Puisi: Hujan Desember (Karya Alizar Tanjung)

Puisi "Hujan Desember" karya Alizar Tanjung menghadirkan gambaran hidup yang beragam dan penuh kontradiksi di tengah musim hujan.
Hujan Desember

di musim hujan Desember, daun berguguran di ladang,
murai berhenti berkicau, engkau terukakan cangkul
ke tanah, musim hujan ini musim meneruka, 
menanam tampang kentang, menyemai benih cabai.

makin kasar garis tanganmu saat buruh di kota
di detik yang sama meneriakkan perlawanan
jangan kempeskan perut kami, pada garis tanganmu
sungai mengalir mengaliri perih, 
jatuhnya di tangkai cangkul.

di kota pada tempat yang berbeda, di musim hujan
di detik yang sama, orang pinggiran berbicara
air ini telah sampai batas leher kami, besok
menutupi ubun kepala.
Rumahkayu, 2013

Analisis Puisi:

Puisi "Hujan Desember" karya Alizar Tanjung menghadirkan gambaran hidup yang beragam dan penuh kontradiksi di tengah musim hujan.

Ladang dan Alam Pedesaan: Puisi dibuka dengan gambaran ladang di musim hujan Desember, di mana daun-daun berguguran. Ini menciptakan atmosfer pedesaan yang damai dan tenang, tetapi kemudian diselingi dengan aktivitas sehari-hari seperti menyemai benih cabai.

Kontras dengan Kehidupan di Kota: Kontras antara kehidupan di pedesaan dan di kota menjadi jelas. Pada saat yang sama, di kota, garis tangan yang kasar mencerminkan kerasnya kehidupan sebagai buruh. Keseharian mereka diwarnai oleh perjuangan dan keberanian dalam menentang ketidakadilan.

Pertentangan Sosial dan Ekonomi: Puisi menyoroti pertentangan sosial dan ekonomi dengan merinci pekerjaan kasar di ladang dan perlawanan buruh di kota. Ada dualitas antara ketenangan ladang yang menghasilkan tanaman dan kemarahan buruh yang berjuang melawan ketidaksetaraan.

Simbolisme Air dan Sungai: Penggunaan air dan sungai dalam puisi mungkin memiliki makna simbolis. Air yang mengalir menggambarkan perjalanan kehidupan dan perubahan, sementara sungai yang membanjiri perih di tangkai cangkul menciptakan citra dramatis yang menghubungkan kerja keras dan penderitaan.

Pembicaraan di Kota dan Ancaman Banjir: Perpindahan ke kota membawa pembicaraan orang pinggiran yang merasakan ancaman banjir. Ini menciptakan citra kehidupan yang sulit dan ketidakpastian di masa depan, di mana air dapat menutupi ubun kepala.

Dualitas Detik yang Sama: Penggunaan frase "di detik yang sama" menciptakan keterkaitan antara dua realitas yang berbeda. Sementara satu kelompok orang menerika pukulan cangkul, yang lain berbicara tentang ancaman air.

Bahasa yang Kaya dan Simbolisme: Penulis menggunakan bahasa yang kaya dan memanfaatkan simbolisme untuk menyampaikan pesan yang lebih mendalam. Kata-kata seperti "meneriakkan perlawanan," "mengaliri perih," dan "menutupi ubun kepala" memberikan dimensi emosional dan simbolis pada puisi.

Puisi ini merangkum dualitas kehidupan di Indonesia, di mana alam dan urbanisasi, kehidupan pedesaan dan kota, serta pertentangan sosial menjadi bagian integral dari realitas sehari-hari. Puisi "Hujan Desember" menciptakan suatu lukisan yang berwarna-warni dan memberikan refleksi terhadap kompleksitas hidup di tengah perubahan musim dan sosial.

Alizar Tanjung
Puisi: Hujan Desember
Karya: Alizar Tanjung

Biodata Alizar Tanjung:
  • Alizar Tanjung lahir pada tanggal 10 April 1987 di Solok.
© Sepenuhnya. All rights reserved.