Puisi: Burung Hantu (Karya Alizar Tanjung)

Puisi "Burung Hantu" karya Alizar Tanjung menggambarkan dengan kuat dan emosional bagaimana kehilangan dapat mengubah arah hidup seseorang.
Burung Hantu

Burung hantu masuk dalam kamar kita, dia pening,
berputar-putar di jam dua belas malam. Kau duduk, memadamkan
lampu.

"Mungkin dia tersesat cahaya." Kau bukakan jendela.
burung hantu tetap saja berputar-putar di kamar kita.

Aku ingat perkataan kawanku, di rumahnya burung hantu
juga pernah tersesat. Tapi burung hantu tersesat karena
baru saja ditinggal mati pasangannya. Katanya, "Burung hantu

burung setia"

aku turun ranjang. Aku tangkap burung hantu, aku letakkan
di luar jendela kamar kita. Kita kembali tidur.
besoknya kita temukan burung hantu mati di depan pintu rumah
kita

2011

Analisis Puisi:

Puisi "Burung Hantu" karya Alizar Tanjung mengandung makna yang dalam dan penuh dengan simbolisme tentang kehidupan, kehilangan, dan kesetiaan. Dengan menggunakan burung hantu sebagai metafora, penyair menggambarkan pengalaman emosional yang berhubungan dengan kehilangan yang mendalam dan bagaimana hal tersebut memengaruhi individu yang terlibat.

Burung Hantu: Simbol Kehilangan dan Ketidakpastian

Puisi ini dimulai dengan gambaran yang aneh dan misterius tentang seekor burung hantu yang memasuki kamar pada tengah malam, dalam keadaan bingung dan berputar-putar. Burung hantu, sebagai makhluk yang identik dengan kebijaksanaan dan misteri, dalam konteks ini mewakili simbol dari ketidakpastian, kebingungan, dan mungkin kehilangan arah dalam hidup.

"Burung hantu masuk dalam kamar kita, dia pening, / berputar-putar di jam dua belas malam."

Waktu yang disebutkan, jam dua belas malam, menambah kesan keanehan dan kegelisahan, karena tengah malam sering kali dikaitkan dengan ketidakjelasan dan momen-momen yang penuh dengan pemikiran atau perasaan yang mendalam. Burung hantu yang berputar-putar menggambarkan perasaan bingung atau kehilangan arah yang dialami oleh seseorang. Ketika segala sesuatunya terasa gelap dan tak pasti, kita bisa merasa seperti burung hantu yang terjebak dalam kebingungannya sendiri.

Kesetiaan dan Kehilangan Pasangan

Penyair lalu mengingatkan kita tentang cerita yang disampaikan oleh seorang teman, yang juga mengalami situasi serupa dengan burung hantu yang tersesat. Temannya menjelaskan bahwa burung hantu tersesat bukan hanya karena kebingungannya, tetapi juga karena baru saja kehilangan pasangannya.

"Katanya, 'Burung hantu / burung setia.'"

Perkataan teman ini memberi penekanan pada kesetiaan yang dimiliki oleh burung hantu—sebuah makna yang lebih mendalam di balik kebingungan burung tersebut. Burung hantu, yang diketahui sebagai hewan yang setia terhadap pasangannya, kini menjadi simbol dari seseorang yang kehilangan kekasih atau pasangan hidup. Kehilangan seseorang yang sangat berarti bagi hidup kita bisa menyebabkan kita terjerumus dalam kebingungan dan kegelapan, tidak tahu arah mana yang harus diambil.

Penyair dengan bijak menambahkan kesetiaan burung hantu untuk menggambarkan bagaimana kehilangan itu tidak hanya berdampak pada fisik, tetapi juga pada sisi emosional dan mental seseorang. Dalam hal ini, kesetiaan menjadi sebuah nilai yang mendalam, namun pada saat yang sama juga menjadi sumber kesedihan yang sangat besar ketika kehilangan terjadi.

Usaha untuk Membantu, Namun Kehilangan Tetap Terjadi

Penyair kemudian menggambarkan tindakan yang dilakukan oleh dirinya sendiri dan pasangannya untuk membantu burung hantu yang bingung tersebut. Mereka membuka jendela untuk membiarkan burung itu keluar, dengan harapan ia bisa menemukan jalan kembali ke dunia luar.

"Aku turun ranjang. Aku tangkap burung hantu, aku letakkan / di luar jendela kamar kita. Kita kembali tidur."

Namun, meskipun ada usaha yang dilakukan untuk menolong burung hantu, kenyataan yang tak terelakkan adalah bahwa burung itu akhirnya mati. Keesokan harinya, mereka menemukan burung hantu yang mati di depan pintu rumah.

"Besoknya kita temukan burung hantu mati di depan pintu rumah kita."

Ini menjadi puncak dari puisi yang penuh dengan kesedihan dan ketidakberdayaan. Burung hantu yang sebelumnya tersesat dan bingung akhirnya tidak bisa diselamatkan. Hal ini bisa diartikan sebagai simbol dari usaha yang sia-sia dalam menghindari atau mengatasi kehilangan. Meskipun ada upaya untuk mengembalikan keadaan atau memberikan bantuan, kadang-kadang kenyataan tak bisa diubah dan kehilangan itu tetap terjadi.

Kehilangan yang Tak Terhindarkan

Puisi ini memberikan gambaran yang kuat tentang bagaimana kita sering merasa bingung, tidak tahu harus berbuat apa setelah kehilangan sesuatu atau seseorang yang sangat kita cintai. Seperti burung hantu yang tersesat, kita sering merasa tidak punya arah dan terjebak dalam kebingungannya. Meskipun kita berusaha untuk membantu atau mengatasi situasi, pada akhirnya kita harus menerima kenyataan bahwa kehilangan adalah bagian dari hidup yang tidak dapat dihindari.

Burung hantu yang mati di depan pintu rumah menjadi simbol dari kenyataan pahit bahwa tidak semua usaha akan menghasilkan hasil yang kita inginkan. Kehilangan, meskipun sangat menyakitkan, adalah bagian dari perjalanan hidup yang harus diterima, dan kadang-kadang, apapun yang kita lakukan, kita tidak dapat menghindari takdir.

Kesetiaan dan Kehilangan dalam Hidup Manusia

Dalam kehidupan manusia, kita seringkali dihadapkan pada perasaan kehilangan yang mendalam, apakah itu kehilangan seseorang yang kita cintai atau bahkan kehilangan harapan dan impian. Seperti burung hantu dalam puisi ini, kita mungkin merasa tersesat dan bingung di tengah kegelapan, mencari arah yang benar. Namun, terkadang kita harus menerima kenyataan bahwa meskipun kita berusaha, ada hal-hal yang berada di luar kendali kita.

Penyair melalui puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang kesetiaan dan kehilangan, serta bagaimana kedua hal tersebut saling terkait dalam kehidupan manusia. Kesetiaan sering kali membuat kita sangat terikat pada seseorang atau sesuatu, tetapi ketika kehilangan itu datang, kesedihan dan kebingungan yang ditimbulkan bisa begitu mendalam, seolah-olah kita juga tersesat seperti burung hantu yang tak tahu arah.

Puisi "Burung Hantu" karya Alizar Tanjung menggambarkan dengan kuat dan emosional bagaimana kehilangan dapat mengubah arah hidup seseorang. Burung hantu, yang tersesat karena kehilangan pasangannya, menjadi simbol dari kebingungan yang dialami ketika kita menghadapi kehilangan besar dalam hidup. Meskipun kita mungkin berusaha untuk memperbaiki atau mengatasi situasi tersebut, terkadang kenyataan tak terhindarkan—dan seperti burung hantu yang akhirnya mati, kita hanya bisa menerima dan meresapi penderitaan tersebut sebagai bagian dari perjalanan hidup.

Alizar Tanjung
Puisi: Burung Hantu
Karya: Alizar Tanjung

Biodata Alizar Tanjung:
  • Alizar Tanjung lahir pada tanggal 10 April 1987 di Solok.
© Sepenuhnya. All rights reserved.