Puisi: Mencahari (Karya Rustam Effendi)

Puisi "Mencahari" karya Rustam Effendi menggambarkan perjalanan hidup manusia dengan segala kesulitan dan pencarian yang penuh perjuangan.
Mencahari

Bersalut ratna diselang emas berhari-hari,
    Itulah kalung perjalanan hidupku;
membenturkan kesenangan cahaya nubari.
    Tiadalah pernah digetus pilu, rantaian mutu.

Menggeleng hati, menampik kata yang béta sebut.
    Timbullah kurang di untaian permata,
Meranggutkan gembiraku ke dalam selaput
    menungan dada. Menurut béta sepanjang deta!

Seperti sayap rajawali datang menyerang kalbu,
    menutup sinar persenyuman sejahtera,
        demikian kegelapan di dalam hatiku.

Seperti buta mencahari jalan, meraba-raba,
    begitu béta bergontaian seorangku,
        menuruti “Kebenaran” tujuan bangsaku.

Sumber: Puitika Roestam Effendi dan Percikan Permenungan (2013)
Catatan:
Deta = detik.

Analisis Puisi:

Puisi "Mencahari" karya Rustam Effendi adalah sebuah karya yang menggambarkan perjalanan hidup manusia dengan segala kesulitan dan pencarian yang penuh perjuangan. Puisi ini menyuarakan tema pencarian yang tak berujung—baik itu pencarian akan kebenaran, kedamaian batin, maupun arah hidup yang jelas. Effendi menggunakan simbol-simbol kuat dan bahasa puitis untuk menggambarkan ketidakpastian dalam hidup serta pergulatan batin yang tak pernah selesai.

Struktur Puisi dan Bahasa yang Digunakan

Puisi ini dibangun dengan empat bait (pola soneta) yang terdiri dari gambaran-gambaran yang berlapis. Effendi tidak hanya menggunakan kata-kata literal, tetapi juga simbol-simbol yang mengarah pada refleksi mendalam tentang perjalanan hidup dan pencarian makna.

Bait pertama mengungkapkan perasaan sang penyair terhadap perjalanan hidupnya yang penuh dengan lika-liku dan pengalaman berharga, namun tetap menyisakan kekosongan. Baris pertama puisi ini menggambarkan perjalanan hidup yang berat, namun tetap penuh makna:

Bersalut ratna diselang emas berhari-hari,
Itulah kalung perjalanan hidupku;
membenturkan kesenangan cahaya nubari.

Sang penyair melihat perjalanan hidupnya seperti sebuah kalung yang disusun dari ratna (permata) yang diselang dengan emas, yang menunjukkan bahwa hidup, meskipun sulit, memiliki keindahan dan nilai yang luar biasa. Namun, meski begitu, perjalanan hidup ini tidak lepas dari kesulitan, yang tidak dapat digoyahkan oleh rasa pilu.

Kesulitan dan Pergulatan Batinnya

Di bait kedua, Effendi mengungkapkan kegelisahan batinnya yang muncul akibat perjalanan hidup yang penuh dengan pergolakan. Penyair merasakan adanya kekurangan dalam hidupnya, seolah-olah ada sesuatu yang hilang meskipun telah melalui berbagai pengalaman.

Menggeleng hati, menampik kata yang béta sebut.
Timbullah kurang di untaian permata,
Meranggutkan gembiraku ke dalam selaput
menungan dada. Menurut béta sepanjang deta!

Penyair menggambarkan bagaimana kata-kata yang diucapkan tidak dapat mewakili perasaan yang ada di dalam hati. Meski ada permata-permata kehidupan yang berharga, masih ada rasa kurang yang menghantui dan merampas kebahagiaan. Dalam hal ini, hidup diibaratkan seperti rantai yang berlanjut, namun selalu ada rasa kosong yang terus membayangi.

Pencarian Akan Kebenaran

Pada bait ketiga, Effendi menggunakan simbolisme yang kuat, menggambarkan betapa perjuangan batin itu seakan menutup kedamaian hati. Dengan metafora yang menggambarkan keadaan hati yang gelap, penyair merasakan adanya pertempuran batin yang tidak dapat diselesaikan.

Seperti sayap rajawali datang menyerang kalbu,
menutup sinar persenyuman sejahtera,
demikian kegelapan di dalam hatiku.

Sayap rajawali yang menyerang kalbu menggambarkan betapa besar kekuatan kesulitan batin yang datang menghantui. Meskipun ada usaha untuk mencapai kedamaian, gelapnya perasaan dan ketidakpastian dalam hati menghalangi pencapaian tersebut.

Pencarian dan Perjuangan Tanpa Henti

Bait terakhir mengungkapkan perasaan kebingungan dan ketidakpastian dalam pencarian jalan hidup yang benar. Effendi menggambarkan pencarian ini seperti seseorang yang meraba-raba jalan di dalam kegelapan, tanpa arah yang pasti.

Seperti buta mencahari jalan, meraba-raba,
begitu béta bergontaian seorangku,
menuruti “Kebenaran” tujuan bangsaku.

Di sini, penyair merasakan betapa sulitnya menemukan jalan yang benar, dan meskipun dia terus berusaha mencari, jalan tersebut tetap terasa kabur dan tidak jelas. Pencarian akan "Kebenaran" dan tujuan hidup menjadi perjalanan yang membingungkan dan melelahkan. Namun, meskipun begitu, dia terus menuruti tujuan tersebut, meski dalam keadaan gelap gulita.

Makna dan Refleksi

Puisi "Mencahari" mengandung pesan tentang ketidakpastian dan pencarian yang terus-menerus dalam hidup. Setiap manusia pasti menghadapi pergulatan batin, kesulitan, dan pencarian yang kadang terasa sia-sia. Effendi menggambarkan bagaimana pencarian ini bisa membuat seseorang merasa kehilangan arah, seolah-olah terus meraba-raba tanpa menemukan jalan yang pasti.

Namun, puisi ini juga mengingatkan bahwa meskipun kita tidak selalu menemukan jawaban yang kita cari, perjalanan itu sendiri—dengan segala pergulatan dan penderitaan—memiliki makna dan nilai tersendiri. Pencarian ini adalah bagian dari perjalanan hidup yang harus diterima, dengan segala ketidakpastian yang menyertainya.

Puisi "Mencahari" karya Rustam Effendi adalah sebuah karya puitis yang menggambarkan pergulatan batin dalam pencarian hidup. Dengan simbolisme yang kuat dan bahasa yang penuh emosi, Effendi mengajak pembaca untuk merenung tentang perjalanan hidup yang tidak selalu mudah, namun tetap penuh dengan makna dan refleksi. Pencarian akan "Kebenaran" dalam kehidupan adalah perjalanan panjang yang penuh dengan tantangan, dan puisi ini mengingatkan kita untuk terus berusaha, meskipun jalan itu tidak selalu terang.

Rustam Effendi
Puisi: Mencahari
Karya: Rustam Effendi

Biodata Roestam Effendi:
  • Rustam Effendi lahir pada tanggal 13 Mei 1903 di Padang, Sumatra Barat.
  • Rustam Effendi meninggal dunia pada tanggal 24 Mei 1979 (pada usia 76) di Jakarta.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • O, ManusiaUmpama malam selalu malamAtaupun siang selalu siangDapatkah insan menguasai alamInsyaf di emas yakin di loyang?Umpama Tuhan tiada adaAtaupun insan hidup tak matiDapatkan …
  • Tuhan di Tengah-Tengah Insan Mahmudah membaca Qur'an Di bawah kudungnya sutera hijau membayang kehidupan remaja. Mengumandang Al Imran cahaya atas cahaya dengan…
  • BerpisahSungguh berat rasa berpisahMeninggalkan kekasih berusuh hatiDuduk berdiri sama gelisahKemana hiburan akan dicariKian kemari mencari kesunyianMengenangkan kasih diri masing-…
  • Pejuang Jadilah pejuang, Qomaruz Zaman bersama kawan-kawanmu se-Angkatan Hingga Langit akan senyum tanah air merdu dan harum Meski serasa 'kan patah tulang belu…
  • Biarkan DiaKalau matahari sudah terbenamGelap malam mulai menjelmaJangan menyangka wahai temanDunia akan kiamat pula.    Esok siang kan terbit pula    Matahari …
  • Pelangi Setiap bulan, setiap tahun Pelangi hidupku tumbuh berwarna Ba' hujan, merah kuning menghijau, Turun bercah'ya, menyilaukan mata ... Sampai awan datang…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.