dapat dilampaui.

Hidup Papa: Kemiskinan dan Kekosongan

“Dan hidup papa”

Frasa ini menjadi penutup yang kuat dalam puisi, menyiratkan kemiskinan, baik secara material maupun spiritual. Hidup papa tidak hanya berarti kehidupan yang kekurangan secara ekonomi, tetapi juga menggambarkan kekosongan makna, kehilangan harapan, atau ketidakpuasan terhadap kehidupan itu sendiri.

Dengan hanya dua kata, Sutan Iwan Soekri Munaf berhasil menggambarkan perasaan mendalam tentang perjuangan hidup yang keras dan sering kali tidak adil.

Tema Utama: Identitas, Keterbatasan, dan Penerimaan

Puisi ini mengangkat tema identitas manusia dalam dunia yang penuh keterbatasan. Bingkai menjadi simbol dari aturan atau ekspektasi yang membatasi kebebasan, sedangkan debu melambangkan beban kehidupan dan jejak waktu. Keduanya menciptakan gambaran tentang manusia yang terus berusaha mencari makna, meskipun sering kali merasa terjebak dalam siklus yang sia-sia.

Pendambaan dalam puisi ini menunjukkan keinginan untuk melampaui keterbatasan, tetapi juga diimbangi dengan kesadaran bahwa tidak semua hal dapat diperbaiki. Akhirnya, puisi ini mengarahkan pembaca pada penerimaan terhadap hidup apa adanya, meskipun penuh debu dan ketidaksempurnaan.

Pesan Reflektif

Puisi "Sebuah Bingkai Potret" mengajak pembaca untuk merenungkan posisi mereka dalam hidup. Bingkai tidak hanya mengungkung, tetapi juga memberi struktur dan batasan yang memungkinkan seseorang untuk memahami dirinya. Debu, meskipun mengganggu, adalah bagian dari kehidupan yang tidak dapat dihindari.

Puisi ini mengajarkan bahwa kesadaran akan keterbatasan adalah langkah pertama menuju penerimaan. Dalam hidup yang penuh debu dan kekurangan, ada nilai dalam pendambaan, meskipun hasil akhirnya mungkin tidak selalu sesuai dengan harapan.

Puisi "Sebuah Bingkai Potret" karya Sutan Iwan Soekri Munaf adalah potret puitis tentang hidup yang penuh perjuangan, kefanaan, dan keterbatasan. Dengan bahasa yang sederhana tetapi padat makna, puisi ini menyampaikan pesan tentang pentingnya menerima hidup apa adanya, meskipun penuh debu dan kekosongan.

Puisi: Sebuah Bingkai Potret
Puisi: Sebuah Bingkai Potret
Karya: Sutan Iwan Soekri Munaf

Biodata Sutan Iwan Soekri Munaf:
  • Nama Sebenarnya adalah Drs. Sutan Roedy Irawan Syafrullah.
  • Sutan Iwan Soekri Munaf adalah nama pena.
  • Sutan Iwan Soekri Munaf lahir di Medan pada tanggal 4 Desember 1957.
  • Sutan Iwan Soekri Munaf meninggal dunia di Rumah Sakit Galaxy, Bekasi, Jawa Barat pada hari Selasa tanggal 24 April 2018.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.