Puisi: Gelas (Karya Kuntowijoyo)

Puisi "Gelas" karya Kuntowijoyo menggambarkan kerinduan, ketakutan, dan kegelisahan hati yang penuh harapan namun terhalang oleh ketidakmampuan dan ..
Gelas

Itulah yang kukerjakan. Mengumpulkan gelas
Kembali. Sambil mengenangkan bahwa bibir
Lembut telah menyentuh tepinya. Kuhapus dengan
Pelan-pelan sebagai meraba yang halus,
Takut ia terkejut. Ah, jari-jariku terlalu
Kasar rasanya. Pelan-pelan kudekatkan ke
Bibirku. Aneh! Gelas itu selalu menghilang.
Kacanya melunak dan mengabur bersama bayang-
Bayang. Ia selalu menolakku.
Kapankah kauperkenankan aku duduk di meja.
Meninggalkan gelas, lalu gadis penjaga mencium
Bekas gelasku? Aku malu dengan pikiran ini
Sesungguhnya, tetapi biarlah. Sebenarnya,
Hatiku tak sejelek ini. Engkau tahu, pasti.

Sumber: Isyarat (1976)

Analisis Puisi:

Puisi "Gelas" karya Kuntowijoyo merupakan sebuah karya sastra yang mengandung makna mendalam tentang perasaan dan pengalaman batin yang seringkali terpendam dalam diri seseorang. Puisi ini menggunakan objek yang sederhana, yaitu gelas, untuk menggambarkan kerinduan, ketakutan, dan kegelisahan hati yang penuh harapan namun terhalang oleh ketidakmampuan dan rasa malu. Melalui gaya bahasa yang penuh nuansa, Kuntowijoyo mengajak pembaca untuk menyelami dunia emosi yang halus dan penuh kompleksitas.

Isi Puisi

  1. Simbolisme Gelas: "Mengumpulkan gelas/ Kembali" pada baris pertama puisi ini mengandung makna simbolis. Gelas di sini bukan sekadar objek fisik, tetapi menjadi simbol dari kenangan atau perasaan yang ingin dihimpun kembali. Gelas yang sering digunakan untuk meminum sesuatu, terutama sesuatu yang hangat atau intim, melambangkan momen-momen yang pernah terjadi dalam hubungan antara dua individu. Pengumpulan gelas ini menunjukkan upaya untuk menghidupkan kembali kenangan yang ingin dipertahankan, meskipun itu mungkin hanya bersifat sementara atau fana.
  2. Rasa Malu dan Ketakutan: "Kuhapus dengan/ Pelan-pelan sebagai meraba yang halus,/ Takut ia terkejut. Ah, jari-jariku terlalu/ Kasar rasanya." Kalimat ini mengungkapkan perasaan hati yang penuh ketakutan dan kekhawatiran, terutama terhadap reaksi orang lain. Perasaan ini bisa diartikan sebagai keraguan diri atau ketakutan untuk terlalu mengungkapkan perasaan atau mendekati sesuatu yang rapuh. Penggunaan kata "kasar" menunjukkan bagaimana individu tersebut merasa bahwa dirinya tidak layak atau tidak cukup lembut dalam menghadapi situasi tersebut. Penghargaan terhadap hal-hal halus, yang pada puisi ini diwujudkan dalam cara perlahan membersihkan gelas, menandakan kerinduan yang tidak berani disuarakan.
  3. Kehilangan dan Penolakan: "Aneh! Gelas itu selalu menghilang./ Kacanya melunak dan mengabur bersama bayang-/ Bayang. Ia selalu menolakku./" Baris ini mengungkapkan perasaan kehilangan dan penolakan yang dirasakan penutur puisi. Gelas, yang semula menjadi simbol kenangan dan harapan, kini justru menghilang dan menolak kedekatan. Kaca yang "melunak dan mengabur" bisa dipahami sebagai simbol dari kebingungannya terhadap hubungan yang tidak dapat dijangkau atau dimengerti. Penolakan ini memperlihatkan bagaimana penutur merasa terasing dan tidak mampu meraih apa yang diinginkannya.
  4. Kerinduan akan Kedekatan: "Kapankah kauperkenankan aku duduk di meja./ Meninggalkan gelas, lalu gadis penjaga mencium/ Bekas gelasku?/" Baris ini menggambarkan kerinduan yang mendalam dan keinginan untuk berinteraksi atau berdekatan dengan seseorang. Penutur ingin duduk di meja, sebuah tindakan simbolis yang menggambarkan keinginan untuk menjadi bagian dari kehidupan orang lain, untuk diterima dan dihargai. Mencium bekas gelas merupakan tindakan yang penuh makna, melambangkan sebuah kenangan yang telah meninggalkan jejak. Namun, di balik keinginan tersebut, ada rasa malu dan ketidakmampuan untuk mewujudkan harapan itu.
  5. Perasaan Malu dan Penyesalan: "Aku malu dengan pikiran ini/ Sesungguhnya, tetapi biarlah. Sebenarnya,/ Hatiku tak sejelek ini. Engkau tahu, pasti." Dalam bagian ini, penutur mengungkapkan perasaan malu yang datang setelah mengakui harapan dan kerinduannya yang lebih dalam. Perasaan malu ini datang dari ketidakmampuan untuk mengungkapkan perasaan secara langsung, dan rasa takut akan penolakan. Meskipun demikian, penutur berharap bahwa orang yang dimaksud bisa memahami bahwa hatinya tidak seburuk yang terlihat.

Gaya Bahasa dan Teknik Sastra

  1. Simbolisme: Gelas dalam puisi ini menjadi simbol dari hubungan yang rapuh, kenangan, dan perasaan yang ingin dihimpun kembali. Selain itu, gelas juga bisa dipahami sebagai simbol dari keintiman yang terwujud dalam kontak fisik, seperti bibir yang menyentuh tepi gelas, tetapi pada saat yang sama juga menggambarkan keterasingan dan kesendirian.
  2. Metafora dan Personifikasi: "Kacanya melunak dan mengabur bersama bayang-Bayang" adalah metafora yang menggambarkan perasaan yang kabur dan tidak jelas. Gelas yang melunak dan mengabur bisa diartikan sebagai perasaan penutur yang semakin kabur dan kehilangan arah. Selain itu, personifikasi gelas sebagai sesuatu yang bisa "menolak" menambah kedalaman emosi yang disampaikan oleh penutur.
  3. Pengulangan untuk Penekanan: Pengulangan kata "pelan-pelan" dan "selalu" memberikan penekanan pada perasaan hati yang terperangkap dalam waktu dan ketakutan. Pengulangan ini menciptakan ritme yang memperdalam nuansa emosi yang disampaikan—sebuah kesan bahwa waktu terus berlalu, tetapi kerinduan dan ketakutan tetap mengendap.
  4. Alusio dan Konteks Budaya: "Bekas gelasku", sebuah ungkapan yang mengingatkan kita pada adat atau budaya tertentu yang memandang gelas sebagai sesuatu yang bisa membawa kenangan atau sejarah tertentu. Mencium bekas gelas bisa dianggap sebagai tindakan intim yang memiliki makna lebih mendalam, yaitu kenangan yang terus hidup meskipun objek fisiknya sudah tidak ada.

Makna yang Terkandung dalam Puisi

  1. Kerinduan yang Tak Terucapkan: Puisi ini mengungkapkan kerinduan yang terpendam, sebuah perasaan yang tidak berani untuk diungkapkan sepenuhnya. Melalui penggambaran gelas yang perlahan dibersihkan dan diabaikan, Kuntowijoyo menggambarkan betapa rumitnya perasaan manusia dalam menghadapi perasaan cinta dan kerinduan. Ketakutan akan penolakan dan rasa malu seringkali membuat seseorang terjebak dalam perasaan yang tidak bisa diungkapkan secara langsung.
  2. Keterasingan dalam Kedekatan: Meskipun penutur ingin dekat dengan seseorang, ada perasaan keterasingan yang dalam. Gelas, yang pada mulanya menjadi simbol kedekatan, berubah menjadi objek yang menolak, mengaburkan dan melarutkan harapan. Ini menggambarkan betapa sulitnya untuk benar-benar terhubung dengan orang lain, meskipun ada keinginan kuat untuk melakukannya.
  3. Penolakan terhadap Diri Sendiri: Penolakan terhadap gelas, yang secara metaforis menolak kedekatan dengan penutur, juga mencerminkan penolakan terhadap diri sendiri. Penutur merasa bahwa dia tidak cukup baik untuk mendapatkan perhatian atau kasih sayang, yang tercermin dalam rasa malu dan ketakutan yang dia rasakan.
Puisi "Gelas" karya Kuntowijoyo adalah karya yang memanfaatkan objek sederhana untuk menggali kedalaman perasaan manusia yang sering tersembunyi dalam lapisan-lapisan ketakutan, kerinduan, dan penyesalan. Melalui penggunaan simbolisme dan gaya bahasa yang kaya, Kuntowijoyo menyampaikan pesan tentang bagaimana perasaan seseorang seringkali terkekang oleh ketakutan akan penolakan dan ketidakmampuan untuk mengungkapkan keinginan terdalam. Gelas menjadi simbol dari kenangan, keinginan, dan hubungan yang rapuh, menggambarkan betapa sulitnya untuk benar-benar terhubung dengan orang lain dalam dunia yang penuh dengan ketidakpastian ini.

Puisi: Gelas
Puisi: Gelas
Karya: Kuntowijoyo

Biodata Kuntowijoyo:
  • Prof. Dr. Kuntowijoyo, M.A.
  • Kuntowijoyo lahir pada tanggal 18 September 1943 di Sanden, Bantul, Yogyakarta.
  • Kuntowijoyo meninggal dunia pada tanggal 22 Februari 2005 (pada usia 61 tahun).

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Batu PualamDi batu pualamjejak para nabiaku berjalan berjingkatanmenyongsong nyanyianCahya redup bianglalamenghampiri pucuk menarawahaiangin utara menghembusburung ke angkasaPelan …
  • Bangun, BangunBarangkali Engkau ingin berkatakali ini pada gugus awan:Bangun.Hujan akan datang jugahutan pina itu menggeliatmenengadah pada-Mu.barangkali sudah selesai kitab-Mu dib…
  • Alam sedang BerdandanTangan yang tak nampakMenjentikkan kasih ke pohonanSemi di cabang-cabangAdapun di rumputanSeribu warna jambonMemberikan madunyaPada lebah dan kupu-kupuWahai ya…
  • MobilMobil-mobil sudah berangkatpergi ke tengah kotameninggalkan gas dan debuterdengar mereka tertawakaravan yang sempurnaDi pusat kotadi muara yang deras airnyamereka labuh waktuA…
  • MalamBayang-bayang bumiMemalingkan tubuhMemejam lelahMeletakkan beban ke tanahMaka malam pun turunMemaksa kucing putihMengeong di pojok rumahMemanggil punggukYang sanggup mengundan…
  • DanauKutemukan danau barupada musim keringjerih dan mengacamenjamu burungmasih terdengartetes airyang jatuh kembali.Impian lama punberdesakanaduhtidak kuasa aku menahannyasudikah E…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.