Analisis Puisi:
Puisi "Kereta Pagi" karya Gunoto Saparie adalah sebuah karya yang sederhana namun sarat dengan makna tentang perjalanan, kerinduan, dan waktu. Dalam puisi ini, Saparie berhasil menggabungkan citraan alam dan perasaan yang mendalam melalui penggambaran sebuah perjalanan dengan kereta pagi. Puisi ini menggugah pembaca untuk merenung tentang makna perjalanan dalam hidup, baik fisik maupun emosional, serta kerinduan yang sering kali menyelimuti hubungan antar manusia.
"di bawah matahari pagi kereta pun segera berangkat"
Puisi ini dimulai dengan gambaran yang sangat nyata: kereta yang berangkat di bawah matahari pagi. Gambaran ini memberikan kesan pagi yang tenang dan penuh harapan. Matahari pagi, dengan cahayanya yang lembut, memberi simbol tentang awal yang baru, sebuah kesempatan untuk memulai sesuatu. Kereta yang berangkat bisa diartikan sebagai simbol perjalanan hidup yang terus berjalan, meski ada hal-hal yang tak terduga di sepanjang perjalanan. Kereta yang berangkat juga bisa menggambarkan keputusan atau tindakan yang diambil oleh seseorang, yang meskipun penuh ketidakpastian, tetap harus dijalani.
"di luar kaca jendela sunyi dingin udara terkuak suara peluit"
Baris ini menggambarkan kesunyian dan ketenangan di luar jendela kereta. Keheningan ini sangat kontras dengan suara peluit yang terdengar, menandakan bahwa perjalanan kereta telah dimulai. "Sunyi" di luar jendela bisa juga mencerminkan kesendirian atau ketenangan dalam kehidupan, sementara suara peluit itu menambah kesan bahwa meskipun sunyi, ada sesuatu yang terjadi, ada dinamika dalam kehidupan yang terus berjalan. Dingin udara yang terkuak memberikan rasa yang sangat kuat tentang jarak atau pemisahan, dan bisa jadi juga mengindikasikan rasa kesepian yang hadir di tengah perjalanan.
"kau pun tahu, aku menjemputmu di sebuah kota tak bernama"
Di bagian ini, terdapat pengungkapan tentang tujuan dari perjalanan. Penyair menjemput seseorang, namun kota yang disebutkan adalah "tak bernama." Kota tanpa nama ini bisa mengandung makna bahwa tempat yang dimaksud tidak penting atau tidak terdefinisi dengan jelas, yang menggambarkan keadaan atau perasaan yang tidak bisa diungkapkan secara langsung. Mungkin ini adalah gambaran tentang kenangan atau perasaan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, atau bisa juga mewakili perasaan tentang tempat atau hubungan yang lebih bersifat emosional daripada fisik.
"kereta terus menyusuri relnya"
Baris ini menunjukkan perjalanan yang terus berlanjut, tak terhalang oleh apapun. Kereta yang terus menyusuri relnya memberi simbol bahwa meskipun perjalanan hidup seseorang penuh dengan keraguan atau kerinduan, hidup tetap harus berjalan. Rel kereta yang menjadi jalur perjalanan ini dapat dianggap sebagai simbol dari takdir atau jalan hidup yang sudah ditentukan. Meskipun ada kerinduan atau keinginan untuk mengubah arah, perjalanan tetap berjalan sesuai dengan jalurnya.
"ah, kangen benar aku bersamamu"
Pada baris terakhir ini, terdapat ekspresi kerinduan yang mendalam. Kalimat "kangen benar aku bersamamu" adalah ungkapan perasaan yang sangat manusiawi dan universal. Kerinduan ini menjadi klimaks dari puisi ini, mengungkapkan bahwa meskipun perjalanan terus berjalan, ada bagian dari diri yang merasa terpisah atau merindukan seseorang. Kereta yang terus melaju adalah metafora dari kehidupan yang terus berjalan, tetapi ada bagian yang terlewatkan, ada sesuatu yang hilang, yang hanya bisa ditemukan melalui perasaan kerinduan.
Makna dan Pesan Puisi Kereta Pagi
Puisi "Kereta Pagi" karya Gunoto Saparie menawarkan refleksi tentang perjalanan hidup yang penuh dengan perasaan dan kenangan. Kereta yang berangkat di bawah matahari pagi tidak hanya menggambarkan perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan emosional dan batin. Sunyi dan dingin di luar jendela, bersama dengan suara peluit yang terdengar, menciptakan suasana yang mendorong pembaca untuk merenung tentang waktu, kerinduan, dan apa yang kita tinggalkan di belakang kita.
Kota yang "tak bernama" mungkin merujuk pada tempat atau perasaan yang sulit untuk dijelaskan, menggambarkan bagaimana dalam hidup kita sering kali merindukan sesuatu yang tidak bisa dipahami atau diungkapkan. Namun, meskipun kereta terus menyusuri relnya, ada perasaan kesepian atau kerinduan yang tetap ada.
Pada akhirnya, puisi ini adalah tentang kenyataan bahwa meskipun kehidupan terus berjalan, perasaan kita—terutama kerinduan terhadap seseorang atau sesuatu—akan selalu ada. Dalam setiap perjalanan, ada bagian dari diri yang tetap ingin kembali ke tempat atau orang yang kita cintai. Pesan utama dari puisi ini adalah pentingnya menghargai perjalanan hidup kita, meskipun sering kali diiringi oleh rasa kesepian dan kerinduan, dan bahwa meskipun kita terus bergerak maju, perasaan-perasaan itu tetap mengiringi kita.
Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang hubungan yang terlewatkan, tentang kerinduan yang sulit diungkapkan, dan tentang bagaimana perjalanan hidup sering kali membawa kita pada perasaan yang tak terucapkan. Dengan kesederhanaan dan kedalaman emosi, puisi "Kereta Pagi" berhasil menyampaikan pesan yang kuat tentang perjalanan hidup dan perasaan yang menemani kita di sepanjang jalan.
Karya: Gunoto Saparie
Biodata Gunoto Saparie:
Gunoto Saparie lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Negeri Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Negeri Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Negeri Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.
Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, kolom, dan artikel tentang kesenian, ekonomi, politik, dan agama, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), Mendung, Kabut, dan Lain-Lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019), dan Lirik (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2020).
Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).
Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.
Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain.
Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Ia pernah menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta). Kini ia masih aktif menjadi Redaktur Pelaksana Majalah Info Koperasi (Kendal), Majalah Justice News (Semarang), dan Majalah Opini Publik (Blora).
Saat ini Gunoto Saparie menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia ‘Satupena’ Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.
Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Jakarta dan Nairobi, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Pusat, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Lingkungan Hidup, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah.
