Puisi: Kemala, Aku Bercermin di Cermin Ungumu (Karya D. Kemalawati)

Puisi "Kemala, Aku Bercermin di Cermin Ungumu" mengingatkan bahwa meski tidak selalu berjalan bersama, hubungan yang dalam dapat terus hidup dalam ...
Kemala, Aku Bercermin di Cermin Ungumu
(Kemala: Sastrawan Negara Malaysia)

Kita tak berjalan beriringan
aku tertatih di belakang
memperhatikanmu melangkah tenang

Di depan cermin yang memantulkan dirimu
aku pun ikut berkaca
wajah lusuhku bersahaja

Cahaya senja menerpa riak-riak kaca
sejambak bunga karang meliuk gemulai
kau baui asin garam dalam setiap lengkungnya
lalu ruapnya menjelma dupa
kuhirup aroma wanginya

Kau memang tak melangkah bersamaku
tapi cermin ungumu tempat aku berkaca
memantulkan wajah buramku jauh di sana
di bayang senja yang segera sirna.

Banda Aceh, 4 Mei 2011

Analisis Puisi:

Puisi "Kemala, Aku Bercermin di Cermin Ungumu" karya D. Kemalawati merupakan sebuah karya yang sarat dengan refleksi batin, simbolisme, dan rasa melankolis. Dalam puisinya, D. Kemalawati menyampaikan perasaan yang kompleks melalui gambaran cermin, senja, dan perjalanan hidup.

Tema Sentral: Refleksi dan Keterpisahan

Tema utama dalam puisi ini adalah refleksi diri dan keterpisahan emosional. Dua tokoh dalam puisi—"aku" dan "kau"—tidak berjalan bersama, tetapi tetap terhubung melalui cermin yang menjadi medium penghubung.

"Kita tak berjalan beriringan / aku tertatih di belakang"

Baris ini menggambarkan perasaan jarak, baik secara fisik maupun emosional, antara dua individu. Namun, ada elemen keterkaitan yang tetap terjaga melalui pengamatan dan refleksi.

"Di depan cermin yang memantulkan dirimu / aku pun ikut berkaca"

Cermin dalam puisi ini tidak hanya menjadi alat untuk melihat penampilan fisik tetapi juga simbol introspeksi dan perbandingan. Penulis menggambarkan bagaimana cermin memantulkan bukan hanya sosok fisik, tetapi juga emosi dan keadaan batin.

Simbolisme dalam Puisi

D. Kemalawati menggunakan berbagai simbol yang kaya makna untuk memperkuat suasana dan pesan puisinya:
  1. Cermin Ungu: Ungu sering diasosiasikan dengan spiritualitas, introspeksi, dan kesedihan yang mendalam. Cermin ungu dalam puisi ini menjadi lambang tempat refleksi diri yang penuh makna dan keheningan.
  2. Cahaya Senja: "Cahaya senja menerpa riak-riak kaca" Senja adalah simbol waktu yang hampir habis, keindahan yang memudar, atau akhir dari sebuah perjalanan. Dalam konteks ini, senja menggambarkan proses menuju akhir atau kesadaran akan kefanaan.
  3. Bunga Karang: "Sejambak bunga karang meliuk gemulai" Bunga karang, yang tumbuh di laut dan sering dihubungkan dengan keteguhan meski di lingkungan yang keras, melambangkan daya tahan dan keindahan dalam kesulitan.

Hubungan Antara "Aku" dan "Kau"

Hubungan antara "aku" dan "kau" dalam puisi ini menggambarkan sebuah keterpisahan yang tidak sepenuhnya memutus hubungan emosional.

"Kau memang tak melangkah bersamaku / tapi cermin ungumu tempat aku berkaca"

Meskipun ada jarak fisik dan mungkin emosional, "aku" menemukan penghiburan dan refleksi melalui bayangan "kau." Ini menunjukkan bahwa meskipun seseorang tidak hadir secara langsung, pengaruh dan memori tentang mereka tetap hidup.

Nada dan Suasana dalam Puisi

Nada dalam puisi ini melankolis, dengan suasana yang penuh renungan dan keheningan. Penggunaan kata-kata seperti "tertatih," "lusuh," dan "buram" menciptakan gambaran kondisi batin yang lelah tetapi tetap memendam rasa hormat dan penghargaan terhadap "kau."

Gaya Bahasa dan Teknik Puitis

D. Kemalawati menggunakan teknik puitis yang sederhana tetapi kaya akan imaji:
  1. Personifikasi: "Sejambak bunga karang meliuk gemulai" Bunga karang digambarkan seperti menari, memberikan kesan keindahan yang hidup meskipun dalam keterbatasan.
  2. Kontras: "wajah lusuhku bersahaja" dengan "cahaya senja" menciptakan kontras antara kelelahan pribadi dan keindahan alam yang tetap hadir.

Makna Keseluruhan Puisi

Puisi ini menggambarkan perjalanan batin seseorang yang merefleksikan hubungannya dengan individu lain. Cermin ungu menjadi metafora untuk introspeksi, kenangan, dan keterhubungan meskipun ada jarak. "Aku" dalam puisi menyadari keterbatasannya tetapi tetap menemukan ketenangan melalui bayangan "kau" di cermin, meskipun bayangan itu buram dan tidak sempurna.

Puisi "Kemala, Aku Bercermin di Cermin Ungumu" mengajak pembaca untuk merenungkan tentang hubungan manusia, baik dengan diri sendiri maupun dengan orang lain. Melalui simbol-simbol yang kaya, D. Kemalawati menyampaikan pesan tentang introspeksi, memori, dan bagaimana kenangan seseorang dapat menjadi cermin bagi perjalanan hidup kita.

D. Kemalawati
Puisi: Kemala, Aku Bercermin di Cermin Ungumu
Karya: D. Kemalawati

Biodata D. Kemalawati:
  • Deknong Kemalawati lahir pada tanggal 2 April 1965 di Meulaboh, Aceh.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.