Puisi: Pelajaran Puisi (Karya Joko Pinurbo)

Puisi "Pelajaran Puisi" karya Joko Pinurbo menggambarkan guru yang tidak memaksakan hasil tertentu dalam pembelajaran puisi. Alih-alih memberikan ...
Pelajaran Puisi

Ia sering bingung: apa yang harus ia lakukan untuk
murid-muridnya saat ia memberikan pelajaran puisi.
Susah-susah amat. Ia bentangkan saja puisi di papan
tulis atau di dinding kelas.
"Puisi itu hutan rimba," ia memulai pelajaran. "Kalian
mau jadi anak rimba?" Meskipun sebagian besar
muridnya anak-anak kota, mereka ternyata mau
mencoba menjadi anak-anak rimba. "Kota juga rimba,"
cetus pak guru yang pandang matanya seluas rimba.
Setelah menunjukkan beberapa celah untuk masuk
rimba, ditambah sedikit penjelasan tentang peta rimba,
ia meminta murid-muridnya segera menjelajahi rimba.
Semula ada yang takut-takut, namun setelah dilecut-
lecut akhirnya berani juga. Ada pula yang belum-belum
sudah bergidik: "Kalau ada ular, bagaimana?" Pak guru
merasa geli: "Jangankan di hutan, di kamar mandi pun
kadang ada ular."
Ribut sekali. Mereka berhamburan ke dalam rimba
sambil bersorak-sorak: "Rusa jantan berlari masuk
hutan…." Kemudian ada yang menimpal: "Curang!
Memangnya hanya rusa jantan yang bisa berlari masuk
hutan? Rusa betina juga bisa. Ayo balapan!"
Guru puisi itu tampak tenang-tenang saja, tapi waspada.
Ia sudah sangat sering masuk hutan dan tahu rahasia
rimba. Ia sibuk berjaga-jaga, siap memberikan
pertolongan darurat bila, misalnya, ada muridnya yang
linglung atau tersesat.
Tiba-tiba suasana berangsur senyap. Tak terdengar lagi
derai tawa dan suara bernyanyi bersahutan. Ia mulai
panik. Jangan-jangan mereka benar-benar tersesat.
Jangan-jangan ditelan gelap. Jangan-jangan ada yang
masuk jurang. Jangan-jangan ada yang digigit ular. Ia
ingin sekali mencari dan menemukan mereka, tapi sama
sekali tak ada sinyal suara. Malah ia sendiri tiba-tiba
takut tersesat. Takut pada yang tak terlihat.
Ia masih tercenung gundah ketika murid-muridnya satu
persatu muncul dari dalam rimba. Ada yang pakaiannya
kusut dan kotor. Ada yang wajahnya belepotan tanah.
Ada yang lecet-lecet, bahkan luka-luka. Ada yang pantat
celananya jebol. Ada yang kehilangan tas dan kamera.
Ada yang pura-pura kesurupan dan sakit jiwa.
Setelah semuanya berkumpul kembali, dengan nada
murung ia berkata: "Maafkan saya ya, tadi cuma
menunjukkan jalan masuk rimba, tapi tidak memberi
tahu jalan keluar rimba. Aku ingin menjemput kalian
sebenarnya, tapi khawatir kalian merasa dikira anak
manja." Seorang murid yang rambutnya jadi mirip
rimba menukas: "Jangan terlalu sensi(tif) dong Pak.
Kami baik-baik saja. Lihat nih, kami masih utuh."
Tiba-tiba matanya berbinar-binar kembali. Lalu ia agak
kewalahan mendengarkan celoteh murid-muridnya. Tadi
saya hampir terperosok ke jurang lho Pak. Saya
berpapasan dengan ular. Saya malah sempat mandi di
pancuran. Saya ketemu pelangi di sungai. Tadi ada
monyet naksir saya lho Pak. Saya terjatuh tanpa sebab.
Saya terguling di tebing. Saya anak rimba!
Bel berbunyi. Bubar. Pelajaran puisi (untuk sementara)
selesai. "Terima kasih ya Pak." "Lho, jangan berterima
kasih kepada saya. Berterima kasihlah kepada puisi." Ia
baru sadar bahwa tadi ia tidak sempat sarapan sehingga
perutnya kembung. Agak terburu-buru ia meninggalkan
ruang kelas. Langkahnya kelihatan goyah. Tubuhnya
kelihatan ringkih. Tapi ia adalah raja rimba. Ia kepalkan
dan acungkan tangannya: "Hidup puisi!"
Gerimis berderai membasuh rambutnya yang keperak-
perakan. Gerimis siang. Seperti ribuan diksi dan imaji
berhamburan dari pohon hayat yang rimbun dan tinggi.
Seperti ribuan morfem dan fonem bertaburan dari
pohon waktu yang tak pernah mati. Dan ia berjalan
tergesa dengan perut lapar dan kembung. Nun di
belakang sana murid-muridnya berdiri dan bernyanyi:
"Rusa jantan berlari masuk kantin ...."

Sumber: Telepon Genggam (2003)

Analisis Puisi:

Puisi "Pelajaran Puisi" karya Joko Pinurbo adalah sebuah karya yang menyentuh sekaligus menghibur, menggambarkan dinamika antara guru dan murid dalam proses pembelajaran puisi. Melalui imaji dan metafora yang segar, puisi ini menawarkan sebuah pandangan mendalam mengenai bagaimana puisi dilihat, dipelajari, dan diterima oleh pembaca atau, dalam konteks ini, murid-murid yang masih muda dan penuh rasa ingin tahu. Joko Pinurbo, dengan kecerdasan puitiknya, mengajak pembaca untuk memasuki dunia puisi yang penuh dengan keajaiban, tantangan, dan kebebasan berimajinasi.

Konsep Rimba dalam Pembelajaran Puisi

Salah satu metafora utama yang digunakan dalam puisi ini adalah "rimba," yang digunakan oleh guru untuk menggambarkan dunia puisi. Puisi tidak dijelaskan dalam definisi formal atau teoretis, tetapi disajikan sebagai sesuatu yang luas, kompleks, dan penuh misteri, mirip dengan hutan rimba yang penuh dengan tantangan dan keindahan tersembunyi.

Guru tersebut menggunakan imaji "hutan rimba" sebagai cara untuk mengajak murid-muridnya berkelana dalam dunia puisi. Hutan atau rimba adalah dunia yang asing, liar, dan penuh dengan potensi yang tak terduga. Guru berkata, "Puisi itu hutan rimba," dan meminta murid-murid untuk menjadi "anak rimba," yang artinya mereka harus berani menjelajahi dunia puisi yang penuh dengan keanekaragaman dan kejutan.

Metafora ini sangat menggambarkan esensi puisi itu sendiri. Puisi sering kali dianggap sebagai wilayah yang misterius, tak terdefinisi dengan jelas, dan penuh dengan pengalaman serta ekspresi yang kadang sulit dipahami. Namun, seperti halnya dalam sebuah hutan, mereka yang berani memasuki rimba akan menemukan keindahan yang mungkin tidak mereka duga sebelumnya.

Dinamika Pembelajaran Puisi

Setelah memperkenalkan konsep rimba, guru dalam puisi ini memberi kesempatan kepada murid-murid untuk menjelajah. Mereka diminta untuk "menjelajahi rimba" dengan berimajinasi, membuat mereka terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Beberapa murid merasa takut, tetapi mereka akhirnya berani untuk mencoba. Ada juga yang mulai mempertanyakan: "Kalau ada ular, bagaimana?" Ini menunjukkan betapa puisi bisa menjadi sebuah tantangan, sesuatu yang kadang terasa menakutkan atau tidak pasti, tetapi juga bisa menyenangkan dan penuh keingintahuan.

Namun, meskipun sebagian besar muridnya adalah anak-anak kota, mereka tetap melangkah masuk ke dalam dunia puisi dengan semangat yang tinggi, berlari dan bersorak-sorai. Salah satu murid bahkan mengkritik dengan nada riang, "Memangnya hanya rusa jantan yang bisa berlari masuk hutan? Rusa betina juga bisa. Ayo balapan!" Ini mencerminkan kebebasan berimajinasi yang diberikan oleh puisi, di mana tidak ada batasan atau aturan ketat—semua orang bebas berkreasi.

Melalui interaksi ini, Pinurbo menyampaikan bahwa puisi bukanlah sebuah objek yang kaku atau hanya untuk dipahami secara teoretis. Sebaliknya, puisi adalah sesuatu yang perlu dijalani, dirasakan, dan dieksplorasi secara langsung. Pembelajaran puisi dalam puisi ini adalah sebuah perjalanan yang penuh kegembiraan, kekacauan, dan eksperimen.

Ketakutan dan Kejutan dalam Menjelajah Puisi

Namun, perjalanan menjelajah puisi tidak selalu mulus. Di tengah-tengah antusiasme, suasana tiba-tiba berubah menjadi senyap. Guru merasa cemas, khawatir ada murid-murid yang tersesat atau terjebak dalam kegelapan dunia puisi yang tidak dapat dipahami. "Jangan-jangan mereka benar-benar tersesat. Jangan-jangan ditelan gelap," pikir guru tersebut.

Ketakutan guru ini mencerminkan perasaan banyak orang dewasa ketika mereka mencoba memahami atau mengajarkan puisi—perasaan terjebak atau kehilangan arah. Namun, meskipun ada ketakutan dan kecemasan, ada juga kegembiraan yang datang dari pencarian itu sendiri. Guru akhirnya menyadari bahwa dirinya juga bisa tersesat dalam dunia puisi, dan ini adalah bagian dari pengalaman yang harus diterima.

Akhirnya, murid-murid yang tampaknya "tersesat" dalam rimba puisi muncul kembali dengan cerita-cerita aneh dan lucu tentang petualangan mereka: "Tadi saya hampir terperosok ke jurang lho Pak," "Saya ketemu pelangi di sungai," "Ada monyet naksir saya lho Pak." Mereka tampaknya baik-baik saja meskipun telah melalui pengalaman yang kacau dan penuh tantangan. Ini menggambarkan bahwa puisi, meskipun penuh dengan ketidakpastian dan tantangan, juga memberi ruang untuk eksplorasi dan penemuan yang menyenangkan.

Pengajaran yang Berbeda: Puisi Sebagai Proses, Bukan Tujuan

Salah satu hal yang menarik dari puisi ini adalah bagaimana Pinurbo menggambarkan guru yang tidak memaksakan hasil tertentu dalam pembelajaran puisi. Alih-alih memberikan jawaban atau penjelasan yang kaku, guru dalam puisi ini lebih kepada seorang fasilitator yang mengarahkan murid-murid untuk berimajinasi dan merasakan langsung pengalaman menjelajah dunia puisi. Guru ini tidak takut jika murid-muridnya "tersesat" dalam dunia puisi, karena ia tahu bahwa ketidaktahuan dan kebingungannya adalah bagian dari proses kreatif yang perlu dijalani.

Pada akhirnya, ketika pelajaran berakhir dan bel berbunyi, guru mengingatkan murid-muridnya untuk berterima kasih kepada puisi, bukan kepada dirinya. Ini menunjukkan bahwa puisi, dalam pandangan guru, adalah sumber kekuatan dan pembelajaran yang sejati. Puisi adalah "raja rimba," yang memberi kebebasan dan inspirasi, sementara guru hanyalah pembimbing yang memandu para murid untuk menemukan dunia puisi itu sendiri.

Puisi "Pelajaran Puisi" karya Joko Pinurbo menyampaikan pesan penting tentang bagaimana puisi dapat dilihat sebagai pengalaman yang membebaskan dan mengasyikkan. Puisi bukan hanya tentang teknik dan aturan, tetapi tentang penemuan dan eksplorasi. Seperti dunia rimba yang luas dan penuh dengan rahasia, puisi menawarkan peluang tak terbatas untuk berimajinasi dan mengungkapkan diri.

Guru dalam puisi ini, dengan cara yang sederhana namun cerdas, mengajak murid-muridnya untuk menjelajah dunia puisi dengan keberanian dan rasa ingin tahu. Meski ada ketakutan dan kebingungannya, pengalaman tersebut justru mengarah pada pemahaman yang lebih dalam tentang puisi itu sendiri—sebuah dunia yang kadang tak terduga, penuh dengan kejutan dan keindahan yang hanya bisa ditemukan melalui perjalanan itu sendiri.

Pelajaran Puisi
Puisi: Pelajaran Puisi
Karya: Joko Pinurbo
© Sepenuhnya. All rights reserved.