Analisis Puisi:
Puisi "Menjelang Larut Malam" karya Mahdi Idris menawarkan gambaran yang dalam tentang peran doa, nilai-nilai keluarga, dan warisan spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Melalui kata-kata yang puitis dan penuh makna, Mahdi Idris membawa pembaca pada sebuah perjalanan batin menjelang malam, saat waktu beralih dari siang ke malam, dan ketika seseorang berhadapan dengan tidurnya, yang menjadi simbol dari akhir hari. Puisi ini menyiratkan pentingnya tradisi dan nasihat dari orang tua serta betapa kuatnya pengaruhnya dalam membentuk kehidupan seseorang.
Doa sebagai Perlindungan dan Mantra Endatu
Pada bait pertama, Mahdi Idris menulis: "Menjelang larut menyentuh malam / Kupeluk do’a-do’a, sebuah mantra Endatu / Kubawa dalam tidurku." Kalimat ini mengandung makna yang mendalam mengenai kekuatan doa sebagai perlindungan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam tradisi banyak budaya, terutama di kalangan masyarakat yang masih memegang teguh nilai-nilai adat, doa adalah cara untuk menyatukan diri dengan kekuatan yang lebih besar, baik itu Tuhan, leluhur, atau alam semesta.
Frasa mantra Endatu merujuk pada warisan spiritual yang berasal dari nenek moyang, sebuah kekuatan yang telah teruji oleh waktu. Mantra ini bukan sekadar kata-kata kosong, melainkan doa yang mengandung energi dan harapan untuk kesejahteraan. Dalam puisi ini, Mahdi Idris menggambarkan betapa pentingnya menjaga dan membawa warisan ini dalam kehidupan pribadi, bahkan ketika kita tidur, untuk memberikan rasa aman dan perlindungan.
Pesan Ibu, Ayah, dan Kakek: Tradisi yang Menguatkan
Pada bait ketiga, puisi ini berlanjut dengan pesan-pesan yang diterima dari orang tua dan kakek: "Kata Ayahku: Bacalah do’a, sebelum malam menjemputmu, / Untuk anakmu ada juga do’a, berilah seteguk madu / Dengan perahan mengkudu." Pesan dari ayah ini mengingatkan pembaca akan pentingnya doa sebelum tidur. Doa, dalam hal ini, bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang-orang yang kita sayangi, terutama anak-anak kita.
Madu dan perahan mengkudu, yang disebutkan dalam bait ini, juga memiliki makna simbolis. Madu, yang dikenal sebagai bahan alami yang menyembuhkan dan memberi kekuatan, adalah simbol dari kebaikan, keberkahan, dan kasih sayang yang harus kita berikan kepada anak-anak kita. Sementara itu, perahan mengkudu, yang memiliki sifat pahit, menyiratkan bahwa terkadang dalam hidup, kita harus memberikan pelajaran dan pengalaman yang mungkin terasa berat, namun bermanfaat untuk pertumbuhan dan kekuatan masa depan mereka.
Kemudian, ada juga petuah dari kakek: "Kata Kakeku: jangan telungkup dalam tidurmu, / Iblis kan menunggangmu seperti kuda." Petuah ini memberikan peringatan akan pentingnya menjaga diri dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam hal tidur. Dalam banyak tradisi, tidur adalah waktu yang sakral dan memiliki pengaruh besar terhadap keadaan fisik dan mental seseorang. Tidur yang tidak teratur atau sembarangan dapat membuka celah bagi gangguan spiritual, yang di sini digambarkan sebagai iblis yang akan menunggangi kita.
Memungut Doa dan Menyimpannya sebagai Warisan
Bagian selanjutnya menggambarkan bagaimana si penulis puisi mengumpulkan doa dan pesan-pesan ini, dan menyimpannya sebagai warisan yang akan diturunkan pada generasi berikutnya. "Kutelah memungut sepucuk do’a, / Menyelimutinya di bawah lambung." Di sini, puisi ini menunjukkan bahwa doa dan petuah orang tua adalah harta berharga yang harus dilindungi dan dibawa dalam perjalanan hidup kita.
Akhir dari puisi ini berbicara tentang pentingnya menyampaikan warisan doa ini kepada anak-anak kita: "Kubaca pesan ibu, titah ayah, petuah kakekku / Kutitip pada anak-anakku, sebagai warisan / Ketika malam menjemputku." Dalam hal ini, puisi ini tidak hanya berbicara tentang pengaruh orang tua dan leluhur terhadap diri kita, tetapi juga tentang tanggung jawab kita untuk meneruskan nilai-nilai dan kebijaksanaan mereka kepada generasi mendatang.
Puisi "Menjelang Larut Malam" karya Mahdi Idris adalah sebuah karya yang mengangkat pentingnya doa, pesan keluarga, dan warisan spiritual dalam kehidupan. Melalui simbolisme yang kuat dan puitis, puisi ini mengajak kita untuk merenungkan bagaimana nilai-nilai dari orang tua dan leluhur kita membentuk diri kita, serta bagaimana kita seharusnya menjaga dan meneruskan warisan tersebut kepada generasi berikutnya.
Dalam dunia yang semakin modern ini, kadang kita lupa akan kekuatan doa dan pentingnya mendengarkan petuah orang tua. Namun, melalui puisi ini, Mahdi Idris mengingatkan kita akan betapa berharganya tradisi dan nilai-nilai yang diwariskan oleh keluarga kita. Puisi ini bukan hanya tentang tidur dan malam, tetapi juga tentang kehidupan, keluarga, dan pentingnya menjaga kedekatan dengan yang lebih besar—baik itu Tuhan, leluhur, atau nilai-nilai yang membimbing kita.