Analisis Puisi:
Puisi "Sajak Februari" karya Gunoto Saparie adalah sebuah ungkapan tentang perasaan kompleks yang muncul di tengah-tengah bulan Februari, di mana cinta dan pertanyaan tentang makna kehidupan menjadi tema utama.
Imaji Mawar dan Debar: Penggunaan imaji mawar yang berkembang di hati dan seribu debar lagu dan puisi menggambarkan keindahan dan intensitas perasaan yang dirasakan. Mawar sering kali diasosiasikan dengan cinta dan keindahan, sementara debar hati mencerminkan ketegangan dan antusiasme.
Musim Februari: Februari digambarkan sebagai musim yang penuh demam dan gerimis, menunjukkan dinamika emosi dan perubahan suasana hati yang terjadi di bulan tersebut. Hal ini menciptakan suasana melankolis dan introspeksi.
Rama-Rama dan Cahaya: Imaji rama-rama yang mengitari cahaya menggambarkan harapan dan keindahan yang muncul di tengah kegelapan. Rama-rama sering kali dianggap sebagai simbol transformasi dan keindahan yang terwujud dari kegelapan.
Pertanyaan tentang Cinta dan Kepercayaan: Puisi ini mengajukan pertanyaan filosofis tentang makna cinta dan kepercayaan. Pertanyaan-pertanyaan ini menunjukkan kebingungan dan kegelisahan sang penyair dalam mencari pemahaman akan esensi hubungan manusia.
Absurditas Hubungan Manusia: Dalam baris terakhir, penyair menyimpulkan bahwa hubungan manusia, dengan segala kompleksitasnya, terasa absurd. Ini mencerminkan kebingungan dan ketidakpastian dalam merumuskan arti dari hubungan antarindividu.
Bahasa dan Gaya Penulisan: Gaya penulisan yang digunakan relatif sederhana namun padat dengan makna. Pemilihan kata-kata seperti mawar, debar, rama-rama, dan cahaya memberikan warna dan nuansa yang kuat pada puisi.
Puisi "Sajak Februari" adalah sebuah refleksi mendalam tentang kompleksitas emosi dan pertanyaan yang muncul dalam kaitannya dengan cinta, kehidupan, dan makna eksistensial. Dengan imaji yang kuat dan pertanyaan filosofis, puisi ini mengundang pembaca untuk merenungkan arti dari kehidupan dan hubungan manusia dalam konteks bulan Februari.
Karya: Gunoto Saparie
Biodata Gunoto Saparie:
Gunoto Saparie lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Negeri Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Negeri Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Negeri Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.
Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, kolom, dan artikel tentang kesenian, ekonomi, politik, dan agama, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), Mendung, Kabut, dan Lain-Lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019), dan Lirik (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2020).
Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).
Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.
Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain.
Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Ia pernah menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta). Kini ia masih aktif menjadi Redaktur Pelaksana Majalah Info Koperasi (Kendal), Majalah Justice News (Semarang), dan Majalah Opini Publik (Blora).
Saat ini Gunoto Saparie menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia ‘Satupena’ Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.
Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Jakarta dan Nairobi, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Pusat, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Lingkungan Hidup, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah.