Puisi: Cinta Adalah Perkara Seluruh Usia (Karya Melki Deni)

Puisi "Cinta Adalah Perkara Seluruh Usia" mengingatkan kita bahwa cinta bukan hanya tentang perasaan romantis, tetapi juga tentang perjalanan ...

Cinta Adalah Perkara Seluruh Usia

Sejak itu kita paham cinta adalah perkara seluruh usia sejarah kita. Tetapi kau tak pernah bertanya mengapa cinta tak pernah menunjukkan wajah dan tak pernah berakhir dengan bahagia?

Kekasihku, mengapa Ponsel Pintar menghapuskan pengalaman berantakan kita tentang tiga dimensi waktu dari perjalanan panjang menuju diri sendiri ini?

Gereja menjadi sepi, tak lagi tenang dari kebencian, penolakan, propaganda—Dihimpit, dan dicekik agar membisu di hadapan derita, sakit, dan kemalangan yang amat mencintai kita.

Namun kita masih bisa tertawa, meskipun kau terus bertanya mengapa Tuhan menyembunyikan cinta dari kita. Seharusnya kau bertanya kitakah cinta yang diperlihatkan Tuhan—dan pada kitakah cinta mengalir dari Tuhan yang membuat kita berada dan saling mengada.

Madrid, 2 Januari 2025

Analisis Puisi:

Puisi "Cinta Adalah Perkara Seluruh Usia" karya Melki Deni menyajikan refleksi mendalam tentang cinta dalam konteks sejarah, teknologi, dan spiritualitas. Karya ini menggugah pembaca untuk merenungkan cinta sebagai fenomena yang tidak hanya melibatkan emosi personal tetapi juga sebagai elemen integral dalam perjalanan kehidupan dan eksistensi manusia.

Makna Cinta yang Melampaui Dimensi Waktu

"Sejak itu kita paham cinta adalah perkara seluruh usia sejarah kita."

Penyair membuka puisi dengan pengakuan bahwa cinta bukanlah sesuatu yang terbatas pada satu momen atau perasaan tertentu. Cinta mencakup seluruh perjalanan hidup manusia, termasuk masa lalu, masa kini, dan masa depan. Ini adalah pernyataan bahwa cinta memiliki dimensi universal, menembus batas waktu dan menjadi bagian penting dari narasi kehidupan.

Namun, ada ironi yang diangkat: cinta, meski universal, sering kali misterius dan tidak memberikan akhir yang bahagia. Penyair mengajak pembaca untuk mempertanyakan definisi kebahagiaan dalam cinta dan bagaimana cinta sering kali hadir dalam bentuk yang tak terduga.

Teknologi dan Kehilangan Kedalaman Pengalaman

"Kekasihku, mengapa Ponsel Pintar menghapuskan pengalaman berantakan kita tentang tiga dimensi waktu dari perjalanan panjang menuju diri sendiri ini?"

Dalam bagian ini, teknologi modern, khususnya ponsel pintar, menjadi metafora untuk alienasi dan kehilangan makna dalam pengalaman cinta dan kehidupan. Teknologi, meskipun mendekatkan secara fisik, sering kali mengurangi kedalaman interaksi dan refleksi.

Penyair mengingatkan kita bahwa perjalanan menuju diri sendiri adalah proses yang kompleks dan memerlukan keterhubungan yang nyata, yang tidak dapat digantikan oleh kehadiran virtual atau komunikasi instan.

Krisis Spiritualitas dalam Ruang Ibadah

"Gereja menjadi sepi, tak lagi tenang dari kebencian, penolakan, propaganda."

Gereja, yang secara tradisional menjadi simbol cinta, kedamaian, dan pengharapan, digambarkan dalam puisi ini sebagai ruang yang terhimpit oleh kebencian dan propaganda. Ini mencerminkan krisis spiritualitas di dunia modern, di mana cinta sering kali terdistorsi oleh konflik, ideologi, dan kepentingan pribadi.

Namun, dalam keheningan ini, penyair menemukan ironi lain: derita, sakit, dan kemalangan juga merupakan bentuk cinta yang "mencintai kita." Cinta dalam bentuk ini adalah pengalaman yang memperkaya dan mematangkan jiwa, meskipun sering kali tidak diinginkan.

Pertanyaan tentang Tuhan dan Cinta

"Mengapa Tuhan menyembunyikan cinta dari kita?"

Melalui pertanyaan ini, penyair menggugah refleksi mendalam tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan cinta. Apakah cinta adalah sesuatu yang Tuhan sembunyikan, ataukah cinta adalah kita sendiri yang dihadirkan Tuhan?

"Kitakah cinta yang diperlihatkan Tuhan—dan pada kitakah cinta mengalir dari Tuhan?"

Penyair menutup puisi dengan renungan filosofis bahwa cinta mungkin bukan sesuatu yang kita cari di luar diri, tetapi sesuatu yang kita wujudkan dalam keberadaan kita. Cinta menjadi aliran antara manusia dan Tuhan, sebuah fenomena yang memungkinkan kita untuk saling mengada dan memahami eksistensi kita.

Cinta sebagai Elemen Kehidupan yang Kompleks

Puisi ini tidak memberikan jawaban pasti tentang apa itu cinta, tetapi justru merayakan kompleksitasnya. Melalui simbol dan metafora, Melki Deni mengajak pembaca untuk melihat cinta sebagai kekuatan yang ada dalam setiap aspek kehidupan—baik dalam kesedihan, kebahagiaan, kesepian, maupun kebersamaan.

Puisi sebagai Renungan Eksistensial

Puisi "Cinta Adalah Perkara Seluruh Usia" adalah karya yang menggambarkan cinta sebagai elemen universal yang tidak terikat pada bentuk tertentu. Melalui pandangan yang melibatkan sejarah, teknologi, dan spiritualitas, Melki Deni menunjukkan bagaimana cinta adalah refleksi dari hubungan manusia dengan waktu, sesama, dan Tuhan.

Puisi ini mengingatkan kita bahwa cinta bukan hanya tentang perasaan romantis, tetapi juga tentang perjalanan memahami diri, menerima keberadaan, dan merangkul kehidupan dalam segala kompleksitasnya.

Puisi Melki Deni
Puisi: Cinta Adalah Perkara Seluruh Usia
Karya: Melki Deni

Biodata Melki Deni:
  • Melki Deni adalah mahasiswa STFK Ledalero, Maumere, Flores, NTT.
  • Melki Deni menjuarai beberapa lomba penulisan karya sastra, musikalisasi puisi, dan sayembara karya ilmiah baik lokal maupun tingkat nasional.
  • Buku Antologi Puisi pertamanya berjudul TikTok. Aku Tidak Klik Maka Aku Paceklik (Yogyakarta: Moya Zam Zam, 2022).
  • Saat ini ia tinggal di Madrid, Spanyol.
© Sepenuhnya. All rights reserved.