Puisi: Gerbang (Karya Darwanto)

Puisi "Gerbang" karya Darwanto mengajak pembaca untuk merenung tentang makna waktu, kehidupan, dan perubahan yang terus berjalan. Gerbang dalam ...

Gerbang


Waktu melintas di perbatasan
rasanya aku mengenal gerbang itu
di antara rumput-rumput yang hijau
daun-daun kering yang dipetik waktu
ia semakin mirip dengan sebuah gua
yang konon kalau kita memasuki ke sana
selamat jalan dunia
2025

Analisis Puisi:

Puisi "Gerbang" karya Darwanto menggambarkan momen refleksi dan pencarian makna dalam hidup. Dalam puisi ini, penulis berhadapan dengan sebuah simbol gerbang yang terletak di perbatasan waktu dan kehidupan. Gerbang ini bukan hanya sebuah pintu atau batas fisik, tetapi juga sebuah tanda transisi yang penuh dengan makna, yang membawa penulis pada pemikiran mendalam mengenai kehidupan dan kematian. Dengan bahasa yang sederhana namun penuh makna, Darwanto menggambarkan hubungan antara waktu, kehidupan, dan perubahan yang terus berlangsung.

Penggambaran Waktu yang Tidak Pernah Berhenti

Kalimat pembuka puisi ini langsung membawa pembaca pada pemikiran tentang perjalanan waktu. "Waktu melintas di perbatasan" bukan hanya menggambarkan waktu yang berlalu, tetapi juga menempatkan waktu pada posisi yang sangat penting—sebagai sesuatu yang selalu bergerak dan menggerakkan kehidupan. Waktu di sini dilihat sebagai sesuatu yang terus berjalan tanpa henti, tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Ia berada di antara dua dunia, di perbatasan, yang bisa jadi melambangkan hidup dan mati, atau masa lalu dan masa depan.

Waktu, yang sering kali dipandang sebagai sesuatu yang linear dan teratur, disajikan dengan cara yang lebih terbuka di sini—sebagai sesuatu yang melintas, yang mungkin terasa singkat namun sarat dengan makna. Pemilihan kata "melintas" memberikan kesan bahwa waktu datang dan pergi begitu cepat, membawa segala hal yang kita alami, tanpa memberi kesempatan untuk mengulang atau mengubahnya.

Pengalaman dan Pengertian yang Sudah Terbentuk

Penulis mengungkapkan perasaan akrab dengan gerbang tersebut, "rasanya aku mengenal gerbang itu." Kata "rasanya" menunjukkan perasaan dan pengalaman pribadi yang telah terbentuk oleh waktu. Gerbang ini bukanlah sesuatu yang asing, tetapi sesuatu yang sudah dikenal, meskipun belum sepenuhnya dipahami. Ini memberikan kesan bahwa gerbang tersebut, meskipun berada di perbatasan waktu, memiliki keterkaitan dengan kehidupan penulis, sesuatu yang seolah telah menjadi bagian dari perjalanan hidupnya.

Gerbang, dalam hal ini, menjadi simbol dari pintu menuju suatu transisi yang besar—entah itu menuju pemahaman yang lebih dalam tentang hidup, atau bahkan menuju akhir dari perjalanan tersebut. Penulis merasakan kedekatannya dengan gerbang ini, yang seakan menjadi bagian dari perjalanan hidupnya yang tidak terhindarkan.

Kontras Kehidupan dan Kematian

Dalam deskripsi berikutnya, puisi ini menggambarkan gerbang yang terletak di antara "rumput-rumput yang hijau" dan "daun-daun kering yang dipetik waktu." Gambar rumput hijau yang segar melambangkan kehidupan, pertumbuhan, dan segala yang penuh dengan energi dan potensi. Sementara itu, daun-daun kering menggambarkan kenyataan bahwa waktu terus berjalan dan membawa segala sesuatu menuju akhirnya. Daun yang kering, yang "dipetik waktu," melambangkan bahwa segala hal, tidak peduli seberapa hidup atau segar mereka, akan mengalami kematian atau perubahan.

Perpaduan antara rumput hijau dan daun kering menciptakan kontras yang tajam, menunjukkan dualitas kehidupan dan kematian yang selalu berjalan beriringan. Di sinilah peran gerbang menjadi sangat penting—gerbang yang berada di tengah-tengah, menjadi penghubung antara kehidupan dan akhir dari perjalanan.

Simbol Perjalanan ke Dunia yang Tak Terlihat

Kalimat "ia semakin mirip dengan sebuah gua" membawa pembaca pada pemahaman yang lebih dalam mengenai makna gerbang tersebut. Gua, dalam banyak kebudayaan dan mitologi, sering kali menjadi simbol dari ketidakpastian, rahasia, dan perjalanan menuju dunia yang tidak tampak. Gua adalah tempat yang gelap, yang menyembunyikan sesuatu yang tidak diketahui, atau bahkan bisa menjadi simbol perjalanan batin yang mendalam.

Gerbang yang semakin mirip dengan gua menunjukkan bahwa melalui gerbang ini, penulis mungkin akan memasuki suatu dimensi lain, sebuah ruang yang gelap dan misterius, di mana dunia fisik dan materi tidak lagi menjadi prioritas. Ini bisa menjadi simbol perjalanan menuju pemahaman yang lebih tinggi atau bahkan perjalanan menuju kematian—di mana dunia yang dikenal berakhir, dan dunia yang tidak terlihat dimulai.

Perjalanan Menuju Keabadian

Bagian terakhir puisi ini, "selamat jalan dunia," memberikan kesan bahwa gerbang ini adalah pintu menuju sesuatu yang lebih besar, yang melampaui pemahaman manusia biasa. Jika kita memasuki gerbang ini, kita meninggalkan dunia yang kita kenal, dunia yang terbatas oleh waktu dan ruang, dan memasuki dunia yang tidak terjangkau oleh indera manusia. Ini bisa menjadi simbol kematian atau perjalanan spiritual menuju pemahaman yang lebih tinggi.

"Selamat jalan dunia" juga mengungkapkan perasaan perpisahan yang tidak dapat dihindari. Dunia ini, dengan segala keberadaannya, harus ditinggalkan, dan gerbang menjadi pintu untuk memulai perjalanan ke dunia yang lain—sebuah perjalanan yang penuh misteri dan ketidakpastian.

Puisi "Gerbang" karya Darwanto mengajak pembaca untuk merenung tentang makna waktu, kehidupan, dan perubahan yang terus berjalan. Gerbang dalam puisi ini bukan hanya sebuah batas fisik, tetapi juga simbol dari transisi besar dalam hidup—baik itu transisi menuju pemahaman yang lebih dalam tentang eksistensi, atau bahkan transisi menuju akhir dari kehidupan itu sendiri. Dengan kata-kata yang sederhana namun penuh makna, puisi ini mengajak kita untuk melihat kehidupan dan kematian sebagai dua sisi dari satu perjalanan yang terus berlanjut, yang selalu berada dalam genggaman waktu yang tak terelakkan.

Puisi Darwanto
Puisi: Gerbang
Karya: Darwanto

Biodata Darwanto:
  • Darwanto lahir pada tanggal 6 Maret 1994.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • RinduInikah sebuah rindu?sebuah jalan setapak di lerengyang mendaki yang berlikuyang sangat terjal dan berbatuyang mesti harus ditempuhmenyusuri tepi tebing waktu2025Analisis Puisi…
  • Menengok WajahTak perlu kau lihat bayangan wajah yang merasa sia-siadi kolam genangan air yang keruh itutak perlu kau menengok wajah yang merasa pasi, merasa percumadi kolam genang…
  • Rumput LiarAda sejenis rumput liaryang tumbuh di rongga hatimu yang suciia merayap, mengurat, dan mengakarmembuat hatimu jadi sukar dan benci2025Analisis Puisi:Puisi "Rumput Liar" …
  • Mata KailMata kail itu membayangkan ada yang menyambar umpanterjerat, mabok, berpusing-pusing, berputar-putar,terseret ke sana-ke sini, membenturkan kepalanya ke bebatuan2025Analis…
  • Televisi Tua dan Tape Radio LamaTelevisi tua dan tape radio lama berdua tergeletak di sudut gudangTape radio lama terkenang akan siaran radio dan khas suara analog kaset pita yang …
  • Bunga-Bunga Jam SembilanBunga-bunga jam sembilan itu semakin merambat di halaman pekarangan rumahmu.Kuncup belalainya terus merambat dan warna daun-daunnya pun kian semakin bertaha…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.