Refleksi April
Berkali-kali kaki melangkah di pagi hari
Es di jalan dingin menggigit sepatu. Beku
Barangkali waktu menggoda jarak
dan perjalanan pun terbagi-bagi
Aku kehilangan lelah saat mencari-cari jejak
Menari-nari. Berpendar-pendar dalam matamu
Barangkali langkah tinggalkan seribu jalan. Sepi
menyapa berkali-kali malam tadi
Aku kembali ingin rasakan waktu dalam dekapmu
Meniti rindu yang berkepanjangan membelenggu
Semua membayang dalam setiap langkah
Barangkali kini engkau lelah dan tinggal dalam sejarah
Ya, aku tidak ingin lagi duduk dan bercakap ditemani bulan
Bercerita tentang seribu perjalanan dalam satu kematian
Aku kembali ingin bercakap sambil berjalan
Meninggalkan bulan. Meninggalkan tahun. Meninggalkan angan-angan
Berkali-kali mengukur jarak waktu. Berkali-kali engkau menunggu
Semua bisu
Langkah kaki masih menembus pagi hari
Es di jalan dingin menggigit sepatu. Beku
Jakarta, 1996
Sumber: Horison (Maret, 2000)
Analisis Puisi:
Puisi "Refleksi April" karya Sutan Iwan Soekri Munaf membawa pembaca pada sebuah perjalanan emosional yang mendalam, penuh dengan kesendirian, pencarian, dan refleksi terhadap waktu, kenangan, serta hubungan dengan orang yang kita cintai. Dalam setiap barisnya, puisi ini menggambarkan perasaan rindu yang tak berujung, perjuangan dalam mencari makna, dan pencarian jejak-jejak kehidupan yang terkadang sulit untuk ditemukan.
Kehilangan dan Pencarian Jejak
Di bagian awal puisi, kita dibawa ke sebuah gambaran yang sangat nyata tentang langkah kaki yang bergerak di pagi hari, menghadapi es dingin yang menggigit sepatu, dan kesan waktu yang terus menggoda jarak: "Berkali-kali kaki melangkah di pagi hari / Es di jalan dingin menggigit sepatu. Beku." Ini adalah gambaran fisik yang menunjukkan perjuangan seseorang dalam menghadapi kerasnya kenyataan hidup, perjalanan yang penuh dengan tantangan, serta rasa dingin yang mengingatkan pada ketidakpastian.
Namun, bukan hanya tentang perjalanan fisik, puisi ini juga menggambarkan pencarian batin yang terasa lebih dalam. Baris "Barangkali waktu menggoda jarak / dan perjalanan pun terbagi-bagi" menunjukkan bagaimana waktu dan jarak mempengaruhi perjalanan kehidupan seseorang. Mungkin, perjalanan itu tidak selalu lurus dan mulus, melainkan penuh dengan potongan-potongan yang saling terpisah dan harus dihadapi secara berulang.
Rindu dan Kehilangan dalam Setiap Langkah
Seiring dengan berjalannya waktu, ada tema tentang kehilangan dan kerinduan yang mengiringi langkah kaki itu. "Aku kehilangan lelah saat mencari-cari jejak / Menari-nari. Berpendar-pendar dalam matamu." Ini menggambarkan betapa pencarian itu bukan hanya soal fisik, tetapi juga soal emosi yang hilang dan penuh dengan bayang-bayang kenangan. Dalam matanya, seakan terdapat sebuah pendaran atau refleksi yang bisa menggambarkan perjalanan yang telah dijalani, penuh dengan harapan, namun seiring waktu mungkin tak dapat ditemukan lagi.
Kerinduan ini semakin kuat dengan kalimat "Aku kembali ingin rasakan waktu dalam dekapmu / Meniti rindu yang berkepanjangan membelenggu." Rindu yang tak kunjung padam seakan membelenggu penulis, mempengaruhi setiap langkahnya, dan membentuk kenangan-kenangan yang tak pernah bisa dilupakan. Puisi ini seakan menunjukkan bagaimana seseorang bisa terjebak dalam kenangan dan perasaan yang terus berputar, menunggu seseorang atau sesuatu yang mungkin tidak akan pernah kembali.
Meninggalkan Masa Lalu dan Menghadapi Kenyataan
Bagian selanjutnya menunjukkan pergolakan batin antara ingin kembali ke masa lalu dan menghadapi kenyataan sekarang. "Ya, aku tidak ingin lagi duduk dan bercakap ditemani bulan / Bercerita tentang seribu perjalanan dalam satu kematian." Frasa ini menggambarkan keinginan untuk melepaskan diri dari kenangan yang terlalu membebani, melepaskan diri dari perbincangan yang penuh dengan nostalgia yang tidak lagi membawa solusi. Penulis merasa terperangkap dalam masa lalu yang terus berulang, dan kini ingin melangkah maju, meninggalkan bulan, tahun, dan angan-angan yang hanya mengikat.
Perubahan ini tampak jelas dalam pernyataan, "Aku kembali ingin bercakap sambil berjalan / Meninggalkan bulan. Meninggalkan tahun. Meninggalkan angan-angan." Ada sebuah harapan untuk bergerak ke depan, berbicara bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan tindakan, meninggalkan masa lalu yang mengikat dan meraih masa depan yang penuh dengan harapan.
Mengukur Jarak Waktu dan Kesepian yang Menyelimuti
Di tengah perjalanan ini, meskipun ada upaya untuk maju, waktu dan kenangan tetap menghantui, terbukti dalam baris "Berkali-kali mengukur jarak waktu. Berkali-kali engkau menunggu / Semua bisu." Meskipun penulis berusaha mengukur dan mengatur jarak dalam waktu, rasa kesepian dan keheningan seakan menyelimuti setiap langkah. Menunggu adalah tema yang kuat dalam puisi ini—penantian yang tak berujung, yang terus mengukur waktu tanpa ada jawaban yang pasti. Ini menggambarkan betapa kita bisa merasa sendirian dalam perjalanan hidup, meskipun ada harapan dan tujuan yang ingin dicapai.
Puisi "Refleksi April" karya Sutan Iwan Soekri Munaf adalah sebuah karya yang penuh dengan emosi dan refleksi yang mendalam tentang perjalanan hidup, waktu, kehilangan, dan pencarian makna. Setiap baris mengungkapkan perasaan batin yang kompleks, yang menggambarkan upaya untuk mengatasi kesepian, kerinduan, dan kenangan masa lalu. Meskipun ada keinginan untuk bergerak maju, waktu tetap menjadi hal yang sulit untuk dikuasai dan sering kali mengingatkan kita pada kenangan yang tak mudah dilupakan.
Dengan menggunakan gambaran perjalanan yang penuh dengan dingin, jarak, dan keheningan, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan antara waktu, kenangan, dan keinginan untuk terus maju meskipun dihadapkan pada kesulitan. Ini adalah puisi yang berbicara tentang kegelisahan, pencarian diri, dan harapan yang terus hidup meskipun dalam kesunyian dan penantian yang tak berkesudahan.
Puisi: Refleksi April
Karya: Sutan Iwan Soekri Munaf
Biodata Sutan Iwan Soekri Munaf:
- Nama Sebenarnya adalah Drs. Sutan Roedy Irawan Syafrullah.
- Sutan Iwan Soekri Munaf adalah nama pena.
- Sutan Iwan Soekri Munaf lahir di Medan pada tanggal 4 Desember 1957.
- Sutan Iwan Soekri Munaf meninggal dunia di Rumah Sakit Galaxy, Bekasi, Jawa Barat pada hari Selasa tanggal 24 April 2018.
