Duka
Sejenak kita menundukan kepala
waktu seorang telah berkabung
beribu kata dalam sekat duka
waktu seorang telah berujung
meninggalkan jalan dunia
adakah yang mesti kita hitung
segala akan padam tak terduga
hari akan semakin layung
begitu cepat waktu mencapainya
2025
Analisis Puisi:
Puisi "Duka" karya Darwanto adalah sebuah karya yang penuh dengan perenungan tentang kehilangan, perpisahan, dan keterbatasan waktu. Dalam puisi ini, penyair menggambarkan perasaan duka yang mendalam ketika seseorang meninggal, serta refleksi tentang bagaimana waktu berjalan begitu cepat, membawa segala sesuatu ke arah perpisahan yang tak terhindarkan. Lewat kata-kata yang sederhana namun kuat, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna hidup, kematian, dan apa yang seharusnya kita hargai dalam perjalanan waktu kita.
Makna Kehilangan dan Waktu dalam Puisi
Puisi ini dimulai dengan kalimat, "Sejenak kita menundukkan kepala," yang memberikan kesan tentang keheningan dan penghormatan terhadap seseorang yang telah meninggal. "Menundukkan kepala" seringkali diartikan sebagai bentuk penghormatan, kesedihan, atau perenungan. Dalam konteks puisi ini, tindakan tersebut mengarah pada kesadaran akan kematian yang datang dengan begitu mendalam dan tak terhindarkan.
Penyair melanjutkan dengan mengatakan, "waktu seorang telah berkabung," yang mengindikasikan bahwa kehilangan seseorang tidak hanya mengundang perasaan duka, tetapi juga sebuah kesadaran kolektif dalam masyarakat yang merasakan betapa besar kehilangan itu. Kata "berkabung" mengingatkan kita pada ritual atau tradisi yang sering dilakukan dalam menghadapi kematian, di mana waktu seakan berhenti sejenak untuk menghormati mereka yang telah pergi.
Selanjutnya, puisi ini menyentuh pada kenyataan bahwa "waktu seorang telah berujung / meninggalkan jalan dunia." Kematian, dalam hal ini, digambarkan sebagai akhir dari perjalanan hidup seseorang. Jalan dunia yang dimaksud adalah kehidupan yang sementara, yang akhirnya harus berakhir. Penyair menggunakan kalimat ini untuk menegaskan bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini. Kehidupan selalu berjalan menuju perpisahan, dan waktu terus berputar tanpa memberi peringatan.
Keterbatasan Waktu dan Ketidakpastian Kehidupan
Dalam baris selanjutnya, penyair bertanya, "adakah yang mesti kita hitung," yang menunjukkan pertanyaan tentang apa yang seharusnya kita perhatikan atau ukur dalam hidup. Kehilangan seseorang membawa kita pada pemikiran mendalam tentang hal-hal yang benar-benar penting dalam hidup ini. Apakah kita benar-benar menghargai waktu yang kita miliki? Apakah kita menyadari betapa berharga setiap momen yang kita jalani bersama orang-orang yang kita cintai? Puisi ini menyarankan agar kita merenungkan apa yang telah kita lakukan dan capai, karena segala sesuatu bisa berakhir begitu saja tanpa kita tahu kapan waktunya.
Penyair melanjutkan dengan pernyataan yang kuat: "segala akan padam tak terduga." Kalimat ini mengingatkan kita bahwa kehidupan ini penuh dengan ketidakpastian. Tidak ada yang dapat diprediksi, dan segala sesuatu—baik itu kebahagiaan, keberhasilan, atau bahkan keberadaan seseorang dalam hidup kita—bisa hilang begitu saja tanpa kita duga. Penyair ingin menyampaikan bahwa meskipun kita sering kali merasa nyaman dengan rutinitas dan keadaan saat ini, segala sesuatu bisa berubah dengan cepat, dan kematian adalah salah satu kenyataan yang paling tak terhindarkan dalam hidup.
Waktu yang Terus Berjalan: Kecepatan Kehidupan yang Tak Tergantikan
Selanjutnya, puisi ini menggambarkan waktu yang berjalan begitu cepat: "hari akan semakin layung / begitu cepat waktu mencapainya." "Layung" di sini bisa diartikan sebagai perasaan senja atau akhir yang mendekat, yang mengisyaratkan bahwa waktu semakin mendekati akhir, seperti halnya senja yang menandakan pergantian hari menuju malam. Penyair mengingatkan kita bahwa waktu tidak akan pernah menunggu siapa pun. Hari demi hari berlalu begitu cepat, dan kita sering kali tidak menyadari betapa singkatnya waktu yang kita miliki.
Melalui gambaran waktu yang terus berlanjut ini, puisi Duka mengajak kita untuk merenungkan betapa berharganya waktu yang kita miliki. Setiap detik yang berlalu adalah kesempatan yang tidak bisa kembali. Kehilangan seseorang hanya mengingatkan kita bahwa hidup ini terbatas dan bahwa kita harus lebih bijaksana dalam memanfaatkan waktu yang ada.
Kehilangan sebagai Sebuah Pembelajaran
Puisi ini, meskipun berbicara tentang duka dan perpisahan, juga mengandung pelajaran penting tentang hidup. Melalui kehilangan, kita belajar untuk lebih menghargai waktu dan orang-orang di sekitar kita. Kematian, meskipun menyesakkan dan menyakitkan, juga membuka mata kita untuk melihat betapa berharganya setiap momen yang kita miliki. Kehilangan mengajarkan kita bahwa segala sesuatu bersifat sementara, dan kita harus belajar untuk lebih menghargai apa yang kita miliki sekarang.
Puisi "Duka" karya Darwanto adalah karya yang penuh dengan kesedihan, tetapi juga kaya akan makna kehidupan. Penyair menggunakan kematian sebagai titik tolak untuk mengingatkan pembaca tentang betapa cepatnya waktu berlalu dan betapa tak terduganya perjalanan hidup ini. Kehilangan bukan hanya tentang kehilangan seseorang, tetapi juga tentang kehilangan waktu yang tak bisa kembali. Dengan kata-kata yang puitis dan penuh refleksi, puisi ini mengajak kita untuk lebih menghargai waktu, menghargai orang-orang yang kita cintai, dan menyadari bahwa hidup ini penuh dengan ketidakpastian yang harus kita hadapi dengan penuh kesadaran dan kebijaksanaan.
Karya: Darwanto
Biodata Darwanto:
- Darwanto lahir pada tanggal 6 Maret 1994.