Puisi: Lekuk-Liku Perlambang (Karya Iman Budhi Santosa)

Puisi "Lekuk-Liku Perlambang" karya Iman Budhi Santosa menawarkan gambaran tentang filosofi hidup orang Jawa yang cenderung menggunakan simbolisme ...
Lekuk-Liku Perlambang

Karena wong Jawa nggone semu
Sinamung ing samudana, sesadone ing adu manis
Maka, aku tak akan memainkan gelap terang
Dalam puisi dan membuatmu tercengang

Aku hanya akan mendendangkan tembang
Ketika lebah kumbang datang pergi
Menghisap madu dengan tenang


2006

Sumber: Ziarah Tanah Jawa (2013)

Catatan:
Karena wong Jawa nggone semu Sinamung ing samudana, sesadone ing adu manis artinya air muka dan perilaku orang Jawa cenderung semu (terselubung), ucapannya tersamar, segala masalah selalu dihadapi dengan muka manis.

Analisis Puisi:

Puisi "Lekuk-Liku Perlambang" karya Iman Budhi Santosa menawarkan gambaran tentang filosofi hidup orang Jawa yang cenderung menggunakan simbolisme dan perilaku yang terselubung dalam menghadapi segala permasalahan. Melalui penggunaan bahasa yang sederhana namun penuh makna, penyair memperlihatkan cara orang Jawa menghadapi kehidupan dengan kesantunan dan ketenangan, meskipun dalam situasi yang penuh tantangan.

“Karena wong Jawa nggone semu…”: Filosofi Kehidupan Orang Jawa

Baris pertama puisi ini, “Karena wong Jawa nggone semu”, mengacu pada filosofi hidup orang Jawa yang dikenal dengan sikap "semu", atau segala sesuatu yang bersifat terselubung dan tidak langsung. Kata "semu" menunjukkan bahwa orang Jawa memiliki cara berkomunikasi yang cenderung tidak blak-blakan, melainkan tersamar, penuh dengan makna tersembunyi. Sikap ini tercermin dalam perilaku, ucapan, dan sikap yang mengedepankan keharmonisan dan keseimbangan dalam hidup.

Kata “Sinamung ing samudana, sesadone ing adu manis” dalam puisi ini lebih mempertegas bahwa orang Jawa lebih suka menjaga perasaan orang lain dan tidak langsung menyingkapkan maksudnya. Mereka cenderung berbicara dengan cara yang halus dan manis, menghindari konflik terbuka atau pernyataan yang bisa menyakiti hati orang lain. Hal ini juga menekankan bahwa dalam kehidupan, orang Jawa selalu berusaha menjaga wajah, baik dalam ucapan maupun perilaku, agar tidak menyinggung orang lain.

Gelap Terang dalam Puisi: Simbol Ketidakterbukaan

Pada baris selanjutnya, “Maka, aku tak akan memainkan gelap terang dalam puisi dan membuatmu tercengang”, penyair menunjukkan bahwa dirinya tidak akan menyajikan puisi yang penuh dengan kejutan atau pemikiran yang berlebihan. Penyair lebih memilih untuk menyampaikan pesan melalui kesederhanaan, tanpa harus menggunakan metafora yang terlalu kompleks atau ambigu.

Penyair menolak untuk “memainkan gelap terang”, yang mungkin merujuk pada upaya untuk tidak menonjolkan hal-hal yang bisa menciptakan ketegangan atau kebingungan. Sebaliknya, ia memilih untuk membiarkan makna yang disampaikan dalam puisi tetap jelas, meskipun tidak terkesan dramatis atau mengundang kehebohan. Ini mencerminkan sikap orang Jawa yang lebih memilih kedamaian dan keharmonisan dalam cara mereka menyampaikan pikiran dan perasaan.

“Aku hanya akan mendendangkan tembang…”: Ketenangan dalam Perubahan

Baris berikutnya, “Aku hanya akan mendendangkan tembang ketika lebah kumbang datang pergi menghisap madu dengan tenang”, menyiratkan kesan yang sangat tenang dan penuh kedamaian. Tembang, sebagai bentuk lagu atau nyanyian tradisional Jawa, di sini melambangkan cara orang Jawa menyampaikan pesan hidup mereka—dengan lembut dan penuh harmoni.

Lebah kumbang, sebagai simbol, menggambarkan kehidupan yang sederhana, di mana setiap elemen dalam kehidupan memiliki peran yang penting. Seperti halnya lebah yang bekerja dengan tenang, menyedot madu tanpa terburu-buru, orang Jawa mengajarkan kita untuk menghadapi hidup dengan penuh kesabaran dan ketenangan, tanpa perlu tergesa-gesa. Madu yang dihisap oleh lebah juga bisa dimaknai sebagai hasil dari kerja keras dan ketekunan, namun tanpa harus memamerkan atau mencari perhatian.

Simbolisme dalam Puisi: Menjaga Keseimbangan dalam Hidup

Melalui puisi ini, Iman Budhi Santosa tidak hanya memperkenalkan kita pada kebudayaan dan filosofi hidup orang Jawa, tetapi juga mengajak kita untuk memahami pentingnya menjaga keseimbangan dalam hidup. Dalam kehidupan yang penuh dengan ketegangan dan masalah, orang Jawa mengajarkan kita untuk tetap tenang, tidak terburu-buru, dan selalu menjaga kedamaian. Puisi ini mengingatkan kita bahwa tidak semua masalah harus diselesaikan dengan cara yang dramatis atau terbuka. Terkadang, kesederhanaan dan ketenangan adalah cara terbaik untuk menghadapi tantangan hidup.

Puisi ini juga menyoroti bahwa dalam menjalani hidup, kita perlu untuk tidak terbawa oleh arus atau keadaan yang datang begitu cepat. Seperti halnya lebah yang menghisap madu dengan tenang, kita pun diajak untuk lebih bijaksana dalam mengambil setiap langkah, dan menikmati setiap proses kehidupan tanpa terburu-buru atau terperangkap dalam kegelisahan.

Pesan dalam Puisi: Kesederhanaan

Secara keseluruhan, puisi "Lekuk-Liku Perlambang" adalah puisi yang menggambarkan kebijaksanaan hidup yang berasal dari kesederhanaan. Puisi ini tidak hanya berbicara tentang orang Jawa, tetapi juga memberikan pesan universal tentang bagaimana kita seharusnya menghadapi hidup dengan ketenangan, menjaga sikap manis, dan menghindari konflik yang tidak perlu. Dalam setiap pilihan kata yang digunakan, Iman Budhi Santosa menggambarkan kehidupan yang penuh dengan makna, namun disampaikan dengan cara yang tidak berlebihan—hanya melalui "tembang" atau lagu yang lembut, yang membawa ketenangan dalam setiap irama kehidupan.

Melalui puisi ini, kita diajak untuk lebih merenung dan menghargai kedamaian dalam hidup, serta memahami bahwa tidak semua hal perlu dibicarakan secara langsung atau dengan cara yang keras. Dalam kehidupan, seperti halnya dalam puisi, kadang-kadang yang paling indah adalah yang tidak diucapkan dengan terang-terangan, melainkan yang disampaikan dengan lembut, penuh makna, dan penuh ketenangan.

Iman Budhi Santosa
Puisi: Lekuk-Liku Perlambang
Karya: Iman Budhi Santosa

Biodata Iman Budhi Santosa:
  • Iman Budhi Santosa pada tanggal 28 Maret 1948 di Kauman, Magetan, Jawa Timur, Indonesia.
  • Iman Budhi Santosa meninggal dunia pada tanggal 10 Desember 2020 (pada usia 72 tahun) di Dipowinatan, Yogyakarta, Indonesia.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.