Puisi: Sajak pada Hari Ini (Karya Sutan Iwan Soekri Munaf)

Puisi "Sajak pada Hari Ini" memberikan gambaran tentang bagaimana cinta dan kehidupan dapat terhenti sejenak, mencari makna yang lebih dalam, ...
Sajak pada Hari Ini
pada pipiet senja

cinta yang padu
sia-sia dikeping tuju
maut. Sentuh sendu-senduku
duka menyatu diserpih salju

        tiba di tubuh
        rubuh
        tiba di jantung
        patung

mata yang rawan
sia-sia mengambang ranah
dulu mencari bulan
antara tanah:
tumpah
perawan!

Pariaman, 1977

Sumber: Obsesi (1985)

Analisis Puisi:

Puisi "Sajak pada Hari Ini" karya Sutan Iwan Soekri Munaf adalah sebuah karya yang menggambarkan perasaan mendalam dan kompleksitas emosi manusia. Melalui pilihan kata yang penuh metafora, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung, mempertanyakan eksistensi, dan meresapi ketegangan dalam hidup. Dapat dilihat bahwa puisi ini memadukan tema cinta, kehilangan, dan pencarian makna dalam kehidupan.

Cinta dan Kehilangan: Dua Kekuatan yang Beradu

Puisi ini diawali dengan gambaran cinta yang kuat namun tak berdaya di hadapan maut:

"cinta yang padu
sia-sia dikeping tuju
maut. Sentuh sendu-senduku
duka menyatu diserpih salju"

Cinta yang seharusnya menjadi kekuatan besar malah terperangkap dalam ketidakberdayaan, yang pada akhirnya tak mampu menghindar dari kematian. Kata-kata seperti "sia-sia" dan "maut" menggambarkan ketidaksempurnaan cinta dalam realitas yang keras, di mana cinta tidak selalu memiliki jalan yang mulus dan terkadang bertemu dengan akhir yang tragis. Salju di sini bisa diartikan sebagai simbol dari kesunyian dan kedinginan perasaan, yang semakin memperdalam rasa kehilangan.

Tubuh dan Jantung: Keruntuhan yang Simbolis

Pada bagian berikutnya, kita dibawa pada gambaran tubuh yang runtuh dan jantung yang menjadi patung:

"tiba di tubuh
rubuh
tiba di jantung
patung"

Ada kontradiksi yang terasa di sini: tubuh yang seharusnya menjadi pusat kehidupan justru runtuh, sementara jantung yang mestinya menjadi simbol cinta, kehidupan, dan perasaan, berubah menjadi patung — sesuatu yang mati, beku, dan tak bergerak. Ini bisa diartikan sebagai kondisi keterasingan atau ketidakmampuan untuk merasakan cinta atau kehidupan dengan cara yang penuh makna.

Pencarian yang Tak Berujung

Di bagian akhir, ada gambaran tentang mata yang rawan dan pencarian yang tak pernah menemukan jawabannya:

"mata yang rawan
sia-sia mengambang ranah
dulu mencari bulan
antara tanah:
tumpah
perawan!"

Mata yang "rawan" menggambarkan keadaan yang penuh kecemasan, melihat dunia namun tak menemukan kepastian. Pencarian bulan, sebuah simbol yang seringkali dikaitkan dengan harapan, keindahan, dan impian, seolah sia-sia ketika berusaha mencapainya. Bahkan bulan yang dicari, tumpah, seolah menghilang ke dalam tanah, hilang tanpa jejak. "Perawan" di sini bisa dianggap sebagai simbol kesucian yang kini terkontaminasi oleh kenyataan pahit. Semuanya terbuang dalam pencarian yang tak terjawab.

Penyampaian Melalui Simbolisme dan Metafora

Sutan Iwan Soekri Munaf menggunakan bahasa yang penuh simbolisme dan metafora untuk menyampaikan pesan-pesan tentang ketidakberdayaan, pencarian makna, dan ketegangan dalam hidup. Cinta yang padu namun sia-sia, tubuh yang rubuh, dan jantung yang menjadi patung semuanya berbicara tentang keterbatasan manusia dalam mengatasi kehilangan, kematian, dan ketidakpastian.

Puisi ini lebih dari sekadar rangkaian kata yang indah, namun juga merupakan refleksi mendalam tentang pengalaman manusia yang seringkali diliputi keraguan, kehilangan, dan pencarian tanpa akhir. Puisi "Sajak pada Hari Ini" memberikan gambaran tentang bagaimana cinta dan kehidupan dapat terhenti sejenak, mencari makna yang lebih dalam, tetapi sering kali menemui jalan buntu. Namun, dalam ketiadaan jawaban, puisi ini tetap mengundang pembaca untuk merasakan dan merenung, menghadapi kenyataan dengan cara yang lebih introspektif.

Puisi: Sajak pada Hari Ini
Puisi: Sajak pada Hari Ini
Karya: Sutan Iwan Soekri Munaf

Biodata Sutan Iwan Soekri Munaf:
  • Nama Sebenarnya adalah Drs. Sutan Roedy Irawan Syafrullah.
  • Sutan Iwan Soekri Munaf adalah nama pena.
  • Sutan Iwan Soekri Munaf lahir di Medan pada tanggal 4 Desember 1957.
  • Sutan Iwan Soekri Munaf meninggal dunia di Rumah Sakit Galaxy, Bekasi, Jawa Barat pada hari Selasa tanggal 24 April 2018.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Dalam Bus angin dan langit bersatu di jendela bis suhu merendah dan seorang ibu yang tua terbatuk-batuk di depanku; senja makin lama makin kekal rasanya tikungan …
  • Begonia sepasang lebah kuning mendengung di atasnya bagai Malaikat kecil bersayap dengan hati-hati mendekat dan hinggap pada kuntum-kuntum yang ranum itu betapa k…
  • Beri Aku “M” beri aku R supaya kencingku lancar dan darahku menderu-deru beri aku P agar otakku kerja keras dan rohku berkeringat, tidak gatal tidak sedih, tida…
  • Burung Engkau burung engkau yang tegang dan bertengger bagai hakim sedang bludrek kutembak kau dengan panah asmara yang panas dan membara bagai bedil agar kita be…
  • Tercium Belum sesampai di tungkai darahku rokok napasku mengepul dan detak mataku meretap panas, panas bau sorga, bau neraka bau tuhan, bau setan sesampai di ma…
  • Perkara perkara daun-daun aku belum soal lampu atau cangkir aku hampir kurang dua menit lagi awas tentang lonte, aspal, kuburan atau tuhan aku sudah bosan janga…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.