Berayun di Alun
Bergulung alun kejar-mengejar
Bersorak sorai suara memecah,
Mendidih berbuih kapas menghempas
Mundur maju di pasir putih.
Demikian lautan gelora gelisah
Mengombak samudra tiada reda
Gempita gemuruh bergurau di pantai
Berat bernafas di tangas panas.
Berlayar sekonar membelah ombak,
Berbuai permai di atas alun,
Berdendang pawang bersuka suara,
Nikmat berayun di alun segara.
16 Mei 1935
Sumber: Tebaran Mega (1935)
Analisis Puisi:
Puisi "Berayun di Alun" karya Sutan Takdir Alisjahbana menggambarkan keindahan dan kekuatan lautan yang bergerak dinamis, serta pengalaman manusia yang berinteraksi dengan alam tersebut. Melalui deskripsi yang kaya dan penggunaan gaya bahasa yang khas, penyair menciptakan suasana yang penuh energi dan keindahan alam.
Tema
Tema utama puisi ini adalah keindahan dan kekuatan alam, khususnya lautan, serta hubungan manusia dengan alam. Alisjahbana menyoroti dinamika ombak yang terus bergerak dan gelombang yang menggambarkan kehidupan yang penuh perubahan. Selain itu, puisi ini juga menunjukkan bagaimana manusia dapat menemukan keindahan dan kenikmatan dalam ketidakpastian dan kekuatan alam.
Struktur
Puisi ini terdiri dari tiga bait dengan masing-masing empat baris, membentuk struktur yang seimbang. Struktur ini mencerminkan ritme alami dari gelombang laut yang bergerak maju mundur. Bait pertama dan kedua menggambarkan kekuatan dan dinamika lautan, sementara bait ketiga menunjukkan bagaimana manusia merespons dan menikmati gerakan alam tersebut.
Gaya Bahasa
Sutan Takdir Alisjahbana menggunakan berbagai perangkat gaya bahasa untuk menggambarkan keindahan dan kekuatan lautan:
- Onomatope: Kata-kata seperti "bersorak sorai" dan "gemuruh" meniru suara alami dari lautan, memberikan efek auditori yang kuat kepada pembaca.
- Metafora dan Personifikasi: Lautan digambarkan dengan kata-kata yang menghidupkan dan memberi karakter, seperti "demikian lautan gelora gelisah" yang memberikan kesan bahwa lautan memiliki perasaan dan emosi.
- Imaji: Deskripsi visual seperti "kapas menghempas" dan "pasir putih" menciptakan gambaran yang jelas dan indah tentang lautan dan pantai.
- Ritme dan Aliterasi: Penggunaan aliterasi dalam frasa seperti "kejar-mengejar" memberikan ritme yang mencerminkan gerakan ombak.
Makna dan Simbolisme
- Lautan dan Gelombang: Melambangkan kekuatan dan ketidakpastian alam. Gelombang yang terus bergerak dan berkejaran menggambarkan dinamika kehidupan dan perubahan yang tak terelakkan.
- Pasir Putih: Melambangkan kemurnian dan kedamaian yang dapat ditemukan di tengah-tengah dinamika dan kekuatan lautan.
- Berlayar dan Berayun di Alun: Melambangkan petualangan dan kenikmatan hidup. Berlayar di atas ombak yang berayun menggambarkan bagaimana manusia dapat menemukan kebahagiaan dan ketenangan meskipun di tengah-tengah kekuatan alam yang besar.
Puisi "Berayun di Alun" karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah sebuah karya yang merayakan keindahan dan kekuatan alam, khususnya lautan, serta menggambarkan hubungan harmonis antara manusia dan alam. Melalui penggunaan gaya bahasa yang kaya dan imagery yang kuat, Alisjahbana berhasil menangkap esensi dari dinamika lautan dan bagaimana manusia dapat menemukan kenikmatan dan ketenangan di dalamnya. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan keindahan dan kekuatan alam, serta menemukan cara untuk berayun dengan harmonis di tengah-tengah gelombang kehidupan.
Karya: Sutan Takdir Alisjahbana
Biodata Sutan Takdir Alisjahbana:
- Sutan Takdir Alisjahbana lahir pada tanggal 11 Februari 1908 di Natal, Mandailing Natal, Sumatra Utara.
- Sutan Takdir Alisjahbana meninggal dunia pada tanggal 17 Juli 1994.
- Sutan Takdir Alisjahbana adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.