Puisi: Percakapan Biara dengan Pohon Hitam (Karya Kriapur)

Puisi "Percakapan Biara dengan Pohon Hitam" karya Kriapur menggambarkan percakapan antara sebuah biara dan pohon hitam, menyajikan lapisan makna ...
Percakapan Biara dengan Pohon Hitam

perkenankanlah, seperti Tuhan
memperkenankan Adam dan Hawa
bersetubuh. Perkenankanlah.
(embun hinggap di daun-daun
di rumputan —
di padang-padang)

                perkenankanlah. Aku Lapar,
                kata pohon hitam itu

sehabis berdoa di gereja
biara itu berkata:
sabar dan tenanglah dengan laparmu
kau akan berjalan di jalanan indah
penuh terang.

Solo, 1981

Sumber: Horison (Februari, 1982)

Analisis Puisi:

Puisi "Percakapan Biara dengan Pohon Hitam" karya Kriapur menggambarkan percakapan antara sebuah biara dan pohon hitam, menyajikan lapisan makna yang mendalam dan spiritual. Puisi ini menggugah pemikiran tentang harapan, kehidupan rohaniah, dan hubungan antara manusia dengan alam.

Perkenan seperti Tuhan: Puisi ini dimulai dengan permohonan yang meminta perkenan, sebagaimana Tuhan memberikan perkenan kepada Adam dan Hawa untuk bersetubuh. Permohonan ini mungkin mencerminkan harapan akan persetujuan dan pemahaman, dan pada saat yang sama, menghadirkan unsur keintiman yang kuat.

Citra Alam: Gambaran embun yang hinggap di daun-daun dan padang-padang menciptakan citra alam yang segar dan hidup. Alam diwakili sebagai saksi atau saksi bisu atas percakapan yang terjadi antara biara dan pohon hitam. Citra ini menambahkan elemen kesucian dan kesejukan pada suasana puisi.

Lapar Pohon Hitam: Kata-kata "Aku Lapar" yang diucapkan oleh pohon hitam memberikan dimensi baru pada puisi. Lapar di sini tidak hanya bersifat fisik, melainkan juga bisa diartikan sebagai kehausan spiritual atau pencarian makna yang mendalam. Pohon hitam menjadi simbol kehidupan yang menginginkan pemenuhan dan penghayatan akan hakikat eksistensinya.

Doa di Biara: Pohon hitam menyampaikan kehendaknya setelah berdoa di gereja. Ini menciptakan kontras antara kehidupan rohaniah yang dijalankan di biara dengan kebutuhan fisik pohon hitam. Ada pemisahan antara kehidupan spiritual dan kehidupan alamiah, tetapi dalam percakapan, mereka saling berhubungan.

Sabar dan Tenang: Jawaban biara terhadap keluh kesah pohon hitam adalah sabar dan tenanglah dengan laparmu. Ungkapan ini menggambarkan ketenangan sebagai sikap yang perlu diadopsi dalam menghadapi keadaan sulit atau kekurangan. Sabar dan ketenangan diharapkan membawa keberkahan di masa depan.

Jalanan Indah dan Penuh Terang: Biara memberikan janji bahwa meskipun saat ini pohon hitam merasakan kelaparan, kelak ia akan berjalan di jalanan yang indah dan penuh terang. Ini bisa diartikan sebagai harapan akan kehidupan yang lebih baik, baik dalam konteks duniawi maupun spiritual, dan menggambarkan bahwa setiap perjuangan akan membuahkan hasil positif.

Simbolisme Religius: Percakapan antara biara dan pohon hitam juga menciptakan simbolisme religius. Biara sebagai representasi kehidupan rohaniah dan pohon hitam sebagai makhluk ciptaan Tuhan menghadirkan dimensi spiritual yang mendalam, menyoroti hubungan manusia dengan alam dan Sang Pencipta.

Puisi "Percakapan Biara dengan Pohon Hitam" adalah puisi yang menghadirkan percakapan antara unsur-unsur alam dan spiritualitas. Melalui kata-kata yang sederhana, puisi ini berhasil merangkai makna yang kompleks dan mendalam. Pohon hitam, dengan laparnya, menjadi metafora kebutuhan akan makna hidup dan pemahaman spiritual. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang hubungan antara manusia, alam, dan kehidupan rohaniah.

Puisi: Percakapan Biara dengan Pohon Hitam
Puisi: Percakapan Biara dengan Pohon Hitam
Karya: Kriapur

Biodata Kriapur:
  • Kriapur (akronim dari Kristianto Agus Purnomo) lahir pada tahun 1959 di Solo.
  • Kriapur meninggal dunia pada tanggal 17 Februari 1987 dalam sebuah kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Batang, Pekalongan, Jawa tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.