Manusia
Aku kagum mencari gambar,
Pusaka jari pujangga besar,
Hidup timbul bagai menggeletar,
Darah di jantung berdebar-debar.
Sukma serasa tidak di bumi
Demi menyimak nyanyian seni,
Terlayang-layang di atas fani
Atau tercampak ke sunyi mati.
Kalbu cair mata berair,
Darah nyawa suci mengalir,
Waktu merasai sari syair,
Ratap pujangga terbilang mahir.
Darah beku, kakiku kaku,
Tampan arca tegak terpaku,
Mengherani bangunan sebukit batu,
Tinggi meninju langit biru.
Lelah otak mengira-ngira,
Besi terbang atas udara:
Silam-menyilam dalam segara;
Di darat bak ular sendiri mara.
Betul sempurna wujud insani:
Gaib pendapat akal dan budi!
Tidak termakan dik rasa hati:
Kematian manusia punah bak api!
Sumber: Kata Hati (1941)
Analisis Puisi:
Puisi "Manusia" karya Rifa'i Ali menggambarkan perjalanan hidup manusia dengan sentuhan spiritual dan kekaguman terhadap keajaiban dan kompleksitas eksistensi manusia.
Pencarian Identitas Manusia: Puisi ini dimulai dengan ungkapan "Aku kagum mencari gambar," mencerminkan semangat pencarian dan kekaguman penulis terhadap gambaran manusia. Ini bisa diartikan sebagai pencarian identitas dan makna dalam hidup.
Pusaka Jari Pujangga Besar: Merujuk pada "Pusaka jari pujangga besar," puisi menghormati warisan sastra dan keindahan kata-kata yang membentuk bagian dari warisan budaya. Jari pujangga dipandang sebagai penjaga pengetahuan dan kebijaksanaan.
Kehidupan yang Bergetar: Baris "Hidup timbul bagai menggeletar" menggambarkan kehidupan sebagai entitas yang penuh getaran dan kegembiraan. Ada ketidakpastian dan keajaiban dalam setiap momen hidup.
Keabadian dan Keterbatasan: Ekspresi "Sukma serasa tidak di bumi" dan "Atau tercampak ke sunyi mati" menciptakan kontras antara keabadian dan keterbatasan manusia. Hidup manusia dianggap memiliki dimensi spiritual yang melampaui keterikatan materi.
Ekspresi Emosional: Puisi ini penuh dengan ekspresi emosional, seperti "Kalbu cair mata berair" dan "Ratap pujangga terbilang mahir." Pemilihan kata yang kaya emosi memberikan kedalaman dan rasa pada pengalaman manusia.
Simbolisme Arca dan Batu: Simbolisme arca dan batu merujuk pada ketidaksempurnaan manusia. Meskipun arca terlihat tampan dan tegak, ia masih terheran-heran dan mengherankan oleh batu yang menumpuk dan menjadi bagian dari struktur.
Kematian dan Kebangkitan: Puisi mengeksplorasi tema kematian dan kebangkitan dengan bahasa yang dramatis. Baris "Kematian manusia punah bak api" menciptakan citra kebangkitan spiritual yang menyelimuti kehampaan kematian fisik.
Puisi "Manusia" karya Rifa'i Ali merupakan perenungan mendalam tentang kehidupan dan eksistensi manusia. Dengan menggunakan bahasa yang kaya dan simbolisme yang kuat, puisi ini membawa pembaca pada perjalanan emosional yang melibatkan kekaguman, kegelisahan, dan penerimaan akan kondisi kemanusiaan yang unik.
Puisi: Manusia
Karya: Rifa'i Ali
Biodata Rifa'i Ali:
- Rifa'i Ali lahir di Padang Panjang, Sumatra Barat, pada tanggal 24 April 1909.
- Rifa'i Ali adalah salah satu Sastrawan Angkatan Pujangga Baru.