Puisi: Jumpa dan Pisah (Karya Fridolin Ukur)

Puisi "Jumpa dan Pisah" karya Fridolin Ukur mengajarkan kita bahwa kehidupan adalah perjalanan panjang yang dipenuhi dengan pertemuan dan perpisahan.
Jumpa dan Pisah

Sebelum tiba di detik ini
berapa purnama telah kita lewati
menghitung awal fajar
menjumlah tepi senja;

        ketika kelakar bernada tawa
        ketika tengkar bersuhu amarah
        menjalin riwayat
        menganyam kisah
        kembara kita bersama:
        semea - negeri enam
        tak usah risau!

Antara jumpa dan pisah tiada jarak
hanya sebuah gerak,
hanya sebuah detik
di perjalanan panjang
kembara kita bersama

        sebelum usai semua ini
        sebelum pamit sedih terucap
        ada pinta tersendat di dada:
        bila esok jalan ini akan terpisah
        jejari jemari
        tak lagi tergenggam mesra,
        simpanlah putihnya melati
        rangkailah merahnya mawar
        dalam kenang persahabatan
        keakraban kita yang tak pernah kusut

Hotel Genggong, 7 Mei 1986

Analisis Puisi:

Puisi "Jumpa dan Pisah" karya Fridolin Ukur mengangkat tema tentang perjalanan hidup, hubungan yang dibangun, dan perpisahan yang tak terhindarkan. Dengan gaya bahasa yang puitis dan penuh makna, puisi ini menggambarkan betapa dekatnya dua hal yang sering dianggap bertolak belakang: pertemuan dan perpisahan. Ukur menyampaikan dengan indah bahwa dalam kehidupan, perjumpaan dan perpisahan adalah dua hal yang saling melengkapi, yang selalu terjadi dalam siklus perjalanan panjang hidup manusia.

Refleksi tentang Perjalanan Bersama

Puisi ini dimulai dengan kalimat yang mengajak pembaca untuk merenungkan perjalanan yang telah dilalui: "Sebelum tiba di detik ini, berapa purnama telah kita lewati, menghitung awal fajar, menjumlah tepi senja." Dalam kalimat ini, penulis mengungkapkan bahwa perjalanan waktu bukanlah sesuatu yang mudah, melainkan penuh dengan proses dan fase yang harus dilewati. "Purnama" dan "tepi senja" menjadi simbol dari waktu yang berjalan, dari awal hingga akhir, yang menunjukkan perubahan tak terelakkan dalam hidup. Puisi ini menggambarkan bahwa perjalanan itu tidak hanya tentang masa lalu, tetapi juga tentang bagaimana kita menghargai setiap detik yang dilalui, meskipun ada kesedihan dan kegembiraan di sepanjang perjalanan.

Interaksi dalam Kehidupan: Tawa dan Tangis

Melalui bagian berikutnya, puisi ini menggambarkan interaksi yang penuh warna dalam hubungan antara individu: "ketika kelakar bernada tawa, ketika tengkar bersuhu amarah, menjalin riwayat, menganyam kisah, kembara kita bersama." Bagian ini menunjukkan bahwa setiap hubungan—baik itu persahabatan, keluarga, atau percintaan—tak terhindarkan dari tawa maupun pertengkaran. Namun, meskipun ada kebahagiaan dan kesedihan, semua itu membentuk sebuah kisah yang indah. Ukur menyatakan bahwa, dalam pertemuan dan perpisahan, yang penting adalah perjalanan yang telah dilalui bersama. Dalam perbedaan dan ketegangan, kedekatan tetap terjaga, menciptakan sebuah kenangan yang tak terlupakan.

Koneksi yang Tak Terputus

Pada bagian berikutnya, puisi ini menyatakan bahwa antara jumpa dan pisah, tidak ada jarak—"hanya sebuah gerak, hanya sebuah detik." Kalimat ini mengandung makna mendalam bahwa waktu, meskipun terus bergerak, tidak pernah benar-benar memisahkan dua orang yang saling terikat. Meskipun perpisahan fisik mungkin terjadi, hubungan batin dan kenangan yang dibangun bersama tetap abadi. Ini mengingatkan kita bahwa, meskipun jarak atau waktu memisahkan, koneksi emosional antara individu bisa tetap ada. Waktu bukanlah sesuatu yang dapat memutuskan kenangan yang telah tercipta, dan perpisahan tidak selalu berarti berakhirnya segala sesuatunya.

Kenangan yang Abadi

Di akhir puisi, ada sebuah permintaan yang penuh dengan rasa haru dan keikhlasan: "sebelum pamit sedih terucap, ada pinta tersendat di dada: bila esok jalan ini akan terpisah, jejari jemari tak lagi tergenggam mesra, simpanlah putihnya melati, rangkailah merahnya mawar, dalam kenang persahabatan, keakraban kita yang tak pernah kusut." Bagian ini menggambarkan betapa pentingnya kenangan dalam hidup. Melati dan mawar yang disebutkan di sini berfungsi sebagai simbol dari keindahan yang akan tetap ada meski perpisahan datang. Melati, dengan warna putihnya yang suci, melambangkan kenangan yang murni dan tak ternilai, sementara mawar merah mewakili keindahan dan kedalaman hubungan yang dibangun dalam kebersamaan.

Fridolin Ukur menekankan bahwa meskipun fisik terpisah, kenangan dan ikatan persahabatan tetap hidup. Bahkan, dengan setiap kenangan yang ada, hubungan yang terjalin tidak akan "kusut" atau hilang oleh waktu, meskipun mungkin ada perubahan dalam bentuk atau kedekatan hubungan.

Puisi "Jumpa dan Pisah" karya Fridolin Ukur mengajarkan kita bahwa kehidupan adalah perjalanan panjang yang dipenuhi dengan pertemuan dan perpisahan. Dalam setiap detik yang berlalu, kita membangun kenangan dan hubungan yang tak ternilai harganya. Ukur mengajak kita untuk melihat bahwa perpisahan bukanlah akhir, melainkan bagian dari siklus hidup yang harus diterima dengan lapang dada.

Melalui tawa, tangis, dan kenangan, kita belajar bahwa pertemuan dan perpisahan adalah bagian dari perjalanan yang saling melengkapi. Oleh karena itu, kita harus menghargai setiap momen yang kita lalui bersama orang-orang yang kita cintai dan hargai, serta menjaga kenangan itu tetap hidup dalam hati, meskipun waktu dan jarak mungkin memisahkan.

Puisi Terbaik
Puisi: Jumpa dan Pisah
Karya: Fridolin Ukur

Biodata Fridolin Ukur:
  • Fridolin Ukur lahir di Tamiang Layang, Kalimantan Tengah, pada tanggal 5 April 1930.
  • Fridolin Ukur meninggal di Jakarta, pada tanggal 26 Juni 2003 (pada umur 73 tahun).
© Sepenuhnya. All rights reserved.