Puisi: Rasa Sakit (Karya Mahdi Idris)

Puisi "Rasa Sakit" karya Mahdi Idris adalah refleksi yang mendalam tentang bagaimana penderitaan dan rasa sakit berfungsi dalam kehidupan.
Rasa Sakit

Siapa yang telah sakit oleh kecup angin malam dingin, tanyamu. Dia yang sakit, adalah dia yang sedang membaringkan persoalan hidup menjadi renungan. Lalu diterjemahkan baris-baris penderitaan pada gelombang keraguan dan keyakinan pada pengampunan. Seperti burung yang berharap badai enggan datang mematahkan sayap, meskipun sayap-sayap itu tumbuh kembali dan memberinya kesempatan terbang lebih tinggi.

Bukankah rasa sakit itu jalan cahaya menuju lembah di bawah rintik gerimis? Ya, tak ada keinginan untuk sakit dan penderitaan yang panjang. Tapi lihatlah bagaimana rasa sakit itu menyembuhkan, mendatangkan perahu-perahu yang mengantarkan ke dermaga. Yang tiada tambat sebelum seluruh rasa sakit itu menghimpun seluruh kekuatan menampung luka.

Maka, semakin jauh menempuh perjalanan rasa sakit makin banyak berhamparan, menangkup pada seluruh tubuh. Sebab pejalan adalah seseorang yang mudah terserang angin. Ia datang tak mesti pulang. Ia menjadi kendaraan bagi yang berjalan dan menjadi perahu bagi yang berlayar. Dan ia menjadi penyakit bagi yang ingin singgah di persimpangan. Tak ada belas kasih dalam perjalanan. Apalagi ini awal keberangkatan ke tempat terjauh.

Pondok Kates, 2018

Analisis Puisi:

Puisi "Rasa Sakit" karya Mahdi Idris mengajak pembaca untuk merenungkan makna rasa sakit dalam kehidupan. Puisi ini mengandung refleksi mendalam tentang bagaimana penderitaan, meskipun tidak diinginkan, dapat berfungsi sebagai katalisator untuk perubahan dan pembaruan. Rasa sakit dalam puisi ini bukan sekadar penderitaan fisik atau emosional, tetapi juga sebagai proses yang mengarah pada pemahaman yang lebih dalam tentang kehidupan dan penyembuhan.

Rasa Sakit sebagai Proses Perenungan dan Pencarian Makna

Puisi ini dimulai dengan sebuah pertanyaan yang mengundang refleksi tentang rasa sakit: "Siapa yang telah sakit oleh kecup angin malam dingin, tanyamu." Dalam kalimat ini, rasa sakit tidak hanya dipahami sebagai sesuatu yang terjadi pada tubuh, tetapi juga sebagai perasaan yang muncul akibat pergulatan batin. Penyair menyatakan bahwa mereka yang sakit adalah mereka yang sedang membaringkan persoalan hidup menjadi renungan, berusaha merenungkan setiap kesulitan dan penderitaan yang dialami.

"Dia yang sakit, adalah dia yang sedang membaringkan persoalan hidup menjadi renungan."

Pernyataan ini menunjukkan bahwa rasa sakit sering kali memicu refleksi dalam diri seseorang. Ketika seseorang merenung, ia berusaha menerjemahkan penderitaan yang dialaminya ke dalam makna yang lebih besar. Penderitaan itu diterjemahkan dalam bentuk baris-baris yang berisi keraguan, keyakinan, dan pengampunan. Rasa sakit, dalam hal ini, menjadi alat untuk menyelami lebih dalam tentang makna hidup dan pembelajaran dari setiap pengalaman.

Penderitaan sebagai Pembelajaran dan Kesempatan untuk Bangkit

Rasa sakit, meskipun tidak diinginkan, diibaratkan sebagai sebuah perjalanan yang membawa pelajaran dan kesempatan baru. Seperti burung yang takut badai datang untuk mematahkan sayapnya, namun meskipun sayap itu patah, ia tumbuh kembali dan memberinya kesempatan untuk terbang lebih tinggi.

"Seperti burung yang berharap badai enggan datang mematahkan sayap, meskipun sayap-sayap itu tumbuh kembali dan memberinya kesempatan terbang lebih tinggi."

Simbol burung ini mengajarkan kita bahwa meskipun penderitaan datang seperti badai yang mematahkan sayap, ia bukanlah akhir dari segalanya. Justru, melalui patahan itu, kita diberi kesempatan untuk tumbuh dan bangkit lebih kuat, lebih tinggi, dan lebih bijaksana. Penyair menggambarkan bahwa rasa sakit yang kita alami adalah bagian dari proses pembelajaran dan pertumbuhan, yang akan membawa kita menuju pencapaian yang lebih tinggi dalam hidup.

Rasa Sakit sebagai Jalan Menuju Penyembuhan

Puisi ini juga menekankan bahwa rasa sakit memiliki peran penting dalam penyembuhan dan pemulihan. Penyair menyatakan bahwa meskipun tak ada yang menginginkan rasa sakit, pada akhirnya rasa sakit dapat membawa kesembuhan. Rasa sakit bukan hanya merobek dan mencabik, tetapi juga dapat membawa kita pada kesadaran yang lebih besar.

"Ya, tak ada keinginan untuk sakit dan penderitaan yang panjang. Tapi lihatlah bagaimana rasa sakit itu menyembuhkan, mendatangkan perahu-perahu yang mengantarkan ke dermaga."

Perahu yang dihadirkan dalam puisi ini merupakan simbol dari harapan dan penolong yang datang setelah penderitaan. Rasa sakit itu seperti sebuah perahu yang mengantar kita menuju dermaga, tempat di mana kita bisa merasakan ketenangan setelah perjalanan panjang. Di sini, rasa sakit berfungsi sebagai sesuatu yang menghimpun kekuatan dan menyatukan luka-luka untuk akhirnya membawa pada penyembuhan dan pemulihan.

Penderitaan yang Membentuk Kekuatan dan Keberanian

Penyair kemudian menggambarkan bagaimana rasa sakit semakin lama semakin membentuk tubuh dan jiwa seseorang. Proses menempuh perjalanan rasa sakit tidak pernah mudah, dan semakin jauh seseorang menempuh perjalanan itu, semakin banyak penderitaan yang harus ditanggung. Namun, itulah yang membentuk kekuatan dan keberanian.

"Maka, semakin jauh menempuh perjalanan rasa sakit makin banyak berhamparan, menangkup pada seluruh tubuh."

Penderitaan itu tidak hanya menyentuh bagian tubuh tertentu, tetapi meluas dan menyatu dengan seluruh tubuh dan jiwa seseorang. Seiring berjalannya waktu, rasa sakit itu mengubah seseorang, menjadikannya lebih kuat dan lebih tahan terhadap cobaan hidup. Penyair menyatakan bahwa rasa sakit bukanlah sesuatu yang bisa dihindari, melainkan sesuatu yang harus diterima dan dilalui untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang hidup.

Perjalanan Tak Berujung: Rasa Sakit sebagai Bagian dari Hidup

Puisi ini ditutup dengan pernyataan tentang perjalanan yang tak pernah berujung, yang menggambarkan bahwa rasa sakit adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan itu sendiri. Penyair mengungkapkan bahwa perjalanan hidup yang penuh dengan penderitaan itu adalah sesuatu yang harus dijalani, meskipun tanpa belas kasih.

"Tak ada belas kasih dalam perjalanan. Apalagi ini awal keberangkatan ke tempat terjauh."

Pernyataan ini menunjukkan bahwa hidup adalah perjalanan yang penuh dengan cobaan dan penderitaan, yang tak bisa dihindari. Namun, di balik setiap perjalanan tersebut, terdapat potensi untuk tumbuh, belajar, dan akhirnya menemukan makna yang lebih dalam tentang kehidupan. Penyair menggambarkan bahwa perjalanan itu bukan tentang mencari kenyamanan, tetapi tentang menghadapi setiap tantangan yang datang dengan keberanian dan tekad.

Puisi "Rasa Sakit" karya Mahdi Idris adalah refleksi yang mendalam tentang bagaimana penderitaan dan rasa sakit berfungsi dalam kehidupan. Penyair mengajak pembaca untuk melihat rasa sakit tidak sebagai sesuatu yang harus dihindari, tetapi sebagai bagian tak terpisahkan dari perjalanan hidup yang membawa kita pada pemahaman, penyembuhan, dan pencerahan.

Melalui simbol-simbol yang kuat, seperti burung, perahu, dan perjalanan, puisi ini menggambarkan bagaimana rasa sakit dapat mengubah kita, membentuk kekuatan dalam diri kita, dan membawa kita menuju pencerahan yang lebih tinggi. Sebuah perjalanan yang mungkin tidak selalu mudah, tetapi selalu penuh dengan pembelajaran dan kesempatan untuk tumbuh lebih baik.

Puisi Terbaik
Puisi: Rasa Sakit
Karya: Mahdi Idris

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Mantra Bacalah mantra aku rindu semangkuk kenangan berenang dalam aksara keramat kau namai mantra Menjelang riuh subuh kau tikam melumatku jadi kera atau kunang…
  • Jika Ibu telah Pergi Jika ibu pergi terlalu pagi membawa sejumpit ingatan mimpi di mana kau tanam kayu merindangi tubuhnya yang terbakar terik matahari akankah  ka…
  • Korban Semua yang telah tiada, masih memanggil anak-anak mereka agar pergi jauh, meninggalkan beberapa dendam dan luka yang sulit disembuhkan. Semua yang masih ada, melupakan…
  • Cemburu Dalam cangkir kopi aku melihatmu bersolek tersenyum diambang pintu. Menjelang malam kau kembali pada muasal luka lama menjemput kisah cemburu membawa ke…
  • Petiklah Air Mataku Petiklah salah satu tetes air mataku, lemparkan ia ke dalam lautan. Dan lihatlah air garam dalam luka-luka bumi ini dan manusia mulai menghilang. …
  • Jika Ibuku Jika ibuku Putroe Phang kupinta wahyu Tuhan agar ia tetap berdiri seteguh taman di persimpangan kota kelahiran. Jika ibuku Laksamana Malahayati kan kuasah peda…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.