Ketika Angin Berdesauan
Ketika angin berdesauan
kota pun mengecil
kulihat kau di sana
memandang daun-daun luruh.
Langit berat dan kelabu
kulihat kau di sana
memandang hari-hari luruh
Kota pun tertegun dalam kelam
rumah sepanjang jalan mengabur
ketika angin berdesauan
pohonan bergetaran dalam risau
kulihat kau di sana
memandang daun-daun luruh, hari-hari luruh.
Sumber: Horison (Desember, 1975)
Analisis Puisi:
Puisi "Ketika Angin Berdesauan" karya Herman KS menghadirkan suasana yang penuh dengan kesedihan dan refleksi. Melalui pilihan kata yang sederhana namun penuh makna, puisi ini mengajak pembaca untuk meresapi nuansa alam yang berkaitan dengan perasaan dalam diri manusia. Dalam puisi ini, angin, daun yang luruh, dan kelabu langit menjadi simbol dari perubahan, kehilangan, dan waktu yang berjalan tanpa henti.
Angin sebagai Simbol Perubahan dan Waktu
Puisi ini dibuka dengan gambaran angin yang berdesauan. Angin, sebagai elemen alam yang sering kali dianggap halus namun memiliki kekuatan yang besar, dalam puisi ini menjadi simbol dari perubahan yang tak terelakkan dalam hidup.
"Ketika angin berdesauan kota pun mengecil"
Kalimat ini menggambarkan bahwa angin, meskipun tampaknya sederhana, mampu memengaruhi persepsi kita terhadap dunia sekitar. Kota yang "mengecil" bisa diartikan sebagai perasaan terasing atau terkecilkan, mungkin oleh waktu atau perubahan yang terjadi begitu cepat. Angin seolah membawa kita ke dalam keadaan yang lebih introspektif, mengurangi kesibukan kota dan mengarahkan perhatian kita kepada hal-hal yang lebih mendalam.
Daun-Daun yang Luruh: Simbol Kehilangan dan Waktu yang Terus Berjalan
Daun yang luruh dalam puisi ini merupakan gambaran yang kuat tentang siklus kehidupan, musim, dan perubahan. Daun yang jatuh mengandung makna yang sangat dalam, yaitu tentang kehilangan, kehancuran, dan juga penerimaan terhadap kenyataan.
"kulihat kau di sana memandang daun-daun luruh."
Dalam baris ini, pengamat (atau pembicara puisi) melihat seseorang yang memandang daun-daun yang jatuh. Ini bisa diartikan sebagai seseorang yang tengah merenung, menyaksikan sebuah peristiwa yang tak bisa dihindari, seperti daun yang harus gugur saat musim berganti. Kehilangan, meskipun menyakitkan, adalah bagian dari kehidupan yang harus diterima.
"memandang hari-hari luruh"
Kata "hari-hari luruh" mengubah makna daun-daun yang jatuh menjadi gambaran waktu yang terus berlalu. Hari-hari yang luruh merujuk pada kenangan dan perasaan yang hilang bersama waktu. Waktu terus berjalan, dan seperti daun yang jatuh, hari-hari itu pergi tanpa bisa diulang kembali. Ini adalah pengingat tentang kefanaan dan ketidakpastian dalam hidup.
Langit yang Berat dan Kelabu: Kesedihan dan Ketidakpastian
"Langit berat dan kelabu"
Deskripsi langit yang berat dan kelabu menciptakan atmosfer yang suram. Warna kelabu seringkali dikaitkan dengan perasaan murung, kesedihan, atau ketidakpastian. Dalam konteks puisi ini, langit yang kelabu mungkin mencerminkan suasana hati si pembicara yang merasa tertekan, bingung, atau kehilangan arah. Keadaan langit yang tak cerah ini memperburuk perasaan kesepian dan keterasingan yang dirasakan oleh individu dalam puisi tersebut.
Kota yang Tertegun dalam Kelam: Kekosongan dalam Hidup
"Kota pun tertegun dalam kelam"
Kota yang tertegun adalah gambaran tentang keterheningan dan kebingungan. Seolah-olah dunia luar berhenti sejenak, terperangkap dalam kelam yang menguasainya. Kota yang biasanya penuh dengan kehidupan, kini terdiam dalam kesedihan, mencerminkan perasaan dalam diri yang merasa kosong dan terperangkap dalam ketidakpastian atau kegelapan.
"rumah sepanjang jalan mengabur"
Rumah yang mengabur memberi gambaran tentang kehilangan rasa rumah atau tempat berlindung. Rumah, yang seharusnya menjadi tempat yang aman, kini mengabur, mungkin karena perasaan yang tidak jelas atau peristiwa yang mengguncang kehidupan. Dalam puisi ini, rumah tidak lagi menjadi tempat yang pasti, melainkan sebuah ruang yang kabur dan tidak dapat dijangkau.
Pohonan yang Bergetaran dalam Risau: Perasaan Tertindih oleh Ketidakpastian
"pohonan bergetaran dalam risau"
Pohon-pohon yang bergetaran menggambarkan ketidakstabilan dan kecemasan yang melanda. Pohon, yang biasanya terlihat kokoh, kini menggambarkan perasaan yang ragu, cemas, atau resah. Dalam suasana hati yang risau, bahkan sesuatu yang tampak kuat dan stabil sekalipun bisa terpengaruh oleh perasaan tersebut.
Secara keseluruhan, puisi "Ketika Angin Berdesauan" menggambarkan keadaan batin seseorang yang terjebak dalam perasaan kesedihan, kehilangan, dan ketidakpastian. Elemen-elemen alam, seperti angin, daun yang luruh, langit yang kelabu, dan pohon yang bergetaran, berfungsi sebagai metafora yang menggambarkan perasaan yang kompleks dan mendalam. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung, merasakan perubahan-perubahan dalam hidup yang tidak bisa dihindari, serta menerima kenyataan bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah sementara.
Dengan kekuatan sederhana yang dimilikinya, puisi ini mengungkapkan betapa sulitnya berhadapan dengan kehilangan dan perubahan, namun pada saat yang sama, mengingatkan kita untuk meresapi setiap detik kehidupan yang terus berjalan.
Puisi: Ketika Angin Berdesauan
Karya: Herman KS
Biodata Herman KS:
- Herman KS lahir pada tanggal 9 Oktober 1937 di Medan.