Puisi: Hujan Januari (Karya Weni Suryandari)

Puisi "Hujan Januari" karya Weni Suryandari mengundang pembaca untuk merenung tentang arti hidup, perubahan, dan kepekaan terhadap kondisi sekitar.
Hujan Januari

Mainan masa kanak, waktu belum mentas
Menjemput langit berwajah laut saat
Matahari hampir merah, bersama afwah

Hujan menusuk kenangan di hulu jantung
Mencabik doa-doa yang bersetia pada bumi
Merendah, pada jalan berwajah sungai

Perahu kertas, berlayarlah berlayar
Ke sawah tenggelam, berenang nikmati bencana
Ibu-ibu menangis di layar sempit, waktu terhimpit

Bencana menandai tubuh negeri, bukan mengayun angan
Lewat kumandang barzanji dan romantisme musim dingin
Doa-doa dan kecemasan menghitam
Di lumbung langit, membawa bekal hari-hari depan

Terimalah mawar melati, sesajen jagad mayapada
Saat tembang kinasih menyayup lewat tarian gemulai
angin di bilik telingaku, dan daun daun musim yang berbisik
            ; matahari basah, awan melaju waktu ke waktu

Januari, 2014

Sumber: Media Indonesia (25 Januari 2015)

Analisis Puisi:

Puisi "Hujan Januari" karya Weni Suryandari adalah sebuah karya yang memadukan keindahan alam dengan perasaan manusia. Dalam puisi ini, penyair berhasil menciptakan gambaran yang kuat tentang perjalanan waktu, alam, dan emosi manusia.

Berlayar Perahu Kertas: Puisi dimulai dengan gambaran perahu kertas, sebuah mainan masa kanak-kanak. Hal ini bisa diartikan sebagai metafora perjalanan hidup yang dimulai dengan kepolosan dan keterbukaan. Perahu kertas juga menciptakan gambaran keindahan dan kemurnian.

Matahari Merah dan Afwah: Deskripsi matahari hampir merah dan afwah (angin yang membawa berita baik) memberikan nuansa senja yang penuh kenangan. Ini mungkin menciptakan gambaran romantisme dan nostalgia akan masa lalu.

Hujan Menusuk Kenangan: Hujan disajikan sebagai elemen yang menyentuh dan menusuk kenangan di hulu jantung. Ini dapat diartikan sebagai perasaan melankolis atau kenangan yang mendalam dan mungkin terluka.

Perahu Kertas ke Sawah Tenggelam: Perahu kertas berlayar ke sawah yang tenggelam, menggambarkan perjalanan ke dalam kesulitan atau cobaan. Saat perahu masuk ke sawah, ini bisa melambangkan perjalanan hidup yang penuh dengan tantangan.

5. Ibu-Ibu Menangis di Layar Sempit:
Gambaran ini menggambarkan dampak bencana pada masyarakat, khususnya pada para ibu. Kesedihan ibu-ibu ini memberikan sentuhan emosional pada puisi dan menciptakan rasa simpati.

Bencana Menandai Tubuh Negeri: Penggunaan kata "bencana" tidak hanya menggambarkan bencana alam, tetapi mungkin juga mencerminkan bencana sosial atau politik yang melanda negeri. Ini menunjukkan kepekaan penyair terhadap kondisi sekitar.

Terimalah Mawar Melati: Pada bait akhir, penyair mengajak untuk menerima keindahan dan kemurnian, yang diwakili oleh mawar melati. Ini mungkin merupakan simbol kebaikan dan harapan di tengah kondisi sulit.

Matahari Basah, Awan Melaju Waktu ke Waktu: Baris terakhir menciptakan gambaran tentang perubahan cuaca, tetapi juga bisa diartikan sebagai perubahan dalam hidup dan waktu yang terus bergerak maju.

Puisi "Hujan Januari" adalah puisi yang menciptakan gambaran indah tentang alam dan kehidupan manusia. Melalui penggunaan gambar-gambar yang kuat, Weni Suryandari menyampaikan pesan yang mencakup keindahan, kesedihan, dan harapan dalam perjalanan hidup. Puisi ini mengundang pembaca untuk merenung tentang arti hidup, perubahan, dan kepekaan terhadap kondisi sekitar.

Weni Suryandari
Puisi: Hujan Januari
Karya: Weni Suryandari

Biodata Weni Suryandari:
  • Weni Suryandari lahir pada tanggal 4 Februari 1966 di Surabaya, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.